Part 6

4.8K 319 0
                                    

.

.

.

Hawa dingin menusuk ke dalam tulang, menembus tebalnya daging yang membungkus tubuh. Sinar matahari menyusup perlahan di celah dinding. Titik-titik embun masih menghiasi pucuk dedaunan bak kristal yang bercahaya.

Salsa dan Ayyas telah selesai membersihkan diri, mereka masih di dalam kamar dengan kesibukan masing-masing. Ayyas sedang menekuni buku tebal di tangannya, edangkan Salsa sibuk membersihkan kamar dari sisa-sisa bunga mawar yang mulai layu.

Ini hari pertama Salsa menjadi seorang istri. Meski hatinya belum bisa menerima Ayyas sepenuhnya, namun ia mencoba untuk menjadi istri yang baik untuk Ayyas. Salsa teringat ketika tadi pagi bangun tidur, dia terkejut bukan main ketika terbangun dengan seseorang di sampingnya. Salsa lantas melihat ke bawah, dia tersenyum karena dia masih menggenakan baju tidurnya. Ayyas tidak melanggar janjinya.

Setelah dirasa cukup, Salsa lalu meninggalkan kamar. Terlintas dalam benaknya untuk membuatkan kopi dan sarapan untuk Ayyas.

Senyum sang ibu menyambut kedatangan Salsa di dapur. Salsa menjadi salah tingkah dibuatnya.

"Bagaimana tidurm, Sa?" Goda ibu dengan kerlingan matanya.

"Nyenyak sekali, bu," jawab Salsa seraya menyeduh secangkir kopi. Dia tak ingin keluarganya tahu perihal apa yang terjadi semalam.

"Ini ada pisang goreng, bawalah ke suamimu."

"Baik, bu."

Bergegas Salsa ke kamar, di tangannya sudah terdapat secangkir kopi dan sepiring pisang goreng yang masih hangat. Ayyas menyadari kedatangan Salsa, dia melihat di tangan Salsa penuh dengan makanan dan minuman. Ayyas tersenyum, setidaknya Salsa masih menganggap dia suaminya.

Salsa meletakkan secangkir kopi dan pisang goreng di atas meja. Ayyas lantas menyeruput kopi buatan istrinya itu.

"Terima kasih, rasanya sangat nikmat."

Salsa tersenyum, Ayyas telah menghargai usahanya. Meski ada debar aneh yang mulai merambati tubuhnya ketika melihat Ayyas tersenyum kepadanya. Salsa masih menolak menerimanya.

*****

Hari berganti minggu, dan minggu pun berganti bulan. Tak ada hal yang istimewa dari pernikahan Salsa yang bisa membuka hatinya. Salsa masih harus melanjutkan kuliahnya yang tinggal menghitung bulan. Karenanya Salsa meminta kepada Ayyas untuk mengizinkannya tetap tinggal di rumah orang tuanya di Lamongan, tidak mengikuti Ayyas ke Surabaya. Ayyas mengerti dengan keadaan Salsa, dan dia pun memberikan izin, meski dalam hatinya dia ingin selalu bersama Salsa.

Setiap seminggu sekali Ayyas pulang mengunjungi Salsa. Hanya sekedar untuk melihat senyum istrinya itu. Ayyas tahu, Salsa sedang sibuk menyelesaikan skripsinya, dia tidak memaksa Salsa untuk selalu menemaninya di rumah.

Salsa masih belum sepenuhnya membuka hati untuk Ayyas. Namun Salsa mulai menyadari ada perasaan lain yang mulai menyusupi hatinya. Setiap kali melihat Ayyas tersenyum, mendengar suara merdu Ayyas dan menatap mata teduh milik Ayyas membuat jantungnya berdegup lebih kencang. Tapi Salsa masih enggan mengakui perasaannya itu. Salsa hanya merasa dia mulai mengagumi sosok Ayyas yang kini menjadi suaminya.

Pernikahan mereka telah memasuki bulan ke enam dan Salsa masih belum juga bisa membuka hatinya. Meskipun dia sudah bisa menerima kehadiran Ayyas dalam hidupnya.

Hari ini Salsa dinyatakan lulus setelah serangkaian sidang skripsi yang telah dilaluinya. Salsa hanya perlu menunggu saat dirinya diwisuda dan dinyatakan sebagai seorang sarjana.

Bergegas dia meraih handphone yang sedari tadi dia matikan, dia ingin memberi tahu Ayyas. Salsa terkejut ketika dia membuka handphonenya ada tiga puluh panggilan tak terjawab dari Ayyas. Segera Salsa menghubungi balik Ayyas, hatinya lega ketika panggilannya terjawab.

"Maaf ini dengan mbak Salsa?" Salsa terkejut mendengar suara perempuan di seberang. Hatinya berkecamuk tak karuan.

"I--iya benar, saya Salsa."

"Maaf mbak tadi suami mbak kecelakaan dan sekarang dia di rawat di rumah sakit."

Deg. Jantung Salsa seakan copot mendengar berita itu. Matanya berkaca-kaca membayangkan keadaan Ayyas saat ini. Salsa seperti kehilangan separuh jiwanya. Perlahan Salsa meninggalkan kampusnya. Pandangannya mulai kabur, tapi dia harus kuat. Dia ingin segera menemani Ayyas. Berada di sisi suaminya.

****

Hikayat SalsabilahTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang