Enam - Perang Dunia

3.6K 323 9
                                    

Selamat membaca!

***
"Makasih ya tumpangannya,"

"Sama-sama. Lo marah, Prill?"

Prilly menatap Nando sebentar, kemudian menggeleng dan tersenyum. Cowok itu menghela nafas lega dan balas tersenyum.

"Untung lah, gue udah takut aja lo bakalan marah."

"Nggak kok. Udah ya, gue masuk dulu. Udah telat, nih. Dah."

"Dah, Prill."

"Dah, Nando."

Cewek itu berjalan masuk ke dalam lobby kampusnya dan memutuskan untuk berbelok ke taman belakang alih-alih ke kelasnya.

Ia menghempaskan tubuhnya ke atas kursi dan menghela nafas panjang.

"Ali ada apaan sih sebenernya? Pake boong segala ada urusan. Bilang dong kalo gak mau jemput gue." Gumam cewek itu dengan kesal. "Baru juga lusa anniversary ke tiga. Eh.. Udah bikin geregetan aja. Untung gue sayang."

Tiba-tiba ponselnya bergetar. Pada layar benda kecil itu tertulis nama Ali.

"Halo," Ucap Prilly.

"Sayang, lo udah sampe di kampus? Gimana mobilnya? Udah bener?" Tanya Ali bertubi-tubi.

Cewek itu memutar bola matanya.

"Udah." Hanya itu.

"Tadi lo bareng siapa?"

"Temen."

"Siapa? Gritte?"

"Bukan. Nando."

"Cowok?" Suara Ali berubah menjadi bingung. "Temen sekelas lo?"

"Iya."

"Lo kenapa sih? Gue tanyain kok jawabnya singkat-singkat gitu. Lagi marah?" Nada suara Ali berubah menjadi kesal. "Marah mulu kerjaannya."

Prilly juga tidak terima. "Peka dong! Lo udah boong ke gue bilang ada urusan, eh sekarang malah ganti ngatain gue marah mulu."

"Lo jangan sok tau deh. Gue emang ada urusan, kali. Gue tadi rapat sama calon staff kantor. Puas?"

"Halah. Bullshi-"

"Terserah kalo lo nggak mau percaya. Capek gue ngadepin lo kalo lagi marah-marah gini. Mendingan kita nggak usah hubungan aja dulu beberapa hari ini."

Tut. Tut. Tut.

Hatinya mencelos begitu Ali memutuskan sambungan telepon secara sepihak itu. Tiba-tiba saja matanya sudah terasa panas.

"Kenapa masalahnya jadi gede gini sih..?" Ucap Prilly dengan suara tercekat.

Namun dalam hati ia merasa bersalah juga karena sudah menuduh Ali yang tidak-tidak.

Cewek itu cepat-cepat menghubungi pacarnya lagi. Namun tidak diangkat. Begitu pula seterusnya.

Prilly putus asa. Ali benar-benar marah.

Sementara itu, Ali yang sedang duduk di gazebo belakang rumahnya kini memijat pelipisnya dan melempar ponsel ke samping.

"Lagi pms kali ya, marah-marah mulu," Gumamnya dengan nada kesal. "Gue kan gak salah."

Meskipun begitu, dalam hati ia tidak tega mengatakan hal tadi kepada Prilly. Cewek itu terlalu perasa.

Tapi, dia juga kesal.

Teleponnya sudah berdering sekitar lima kali, tapi Ali bertekad tidak akan mengangkatnya. Ia malah mematikan ponsel dan mencabut baterainya.

"Mendingan sekarang gue keluar buat refreshing. Daripada makin suntuk di rumah."

Stay With MeTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang