Selamat membaca!
***
"Apa?""Gue suka sama lo, Prilly Latuconsina." Nando menatap Prilly tepat di kedua manik matanya.
"Tapi lo tau kalo gue punya pacar, Ndo."
"Gue tau, Prill. Tapi gue kan nggak minta lo jadi pacar gue, gue cuman ngutarain perasaan gue ke lo aja,"
Prilly tidak bisa menjawab apa-apa lagi.
Nando meraih tangan Prilly dan menggenggamnya. "Gue cuman pengen lo sadar kalo gue bener-bener suka sama lo."
Baik Prilly maupun Nando tidak ada yang berbicara satu sama lain.
Tiba-tiba, ponsel Prilly berdering keras, membuat kedua orang itu terkaget.
Ia meraih ponselnya dan melihat siapa yang sedang meneleponnya.
Ali.
"Ha-halo?" Karena terlalu panik, ia jadi gugup.
"Halo, sayang. Lo kenapa? Kok nada bicaranya panik?" Tanya Ali dari seberang sana.
"Oh.. Gapapa. Tadi lagi konsen kerjain tugas aja, trus lo telepon.. Gue kaget deh." Kilahnya.
Gue sekarang makin pinter boong, ya. Kenapa sih nggak bisa jujur aja masalah Nando? Batin Prilly.
"Yakin?"
"Iya, Ali."
"Yaudah.. Jangan lupa makan, ya." Katanya. Kemudian hening. "Gue sayang lo."
Tut. Tut. Tut.
"Prill, lo sadar kalo lo barusan boong sama Ali?" Ucap Nando.
"Gue tau, Ndo. Udahlah, nggak usah di bahas. Gue capek, mau balik aja ke rumah."
Prilly bergegas membereskan barang-barangnya dan meninggalkan Nando di sana dengan perasaan tidak menentu.
Prilly sendiri berjalan cepat menuju ke parkiran mobil. Di tengah jalan, ia berpapasan dengan Gritte.
"Prill! Woy, Prill!" Seru Gritte, yang tidak digubris oleh Prilly. Cewek itu tetap berjalan tanpa mempedulikan sekelilingnya.
Gritte mengerutkan dahi menatap sahabatnya itu.
"Nggak biasanya Prilly gitu," Gumam Gritte.
Sesampainya Prilly di dalam mobilnya, ia masuk ke dalam dan duduk di jok depan tanpa berbuat apa-apa.
"Aduh, kenapa gini, sih." Gumamnya dengan suara pelan. Pikirannya melayang kepada Ali, lalu Nando. Kemudian Ali lagi.
"Nggak tau ah, bodo." Akhirnya, Prilly memutuskan untuk pulang meskipun masih ada dua mata kuliah yang harus ia ikuti.
Pikirannya sudah penuh, sehingga ia yakin kalaupun ia mengikuti kedua mata kuliah itu, ia tidak akan bisa konsentrasi.
Sambil menyalakan mesin, Prilly membuka ponselnya dan mengirimi Gritte sebuah pesan untuk bertemu setelah selesai kuliah di sebuah café dekat rumahnya.
Kemudian, ia menginjak gas dan pergi meninggalkan tempat itu.
Sementara Ali, ia juga sedang berkutat dengan perasaannya. Pasalnya, selama ia tadi bersama Gita, tak sebersit barang sedetikpun nama Prilly di otaknya.
Dan baginya, ini bahaya.
"Sialan, gue kenapa, sih." Gumam Ali dengan suara rendah.
Rasa bersalah pelan-pelan mulai menggerogoti hatinya. Ali menghela nafas berat dan masuk ke dalam kamarnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Stay With Me
Teen Fiction[To Be With You season 2] Jika ada yang menanyai Prilly mengenai perasaannya sekarang, gadis itu dengan mantap akan menjawab: bahagia. Jika ada yang menanyai Ali mengenai kehidupannya sekarang, pria itu dengan tegas akan menjawab: sempurna. Namun, m...