Masa Kecil (1)

281 12 0
                                    

TINA POV

"Tina, ayolah jangan seperti ini. Kau ini, sedikit sedikit ngambek. Pengambekan." Cibir seseorang yang pingin aku makan hidup-hidup.

"Heh, siapa suruh kamu naruh ulet mainan di tas ku." Ujarku kesal. Abisnya, siapa yang gak kesal coba kalau dikerjai dengan ulet bulu. Ulet bulu kan menggelikan, ih aku tak suka.

"Yah, itu cuma mainan Tina. Elah." Dengusnya. Ihh nyebelin.

"Ish, mau mainan kek mau asli kek tapi tetep aja, aku gak suka." Kesel kesel kesel. Saat Karel hendak membuka mulutnya, tiba-tiba Pooja muncul dengan muka bingung.

"Kamu kenapa Tina, mukamu bete' amat." Kata Pooja.

"Tanya aja tuh sama dodol." Kataku sambil menunjuk pada Karel.

"Heh bocel, aku bukan dodol ya. Enak aja, dasar bocel." Ujarnya.

"Heh, aku gak bocel. Kamu tuh yang bocel."
"Enak aja. Wah kayaknya ngajakin adu mulut nih." Ujarnya.
"Kalau iya kenapa? Kamu kan yang mulai duluan. Dasar kebo." Ucapku.
"Uh, monyet."-_-
"Ayam."
"Sapi."-_-
"Kambing."
"Ca--" sebelum Karel menjawab, Pooja menarik telingaku dan telinga Karel. Uh kebiasaan deh sifat keibuannya keluar.
"Aduh Pooja sakit, lepasin dong."
"Aaa sakit Pooja." ringis ku berbarengan dengan Karel.

"Kalian tuh yaa gak sadar apa, disini masih ada orang. Kamu Karel, kamu kan punya banyak temen. Ngapain sih gangguin Tina mulu." Tunjuknya pada Karel. Wow, Pooja calm down.

"Kamu juga Tina, jangan di ladenin mulu. Tambah ribet nanti urusannya." Ucapnya padaku. Yah oke lah.

"Ya Pooja" jawabku malas. Sedangkan Karel hanya diam dengan bibir yang dimajukan beberapa centi ke depan-_-

"Ya sudah, awas kalau ribut lagi. Aku akan memberikan yang lebih dari jeweran di telinga." Kata Pooja sebelum menghilang dari hadapanku. Aku melirik Karel dengan tatapan yang super duper tajam.

"Apa?" Tanyanya malas.

"Huh gara gara kamu, aku kena jeweran Pooja. Jangan bikin sifat keibuan Pooja keluar deh." Dengusku kesal.

"Biarin wleee" ucapnya sambil menjulurkan lidahnya padaku dan... kabur? Aih awas kamu Karel. Kesel deh.!

Aku berbalik menuju kamar, hari ini Karel membuatku kesal pakek D. Elah, kapan aku bisa tenang tanpa gangguan dari si kunyuk itu. Rasanya lengket banget nih badan, sepertinya aku harus mandi. Aku mengambil handuk dan masuk ke dalam kamar mandi.

KAREL POV

Hahaha, seneng banget bisa ngerjain Tina. Wajahnya unyu kalau marah. Tapi, sakit juga sih nih telinga. Bekas jeweran Pooja. Menurut kita (aku dan Tina), Pooja lah yang lebih dewasa diantara kita. Padahal usia kita belum genap 10 tahun, tapi sifat Pooja melebihi sifat anak anak seusia kami.
Pooja Sahani Almahez, putri tunggal dari Paman Mahez dan Bibi Akilla. Sifatnya yang seperti ibunya. Dia lembut, cantik rupanya, hidungnya mancung, kulitnya putih, dengan rambut sebahu yang lurus. Cantik deh pokonya. Tapi, aku tetep milih Tina kok. Ehm, memang sih belum waktunya aku mengenal apa itu Cinta. Tapi, sejak 4 tahun yang lalu, aku suka sama Tina. Entahlah, hatiku seperti berdebar-debar setiap berada di dekat Tina. Aku juga gak suka kalau Tina dekat-dekat dengan teman pria lain. Terutama Devan, tetangga sebelah yang sok deket sama Tina. Entahlah, tapi memang itu kenyatannya. Oke, itu perasaan teraneh yang ku rasakan sampai sekarang.
Tina Ayash Mahendra, putri tunggal yang berbakat dari Paman Hendra dan Bibi Liliana. Dia cantik, unyu, cerdas, sifatnya yang jutek, orangnya yang keras kepala pas banget dengan kelakuannya yang jutek. Dia lebih mirip dengan Bibi Liliana.
Oke itu menurut pandanganku. Kalian bisa pandang sendiri nanti. Ku rasakan pintu kamar di ketuk beberapa kali. Ah, pasti Ayah. Ku buka pintu kamar dan benar saja. Ayah sudah berdiri tegao tangan di taruh deoan dada, wajah tegasnya membuatku sadar akan kesalahanku.
"Maaf Yah, aku tak dengar." Tuturku pada Ayah. Ya, you know lah. Ayahku memang seperti ini. Ini keturunan kakek. Tapi, tidak dengan Bunda ku. Dia bertolak belakang dengan Ayah.

"Memangnya kamu ngapaian di dalam kamar? Sampai di panggil gak turun turun?" Selidiknya dengan suara yang mulai lembut.

"Em, maaf Yah, aku melamun tadi." Jawabku.

"Jangan banyak melamun, nanti kesambet. Ya sudah kamu tahu kan ini sudah jam berapa sayang?" Aku langsung melihat jam hitam yang melingkar di tangan Ayah. Makan siang heh..-_-

"Ya, makan siang kan?" Tanyaku dengan sedikit gurauan.
"Nah itu tahu, ayo kasihan Bundamu. Dia sudah menunggu di bawah." Ajaknya.

"Iya Ayah. Ayah ke bawah dulu aja, aku akan segera ke bawah." Ujarku sambil tertawa kecil dan tanganku membentuk huruf V. Kalau begini, Ayah tak akan memaksaku lagi hahaha, maaf kan anakmu yang ganteng ini Yah. Ayah pun pergi dari penglihatanku. Lega, aku segera memasukkan foto Tina yang berserakan di lantai dan memasukkannya ke dalam album kecil.

"Beres" ucapku girang. Dih aku kayak cewek aja ya. Hahaha. Aku turun ke bawah, disana Ayah dan Bunda sudah siap di meja makan.
"Hai Bun, Yah." Sapaku.
"Hai sayang, sini ayo kita makan dulu." Ucap Bunda. Aku menghampiri kedua orang tuaku. Makan siang dilaksanakan, hanya detingan sendok dan garpu yang kudengar. Tiba-tiba Ayah berdehem.

"Ayah mau mengabari sesuatu." Ucapnya serius.
"Ada apa Yah?" Tanya ku penasaran. Ku lihat Bunda biasa saja. Sepertinya Bunda sudah tahu.
"Besok kita akan pindah ke London." Ucapnya yang membuatku terbatuk. Bunda memberiku segelas air putih. Akhirnya, huh.

"Besok Yah?" Tanyaku.
"Iya sayang" jawab Bunda. Padahal aku tanya pada Ayah. Huh, berarti aku gak akan bisa menggoda Tina lagi dong. Aduh, kenapa ini terjadi sih? (Alah, sok dramatis)

"Kenapa sayang? Kenapa kamu keliatannya gak seneng gitu?" Tanya Bunda.

"Nggak kok Bun, oh ya Yah kenapa kita pindah?"

"Perusahaan Ayah di London sedang ada masalah. Jadi Ayah harus menyelesaikannya."

"Tenang Karel, kita akan kembali lagi ke sini." Ucap Bunda tertawa keci, seakan tahu alasan kenapa aku mendadak lesu. Bunda selalu deh.

Atas Nama SahabatTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang