**

76 7 0
                                    

15 tahun kemudian

"Ayah, apa kau bahagia?" Tanya gadis cantik.

"Hm? Iya Ayah bahagia, sangat, sangat. Nah, kau bahagia?" Tanya balik si Ayah.

"Hem, kau bahagia, aku juga bahagia." Tina sambil tersenyum dalam pelukan Ayahnya.

"Putri kecil, aku tahu kau sangat mende-"

"Stop Ayah. Kau berkata seperti itu malah membuatku lebih parah. Jangan lagi mengucapkan hal itu. Kau tahu, aku akan selalu disamping Ayah. Aku akan tetap menjadi gadis kecil Ayah." Tina dengan mata berkaca-kaca. Air mata siap turun. Mengingat kondisinya sekarang.

"Ayah tahu. Bunda pun tahu." Mahendra sambil memeluk erat anaknya, membelai rambutnya dengan sayang.

"Tak pantas bagiku tuk menjadi Ayahmu nak, aku sudah gagal merawatmu. Kiran, lihatlah betapa banyak cobaan yang kami hadapi. Tuhan, tolong jangan ambil harta satu satuku di dunia ini. Kau sudah mengambil Kiran dariku, kini aku tak akan membiarkanmu mengambil harta yang sangat berharga bagiku." Pilu Mahendra dalam hatinya.

Tina, mempunyai penyakit kanker. Ia tak memberitahu siapapun, kecuali Ayahnya dan Iyan-dokter yang menangani Bundanya dulu- Tina gadis yang kuat sama seperti Bundanya. Ia tak pernah mengeluh akan cobaannya.

Tapi, Mahendra tak sembrono dalam kesehatan Tina. Ia sangat teliti yang berkaitan dengan Tina. Karena Tina adalah harta satu satunya selain Liliana. Ia tak ingin kehilangan gadis kecilnya.

***

Pooja, tumbuh menjadi gadis yang sangat cantik. Siapa yang tak terpesona dengan mulut menganga melihat kecantikan Pooja yang bagaikan bidadari. Rambutnya tak lagi sebahu, ia memanjangkan rambutnya hingga punggung. Mata hijaunya yang menambah kecantikan Pooja. Membuat ia menjadi Ratu disekolahnya.

Karel? Dia sudah kembali dari London.

Karel, pemuda tampan dengan bawaan yang sangat tegas dan bijaksana. Ia tumbuh menjadi pemuda yang berwibawa. Mata hitamnya yang mengikat. Ia selalu tampak keren di manapun dan kapanpun. Ia ciptaan Tuhan yang nyaris sempurna.

***

TINA POV

"Hari yang cerah." Gumamku

"Iya, hari ini memang cerah." Timpal seseorang yang membuatku terkejut.

"Hei, kenapa kau berada di balkonku?"

"Memangnya kenapa?"

"Tak boleh, ini kawasanku, daerahku, rumahku."

"Ayahmu saja tak mempermasalahkan itu." Argh, kupikir setelah dari London ia akan berubah, tapi ini malah tambah menyebalkan.

"Itu Ayahku, bukan aku."

"Si-"

"Sudahlah jangan menggangguku. Aku tak ingin kau merusak pagi ku." Potongku cepat.

"Yayaya, aku juga tak mood untuk berdebat denganmu."

"Huh menyebalkan, kau yang memulai duluan." Suaraku membuka.

"Siapa juga yang memulai?" Tanya balik.

"Kau" jawabku enteng.

"Bukan aku, tapi kau."

"Kau"

"Kau"

"Kau"

"Kau Tina"

Atas Nama SahabatTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang