Masa Kecil (3)

79 9 0
                                    

TINA POV.

"Apa? Pindah? Kamu gak boong kan Karel?" Tanyaku meyakinkan, mungkin pendengaranku salah. Tapi, dia menggeleng dan artinya itu gak boong.

"Yah, Karel. Nanti siapa yang ngajarin aku gambar lagi?" Tanyaku.

"Kan ada Bibi Liliana, ibu kamu. Jangan sedih gitu dong." Ucapnya enteng.

"Hm, Pooja sudah tahu?"

"Sudah. Dia tlah ku beri tahu."

"Yes, berarti gak ada pengganggu lagi. Wuhuuu" ucapku pura pura girang.

"Oh, gitu ya.. ya udah, aku gak bakal balik lagi ke sini"

"Hahaha, becanda Karel." Ujarku.

"Tina, Tina. Kamu gitu an."
"Hehe maap"
"Tina, yang aku ucapin sama kamu itu bener."
"Yang mana?"

"Yang aku bilang aku suka sama kamu. Itu memang benar adanya." Ucapnya.

"Serius deh Karel, jangan becanda ah."
"Aku serius Tina."
"Oke kalau kamu gak percaya tapi, ini memang benar. Aku janji akan kembali ke sini lagi. Dan aku janji akan menjadi kekasihmu. Aku janji Tina." Sambungnya sebelum dia pergi menginggalkan ku sendirian di rumah. Perlahan punggungnya mulai menghilang di balik pintu rumah dan tertutup kembali.

Aku masih mencerna ucapannya tadi. Aku benar benar bingung. Oke aku tunggu janjimu Karel, aku tunggu. Aku melihat jam di dinding sudah menunjukkan pukul 8 malam. Sebaiknya aku tidur.

***

Hoah... cerahnya hari ini. Ku buka selimut yang menutupi tubuhku dan melihat jam weker yang selalu duduk manis di nakas meja. Hm, masih baru jam segini. Pooja sudah datang gak ya? Hh, mandi dulu dah.

POOJA POV

Hari ini, aku dan Tina akan mengantar Karel ke stasiun. Yep, hari ini kepindahan Karel ke London. Awalnya aku kaget, kenapa dia pindah. Tapi, Paman Roshan memberitahuku kalau mereka tidak akan lama di London. Entah, aku merasakan kalau aku seperti kehilangan separuh diriku. Tapi, aku tak menemukan jawaban atas pertanyaan ku sendiri.

"Apakah Tina juga merasa hal yang sama sepertiku?" Gumamku. Ah sudahlah, lebih baik bersiap-siap ke rumah Tina.

Butuh kira-kira 30 menit untuk diriku mempersiapkan diri. Selesai, aku berjalan ke rumah Tina. Di perjalanan, aku hanya memikirkan pertanyaan yang aneh bin asli, dan kalut. Oh, apa maksudnya ini? Tak terasa, aku sudah sampai di rumah Tina. Seperti biasa, Bibi Liliana menyambutku dengan senang hati. Aku, Karel, dan Tina sudah layaknya seperti saudara. Padahal ayah kita hanya sahabat kecil. Mungkin aku, Karel, dan Tina akan seperti ayah kami.

"Hai Bibi." Ucapku yang dihadiahi morning kiss di pipi.

"Hai sayang." Jawab Bibi Liliana.

"Bibi, apakah Tina sudah siap?" Tanyaku.
"Sudah, langsung ke atas aja. Dia sudah menunggumu." Jawab Bibi Liliana.
"Oke."

Aku berjalan menjauhi Bibi Liliana dan menyusul Tina di balkon atas. Kebiasaan Tina kalau menunggu di balkon. Tak pernah di ruang tamu. Alasannya simple, "gak enak kalau nunggu di ruang tamu. Aku tak bisa baca buku." Huh nerd. Ku akui Tina memang pintar , sama seperti Paman Hendra. Di sekelilingnya hanya ada buku buku dan buku lagi. Tak heran kalau di sudut rumah selalu ada almari yang isinya piala bejibun.

Di balkon, ku lihat wajah mungil Tina yang serius membaca buku. Jadi tak tega mengganggu aktivitasnya. Tina, lucu sekali kau kalau begitu. Ku lihat di tepi Tina duduk, terdapat beberapa buku tebal yang amat aku yakini isinya bikin kepala pusing tujuh keliling. Jam yang melingkar pas di tangan kiriku kuangkat , dan....

"Astaga, sudah hampir jam 8 ." Hebohku yang mungkin membuat Tina kaget. Dan ya memang Tina kaget, lihat saja buku yang ia baca kini terlempar ke belakang. Untung, diriku sudah menjauh dari tempat biadap itu. Sudah hapal kalau Tina kaget, akan membuang bukunya ke belakang tempat dimana aku berdiri tadi.

"Syukur...." ucapku.

"Pooja! Kau selalu begitu. Kau ingin aku punya penyakit jantung ya?" Tanyanya yang membuat Tina menggeram kesal akibat ulahku. Aku hanya menunjukkan deretan gigi putihku ke Tina.

"Hehe peace Tina."

"Sekali saja kau tak membuatku jantungan, aku pasti tak akan mengoceh gak jelas yang aku tahu kamu tak pernah mendengarkan ocehanku. Buang-buang tenaga tau gak." Sambungnya bertubi-tubi.

"Oke, aku minta maaf. Bisa tidak kamu menyimpan tenagamu untuk mengoceh sebentar saja? Apa kau tak lihat sekarang sudah jam berapa?"

"Em coba lihat." Ujarnya. Duh nih anak kebiasaan banget. Ya, ciri Tina tak suka pakai jam tangan. Padahal kan unyuable. Ku sodorkan tanganku padanya dan menunjukkan jam tangan kesayanganku padanya.

"Hem inikah alasanmu mengagetkanku?"

"Yeah. Oy, ayo kita ke stasiun. Jangan buang-buang waktu Tina." Jawabku dan langsung menarik tangannya keluar rumah. Kalau tidak begini, Tina tak akan keluar rumah.

Sekarang, aku dan Tina berada di dalam mobil yang disupiri Pak Kashim. Pak Khasim segera tancap gas menuju TKP. Di mobil, Tina selalu mengoceh yang aku sendiri tak tahu membahas apa. Duh Tina maaf aku tak tahu apa yang kau bicarakan. Oke, lebih baik dengerin musik kalau begini. Ku pencet radio mobil karena aku tak tahan dengan ocehan gak jelas Tina dan alunan musik kanak-kanak terdengar memenuhi keheningan kami. Nah gitu dong diam, daritadi kek. Tapi, Pak Khasim kok betah amat sama ocehan Tina. Terkadang Pak Khasim menanggapi ocehan Tina. Ah lupakan.... enaknya sambil memejamkan mata nih.

Bisa kurasakan Tina sekarang sedang cemberut, menekuk muka, hidung kembang kempis, dan... sungu mulai keluar. Hehe peace Tina.

AUTHOR POV.

Karel yang berada di stasiun sudah menunggu kedatangan Tina dan Pooja. Sudah lima belas menit yang lalu ia dan keluarga lainnya menunggu kedatangan dua malaikat kecil keluarga. Sementara itu, orang tua Karel dengan Tina dan Pooja sedang berbincang bincang masalah keluarga. Mereka juga melakukan salam perpisahan.

Karel tidak sabar menunggu kedatangan kedua temannya itu. Stasiun sudah akan berangkat, tetapi mereka juga belum datang.

"Karel, ayo kita berangkat. Keretanya akan segera berangkat." Ujar sang bunda.

"Sebentar lagi bun." Ucapnya merengek.

"Ayo sayang, kita sudah terlambat." Paksa sekali lagi Bundanya. Dengan berat hati ia mengikuti perkataan Bundanya.

Disaat berbalik badan menuju kereta, Tina dan Pooja mati matian berlari demi melihat Karel sebelum pergi. Mereka berdua berlari dengan kencang, nafas tersengal sengal, menabrak orang sini, situ, sedangkan Pak Khasim mengejar kedua bocah cilik itu.

"Karel.." teriak Tina dan Pooja bersamaan.

Karel, memutar badannya dan melihat kedua temannya yang ditunggu tunggu dari tadi.

Karel menghampiri mereka dan berpelukan.

Mereka berpelukan cukup lama, dan Tina harus melepas pelukannya. Tina menatap Karel dengan sorot mata yang tak bisa di baca. Pooja?? Pooja sudah berlinangan air mata. Karel menghapus air mata Pooja. Karena hubungan mereka jauh lebih baik dari Tina. Tina, memandang Karel dengan tatapan benci, sedih, amarah, terluka dan... kecewa??

Karel tak menyadari hal itu, ia hanya terfokuskan pada satu titik, yaitu Pooja. Tina hanya memandang keduanya. Saat Tina beranjak pergi, Karel berbisik pada Tina

"Aku janji akan kembali. Jangan bersedih Tina." Ucapnya.

Atas Nama SahabatTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang