Mahendra-Liliana

81 9 0
                                    

AUTHOR POV

"Yang aku bilang aku suka sama kamu. Itu memang benar adanya." Ucapnya.

"Serius deh Karel, jangan becanda ah."

"Aku serius Tina."

"Oke kalau kamu gak percaya tapi, ini memang benar. Aku janji akan kembali ke sini lagi. Dan aku janji akan menjadi kekasihmu. Aku janji Tina." Sambungnya sebelum dia pergi menginggalkan ku sendirian di rumah. Perlahan punggungnya mulai menghilang di balik pintu rumah dan tertutup kembali.

Aku masih mencerna ucapannya tadi. Aku benar benar bingung.

"Aku tunggu janjimu Karel, aku tunggu." Ucapku.

Keringat bercucuran di dahi, membasahi muka Tina. Kepalanya menggeleng ke kanan dan ke kiri. Terlihat jelas raut kesedihan di sana. Nafasnya tersengal sengal. Ia bangun dari tidurnya. Mengelap keringat yang sedari tadi meluncur, mengatur nafas dan menetralkan jantungnya.

"Mimpi itu lagi" gumam Tina. Tina segera bangkit dari ranjang, berjalan menelusuri gelapnya penjuru ruangan rumah. Sesampai di dapur, ia memencet saklar, lampu menyala dengan begitu terangnya.

Ia mengambil air putih, menyesapnya hingga habis tak bersisa. Ini sudah minggu kedua Karel pergi. Dan selama itu juga ia terus memimpikan janji Karel padanya. Saat hendak kembali, ia mendengar suara tangisan yang histeris.

"Itu suara Ayah!" Serunya bergumam. Ia berlari menuju kamar orang tua mereka.

Betapa terkejutnya Tina, melihat keadaan sang Ayah yang menangis histeris. Ia menghampiri Ayahnya. Menanyakan apa yang terjadi, tetapi Mahendra hanya diam menutup mulut rapat-rapat. Ia ikut menangis, walaupun tak tahu apa penyebabnya.

Menangis, itu lah yang dilakukan Ayah dan anak itu. Tina melihat Ayah yang memegang tangan Bundanya. Tina memeluk Bundanya. Seakan tahu kalau Bunda tercintanya telah tiada.

Sang Ayah menelpon ambulance. Tina terus menangis, meraung, menjerit. Tiba ambulance datang, Liliana segera di larikan ke rumah sakit. Dalam perjalanan, Tina merenung, entah banyak yang merasuki pikirannya. Ia merasakan sesuatu dalam hatinya. Siapa yang tak tahu hubungan batin seorang anak dengan ibunya.

*skip*
*RS*

Dokter Ryan, dokter yang selama ini menangani Liliana. Sebenarnya, Liliana mengidap penyakit jantung, awalnya ia tidak terlalu peduli dengan gejala yang dialaminya. Mahendra yang menyadari istri tercintanya sering merasakan mual dan cepat lelah, selain itu Mahendra juga kerap melihat istrinya pusing bahkan pingsan.

Dokter Ryan, yang akrab dengan panggilan Iyan, teman dekat Mahendra. Memerhatikan seksama yang di alami oleh istri sahabatnya itu. Mahendra mencemaskan keadaan istrinya, sehingga ia meminta bantuan kepada Iyan. Iyan menafsirkan bahwa Liliana mengalami penyakit jantung, dan benar saja dugaan Iyan mengenai penyakit Liliana.

Liliana mengetahui itu semenjak Tina berusia 5 th. Cukup lama sekali Liliana mengidap penyakit itu. Sedangkan, Mahendra mewanti-wanti keadaan Liliana yang semakin memburuk walaupun terapi ini itu tlah dilakukan. Tak ada yang tahu selain suami dan Iyan. Keluarga lainnya tak ada yang mengetahui hal tersebut.

Dokter Ryan segera memeriksa keadaan Liliana. Jam terus berputar. Yang awalnya pukul 11 malam, kini bertambah larut sampai dini hari. Mahendra cemas, melebihi kata cemas. Tina, yang di selimurkan oleh Akilla- ibu Pooja-, menjadi lebih tenang. Akhirnya, Tina di ajak pulang oleh Akilla. Kini tinggallah Mahendra, para mertua Opa, Oma, dan Mahez. Mereka terlihat tegang, apalagi Oma. Oma terlalu shock dengan keadaan menantunya, sehingga Oma pingsan.

Tiba-tiba pintu terbuka, melihatkan Dokter Ryan yang lengkap dengan pakaian dokter. Wajahnya begitu muram ketika keluar. Mahendra menyadari perubahan wajah Iyan. Seketika itu, air matanya menetes. Ia tak bisa membendung rasa sakit yang ia pendam selama ini. Cairan bening yang berkumpul di kelopak mata, kini menerobos keluar dari asalnya. Dunianya berhenti berputar, berbagai memori kenangan berputar di kepalanya. Dimana saat pertama kali ia bertemu dengan Liliana, dimana hari pernikahan mereka yang sederhana tapi memberikan kesan tersendiri bagi pasangan ini. Dimana mereka merayakan annive pernikahan, dimana mereka tertawa dengan kehadiran putri kecilnya, dimana Mahendra mengetahui Liliana memiliki penyakit jantung, dimana Liliana tersenyum disaat keadaan genting, dimana Liliana masih bisa tertawa dalam keadaan yang semakin memburuk. Mahendra sangat sangat mencintai istrinya. Nafasnya tertahan, tubuhnya kaku, tak bisa digerakkan. Ia terpukul dengan kepergian Liliana tercinta, pasangan sehidup semati, pacar abadinya.

Mahez melihat sahabatnya hanya bisa menunduk. Ia juga merasa kehilangan. Bagaiman tidak? Liliana adalah wanita yang mampu merubah Mahendra menjadi lebih baik. Wanita tangguh yang berjuang melawan penyakit berbahaya, wanita yang tak pernah mengeluh akan ujian yang di berikan. Wanita yang selalu tersenyum disaat berbagai masalah muncul, Mahez hanya mampu melihat tanpa mengucapkan kata-kata.

Mertuanya, Oma, Opa... tak kuasa melihat keadaan anak dan menantunya. Mereka kehilangan semua. Kehilangan sosok yang mampu menyempurnakan keluarga ini. Kehilangan sosok yang berhati malaikat. Apa yang akan mereka katakan pada cucu tercintanya, Tina?? Apakah mereka akan memberitahukan Tina mengenai Bunda tercintanya? Ataukah mereka tidak memberitahu sama sekali? Entahlah, mereka masih berduka atas meninggalnya sosok terpenting semua orang, terutama Mahendra.

"Apabila aku telah tiada, aku tak ingin berlama-lama di dunia ini. Bila aku meninggal, tak menghirup udara di dunia, semayamkan aku di hatimu. Semayamkan aku detik itu juga. Janganlah kau menangis disaat aku bersama Tuhan, apakah kau tak ingin melihatku bahagia bersama Tuhan? Kalau tidak, janganlah menangis. Hapus air matamu. Kau tahu kan, Cinta ku akan abadi bersama mu. Aku akan selalu hadir dalam setiap tidurmu. Aku akan menemui mu jika kau merindukanku. Lihatlah aku sayang, aku berada di dalam sini. Di hatimu, hari ini, esok, lusa, tahun depan, dan selamanya aku akan tetap di sini. Aku tahu kau kuat. Maka dari itu, janganlah menangis di depan jasadku, perlihatkan senyum menawanmu di hadapan jasadku, dan lihatlah aku juga akan tersenyum. Ingatlah, tersenyumlah disaat aku bersama Tuhan. Jangan buang air matamu itu. Aku mencintaimu AYASH MAHENDRA."

Jasad Liliana segera disemayamkan hari itu juga, Mahendra mengingat pesan Liliana kepadanya. Ia menguatkan hatinya, menatap jasad istrinya dengan senyuman yang menawan seperti kata istrinya. Dan Tuhan memang menyayangi istrinya, ia bisa melihat senyuman tercantik istrinya yang akan ia rindukan nantinya. Walaupun dengan keadaan tak bernyawa dan mata tertutup. Ia semakin menguatkan hatinya. Ia tak ingin istrinya kecewa. Ia berusaha setegar mungkin. Tersenyum, dan ikhlas dengan ujian ini.

"Aku juga mencintaimu KIRAN AYASH LILIANA, aku mencintaimu dengan segenap jiwaku. Ya, aku akan selalu mencintaimu sampai akhir hayatku Kiran. Datanglah jika aku merindukanmu. Buktikan ucapanmu itu sayang. Sungguh, walaupun aku tak rela kau pergi, tapi aku tak ingin kau bersedih melihatku menangis. Aku ingin kau tersenyum bersama Tuhan. Aku mencintaimu Kiran, aku mencintaimu, aku mencintaimu." Ucap Mahendra dalam hati yang tulus dengan senyuman yang mengembang.

Bagaimana? Maaf ya, agak gak jelas ceritanya. Vote dan comment ya?

Atas Nama SahabatTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang