MUngkin Begini Lebih Baik

90 6 0
                                    

TINA POV

Kenapa Pooja belum datang? Anak ini ngaretnya melampaui batas. Bagaimana ini, Pooja kau membuatku berbohong lagi. Ku pencet nomor Pooja dan mengirim pesan singkat padanya.

To : PoojaUnyuable

Pooja kau lama sekali, cepatlah jangan ngaret.

-terkirim-

Semoga Pooja cepat datang. Mataku tak henti-hentinya memandang hape sekedar menunggu balasan dari Pooja. Kurasakan hapeku bergetar, cepat-cepat aku membukanya dan berisi

From: KarelC

Tina, aku sudah menunggu di depan toilet. Kenapa kau lama sekali di toilet?

Mati. *menepuk jidat*

To: KarelC

Iya, sebentar lagi aku keluar.

-terkirim-

Aku segera merapikan rambut dan keluar dari toilet. Disana, Karel sedang menungguku tanpa jenuh sekalipun. Bagaimana aku tahu? Tahu lah, terbaca dari raut wajahnya. Oke, aku berjalan menghampirinya. Ia tersenyum kepadaku, membuatku meleleh seketika itu juga.

Ingat rencanamu Tina.

*tepuk jidat*, lagi. Aku lupa kalau aku tak boleh baper dalam peristiwa ini.

"Mengapa kau menepuk jidatmu sendiri?" Sebuah pertanyaan yang menyadarkanku akan tindakan 'menepuk jidat' tadi.

"Ah, tidak apa-apa."

"Em, sebaiknya kita segera pergi dari sini deh Karel." Tanpa persetujuannya aku menarik tangan Karel ke tempat semula kita bertemu. Tempat semakin ramai pengunjung. Ini, diluar dugaanku. Ku buka hape yang bergetar tadi, dan membaca pesan masuk dari, Pooja? Syukurr.....

From: PoojaUnyuable

Tina, aku sudah di lokasi. Kau dimana?

Aku segera membalas pesan Pooja. Dan terkirim. Langkah pertama aku harus mencari Pooja di pintu bagian utara. Disini, pintunya dimana-mana. Sebelah utara ada, barat ada, timur ada, dan selatan juga ada. Posisiku dan Karel saat ini berada di pintu sebelah barat.

"Karel, kita ke sana yuk."

"Ngapain? Disana itu ramai Tina. Karena pintu utara menjadi pusat utama pintu masuk."

"Hmm, Ya sudah, aku pergi sendiri saja." Aku pergi meninggalkan Karel, tapi tangannya mencegah tanganku. Ya Tuhan, jangan membuatku baper lagi.

"Tina, baiklah aku akan menemanimu."

"Terimakasih Karel." Aku hampir saja memeluknya jika tak ada orang yang menyenggolku. Ih dasar orang aneh. Udah nabrak gak minta maaf, jablas aja.

"Tina, aku tahu kau sedang menyumpah nyerapah orang yang menyenggolmu tadi."

"Heh-_- Karel..." geramku. Dia selalu bisa membaca pikiranku. Apa dia punya bakat membaca pikiran orang? Kalau iya, kenapa baru sekarang aku merasakannya?

"Aku tak punya bakat membaca pikiran Tina." Aku hanya menganga mendengar ucapannya. Tuh kan, dia baru saja membaca pikiranku.

"Hahahaha... jangan terlalu kau pikirkan Tina." Aku mengangguk. Dan mulai berjalan ke arah pintu utara. Di jalan, dia tak henti-hentinya mengoceh. Aku bingung, biasanya cewek kan ya, yang suka ngoceh. Tapi ini, kebalikannya. Lupakan, aku harus fokus mencari Pooja. Mataku bekerja sesuai fungsinya. Menatap ke segala arah, dan mataku berhenti pada satu titik, yaitu Pooja. Lega, lega.

"Karel, aku kesana sebentar ya! Kau tunggu sini."

"Tidak, nanti kau hilang bagaimana?"

"Tak akan."

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Nov 15, 2015 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Atas Nama SahabatTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang