Alam 1

2.3K 65 7
                                    

"Tidak. Abah tidak akan menerima lamaran duda itu untukmu. Kau anakku yang terlalu berharga hanya untuk mendapatkan seorang duda." ucap pria setengah baya yang sudah merawatku selama 26 tahun ini, Abahku tersayang.

"Tapi Abah, apakah hina seorang manusia dengan status duda?" tanyaku lembut, ingin menyangkal penolakannya tersebut.

"Tidak. Duda tidak hina di mata Allah Nak. Yang hina adalah prosesnya, yaitu perceraian. Allah memang tidak melarang perceraian, namun Allah membenci hal itu Nak. Dan pria itu sudah melakukan salah satu hal yang dibenci Allah." jawab beliau bijak.

Aku hanya terdiam mendengar jawaban beliau. Apa yang dikatakan beliau benar. Menurut logika pun aku setuju dengan beliau. Perceraian itu dilarang oleh agamaku, agama kami. Namun entah mengapa, sudut hatiku tidak bisa menerimanya. Baru aku hendak menyangkalnya saat tiba-tiba Kak Halimah sudah berkata.

"Dek, udah malem, mending kamu tidur aja. Besok kita bicarakan lagi hal ini ya."

"Tapi Kak..." Kucoba untuk menyangkal.

"Udah. Coba disholati dulu aja. Kalau jodoh nggak ke mana. Minta petunjuk pada Sang Pemberi Jodoh." ucapnya berbisik padaku.

Dan dengan terpaksa aku masuk ke dalam kamar, berusaha berfikir lagi apa yang harus kulakukan terhadap masalah yang tiba-tiba datang padaku ini. Tentang lamaran tiba-tiba seorang pria yang merupakan salah seorang wali dari muridku, namun dengan statusnya yang duda karena bercerai membuat Abah tidak merestui hal tersebut. Namun itulah Abah, bukan pertimbangan picik yang beliau lakukan, namun pertimbangan karena Allah SWT. Allah SWT membenci perceraian, dengan begitu Abah juga membenci perceraian.

Yah, Abah terlalu mencintaiku sehingga tidak akan bermain-main dengan siapa calon imamku. Standar tinggi yang dipatok beliau semata-mata hanya menginginkan supaya aku berada di bawah bimbingan orang yang benar. Dan orang yang sudah melakukan perceraian dianggap beliau bukan orang yang tepat untukku.

Namun aku juga memiliki fikiran yang lain. Pria itu memang menyandang status duda karena bercerai, namun dia bercerai pasti dengan alasan yang kuat kan. Dan bukankah jika suatu pernikahan justru membawa banyak mudharat, lebih baik untuk mereka mengambil jalan cerai.

Ah, entahlah, lebih baik sekarang aku tidur, dan nanti malam aku bertanya dan berkonsultasi kepada yang lebih ahli, yaitu Sang Pemberi Kehidupan.

==========

Keesokan harinya seperti biasa, rumah sudah ramai dengan celoteh keponakanku yang berusia 1 tahun lebih. Yah, Kak Halimah sudah menikah dengan seorang ustad di salah satu pondok pesantren di desa kami, dan mereka sudah dikaruniai seorang putri yang cantik.

Proses perjalanan cinta Kak Halimah dengan suaminya tersebut juga mengalami beberapa hambatan dari Abah. Bang Abas memang seorang ustad, namun dulunya dia seorang pemabuk dan penjudi. Entah bagaimana datangnya hidayah dari Allah SWT sehingga dia bisa berubah menjadi sealim dan sebaik sekarang. Dan karena masa lalu Bang Abas itulah Abah sempat menolaknya berkali-kali.

Namun seperti yang Kak Halimah katakan tadi malam, 'kalau jodoh tidak akan ke mana', apalagi jika Sang Pemberi Jodoh sudah turut campur dalam hal ini. Hal yang tidak mungkin pun menjadi mungkin.

Karena kegigihan Bang Abas dalam melamar Kak Halimah, akhirnya Abah memberi beberapa persyaratan yang bagi orang biasa pasti mereka akan menyerah sebelum berperang. Namun tidak dengan Bang Abas, beliau dengan keyakinan menyanggupi persyaratan tersebut, dan dengan bantuan Allah SWT, beliau berhasil melaksanakan semua persyaratan tersebut. Dan yah, hasil akhirnya mungkin tidak seperti di negeri dongeng, happily ever after. Tapi satu yang pasti, mereka bahagia hingga saat ini dikaruniai seorang putri cantik.

Menggenggam AlamTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang