Muhammad Fajar Alamsyah, nama seorang pria yang tiba-tiba mengusik kehidupanku dengan proposalnya yang juga tiba-tiba. Bukan pria tampan seperti aktor-aktor di televisi, bukan juga pria kaya yang akan membuat banyak wanita bertekuk lutut karenanya. Namun pria yang istimewa di mataku. Istimewa karena ketangguhannya dalam membesarkan putri semata wayangnya seorang diri. Selama 3 tahun menjadi seorang single parent, merangkap peran sebagai ayah dan juga ibu dalam waktu bersamaan, hingga putrinya sekarang berusia 4 tahun.
Itu bukan sebuah tugas yang mudah bagi seorang pria. Dan karena satu hal itulah, hatiku memberinya nilai plus tersendiri.
Hatiku selalu menghangat bila mengingat tentang beliau. Astaghfirullahaladzim. Tidak seharusnya ada perasaan seperti ini di hatiku.Ditambah lagi dengan kejadian tadi siang, dengan tegas Abah menolak proposal beliau untuk meminangku. Membuat sebersit kekecewaan di hatiku. Tapi apa daya, katakan aku pengecut. Aku hanya tidak mau bertindak kurang ajar dengan membantah orang yang telah membesarkan dan mendidikku hingga umurku saat ini.
Di benakku saat ini, tiba-tiba teringat gadis kecil dengan senyumnya yang dihiasi gigi ompongnya, Celina Alamsyah. Seorang gadis kecil yang telah memikat hatiku sejak pertama kali melihatnya. Ditambah lagi setelah mendengar cerita tentang perceraian orang tuanya, membuatku mengagumi sosok gadis kecil itu. Ditinggalkan sang mama saat usianya bahkan baru 1 tahun, namun semua itu tidak mengurangi keceriaannya dalam menjalani kehidupannya. Benar-benar membuatku tanpa sadar terpikat terlalu kuat padanya, bahkan kurasa aku sudah terlanjur jatuh cinta pada gadis kecil itu.
Dan jujur saja, saat proposal Pak Fajar ditujukan padaku, wajah Celina yang tersenyum lebarlah yang langsung merangsek di fikiranku. Aku menyayangi gadis kecil itu, bahkan aku sangat mencintainya. Seandainya Allah mengijinkan, aku juga bersedia untuk menjadi pengganti ibu dari gadis kecil itu. Namun sepertinya Allah sudah memberikan keputusan-Nya melalui Abah.
Aku hanya bisa menghela nafas panjang. Membayangkan wajah Pak Fajar siang tadi yang sarat dengan kekecewaan, namun tetap berbalut senyum, membuatku secara langsung memikirkan tentang Celina. Gadis kecil itu pasti juga sama kecewanya dengan sang ayah. Teringat senyum lebarnya saat memamerkan perihal mama barunya kemarin, membuat hatiku sedikit nyeri. Semoga keputusan ini tidak akan menghilangkan senyum lebar di wajah gadis kecil itu.
==========
Pagi-pagi aku sudah bersiap-siap berangkat ke sekolah. Dan seperti biasa, di ruang makan sudah ramai dengan keluarga Kak Halimah yang akan memulai sarapan pagi mereka.
"Udah mau berangkat Dek?" tanya Bang Abas yang melihatku datang.
"Iya. Kenapa Bang?"
"Nggak apa-apa. Itu kayanya tadi Abah mau bicara sama Dek Hana." jawab Bang Abas.
Abah ingin berbicara denganku? Masalah apa lagi? Bukankah masalah tentang proposal Pak Fajar kemarin sudah selesai dengan hasil akhir sebuah penolakan. Hah, entahlah. Nanti sepulang sekolah aku juga akan mengetahui tentang apa itu.
"Nanti aja deh Bang, pulang sekolah. Hana piket pagi ini." ucapku.
"Oh baiklah, nanti Abang sampaikan pada Abah."
"Oke deh Bang."
"Oke deh, oke deh. Kalau ngomong sama abangnya itu yang bener." Tiba-tiba sebuah toyoran sudah mendarat mulus di kepalaku.
"Ck. Selalu gini. Nggak pernah ada yang belain."
"Makanya nik..." Belum selesai Kak Halimah menjawab aku sudah memotong.
"Iya tau tauuuu. Nikah kaaaannn? Calonnya dulu manaaa? Yang nggak pake ditolak." rajukku.
Dan hanya dijawab oleh Kak Halimah dengan Bang Abas dengan tawa mereka. Bahkan keponakanku yang belum tahu apa-apa juga ikut menertawakanku.
KAMU SEDANG MEMBACA
Menggenggam Alam
RomanceKeinginan manusia tidak boleh berlebih, tapi bagaimana jika dia ingin menggenggam alam? Apakah Sang Pemilik Kehidupan akan mengabulkannya?