Hai. Aku melihatmu hari ini. Di sudut kafe yang dulu biasa kita tempati, di sela-sela waktu kencan saat kita sibuk menyelesaikan tugas sekolah.
Kau ingat itu kan, Sayang?
Iya. Dulu kau sering mengajakku menghabiskan waktu berkencan dengan belajar. Atau sebaliknya? Haha.
Kau mengamatiku sekilas, dari ekor mata yang mengikuti setiap pergerakan tubuhku.
Sesekali kau akan menanggapi obrolan ringan bersama perempuan cantik yang menjadi teman kencanmu kali ini—entah untuk yang ke berapa kalinya.
Kau terlihat rupawan hari ini, Sayang. Dengan sweter hitam yang kuingat merupakan hadiah dariku untuk ulang tahunmu yang ke enam belas. Kau memadukan sweter itu dengan celana jins cokelat kayu yang menjadi favoritmu. Tatanan rambutmu kau buat acak, seolah menegaskan kesan bad boy pada dirimu.
Kau tahu, meski seringnya kucibir caramu menata rambut, tetapi hatiku akan menjerit setiap melihatmu. Seperti fans yang mengagumi idolanya.
Sial. Aku memang mengagumi setiap hal yang ada pada dirimu!
Aku hampir kewalahan menahan napas, memperhatikan setiap belaian yang diberikan perempuan itu pada tanganmu.
Keinginanku begitu kuat; melangkahkan kakiku lebih dekat dan menangkapmu, kemudian menyembunyikanmu dari sentuhan-sentuhan agresif Nenek Sihir itu.
Hah! Aku menjadi perempuan picik hanya karena cemburu.
Namun... aku tak berkutik. Mulut dan tubuhku memilih bungkam.
Berjarak dua meter dari tempatmu, aku menunggu... kapan kau akhiri drama konyol ini, Sayang?
Aku masih akan bertahan, jika kau menungguku meraung dan melepaskanmu.
KAMU SEDANG MEMBACA
Hilang
ChickLitAku tahu gigihnya kau melenyapkanku dari sisimu, Mungkin kau lupa, aku tidak akan beranjak sebelum namaku hilang dari hatimu.