-
-
-
Saldama Dwiwarna Syach
"...Nanti kamu dijemput adik saya... ciri-ciri nya, dia itu tinggi, kulit sawo matang, em... rambut nya cepak, badan nya agak atletis, suka pake kacamata hitam dan.. ah... apa ya... hidung nya mancung..dan dia itu suka ngerusuh..eh engga.. dia itu pakaian nya rapih dan... kalo engga dia itu pake seragam jemput kamu.."
Untung saja yang berbicara ini adalah mbak Hana, boss ku. Kalau saja dia ini penjual kue pancong di depan kampus ku dulu, akan ku hajar dia habis-habisan. Ini sudah jam satu siang, sudah dua jam juga aku duduk terpaku dikursi panjang yang terletak di depan pintu kedatangan bandara, mataku juga sudah lelah untuk melirik ratusan atau bahkan ribuan orang yang sedang mondar-mandir di depanku. Namun ciri-ciri yang di bicarakan mbak Hana tidak tampak daritadi. Pembicaraan mbak Hana sudah kuhapal di luar kepala, bahkan ku rapalkan diam-diam. Tinggi, berkulit sawo matang, badan atletis, berambut cepak, suka pake kacamata, pake baju rapih dan kadang berseragam.
Apakah adik mbak Hana ini ada seorang siswa SMA? Jangan-jangan dia belum pulang sekolah, maka dari itu tidak muncul sampai saat ini. Hawa yang lumayan sejuk seperti memanggilku ke alam mimpi. Aku sedikit mengantuk dan memang butuh istirahat. Ah! Lebih baik ku kirimi pesan pada mbak Hana saja.
To Mbak Hana : "Mbak. Saya pakai taksi saja ya"
Selesai mengirimkan pesan pada mbak Hana, akupun berdiri dan menarik koperku lalu berjalan menuju taxi station.
"Taksi mbak?" Ucap seorang supir taksi berbadan tegap dan terlihat masih muda saat aku baru ingin menyebrang
"Iya pak"
"Mau kemana mbak?"
"Ke hotel Golden Tulip pak.." jawab ku cepat karena malas mencari taksi-taksi lain. Lagipula ini adalah taksi khusus Bandara yang berwarna biru.
"Waah.. jangan manggil Bapak dong, saya masih muda ini. Mungkin seumuran juga hehehe.. Sini koper nya biar saya masukin ke bagasi" Balas nya sambil tersenyum lalu mengambil koperku dan memasukanya ke dalam bagasi taksi. Aku pun langsung masuk ke dalam mobil dan duduk di kursi penumpang di bagian belakang. Tak berapa lama supir taksi itu pun masuk lalu mulai menghidupkan mobil nya.
Mobil pun berjalan secara santai namun lumayan cepat. Aku mulai mengotak-ngatik handphone ku sambil menunggu balasan pesan mbak Hana namun belum muncul juga.
"Dari Jakarta ya mbak?" Sahut sopir taksi
"Iya pak... eh bang" jawab ku kikuk karena tidak tau harus memanggilnya dengan sebutan apa
"Panggil Gemal aja, tapi kalo mau manggil saya abang juga gapapa" jawabnya
"Oh.. iya hehe"
"Urusan kerjaan ya mbak?"
"Iya bang.." jawab ku sekena nya
Mataku rasa nya berat sekali. Kemarin, aku harus menyetir dari Bandung menuju Jakarta, malam nya menyiapkan berbagai perlengkapan dan pagi nya harus sibuk dengan segala tetek bengek untuk transportasi menuju ke Bandara. Hawa sejuk AC di taksi ini membuatku mengantuk bukan main. Tapi, aku tidak boleh lengah. Bukan maksud ku untuk mulai berpikiran negatif terhadap orang lain, namun seharus nya aku perlu waspada kan? Kejahatan kini ada dimana-mana dan dapat menjelma menjadi apapun
Suasana kota Lampung lumayan ramai, tapi tak seramai di Jakarta sana. Dulu saat pertama kali kesini aku merasa bahwa bahasa lokal yang mereka pakai adalah bahasa Padang atau Palembang, tapi ternyata tidak. Aksen bicara dan logat nya begitu mirip sehingga membuatku berpikir mereka itu sebenarnya adalah warga sumatera barat dan selatan yang berhirjah kesini.

KAMU SEDANG MEMBACA
Lonely Hours
RandomJika kalian mengenal Nauval, maka kalian mengenal Pras. Jika kalian tau Nauval dengan Andini, maka disini kalian harus tau Pras dengan siapa? Pras si Perwira tolol yang jujur dan seorang pemuda tampan yang Playboy pernah jatuh cinta. Pada seorang ga...