Bab 2

137K 6.7K 124
                                    

Dua tahun yang lalu....

Utari yang sedang mencuci rambut pelanggan di salon tempatnya bekerja langsung terjelengar melihat kedatangan sang ibu.

"Tari! Bapakmu...."

Tari mengambil handuk kecil, membungkus kepala pelanggannya, sebelum pamit untuk menghampiri ibunya. "Bapak kenapa, Bu? Ibu kok ada di sini, bukannya kalian pulang ke Mojokerto?"

"Bapakmu ditangkap orang proyek dan dikeroyok."

"Ma-maksudnya?"

"Ibu jelasin di jalan, kita harus segera menyelamatkan bapakmu."

Tari akhirnya mengajak Sundari naik taksi supaya lebih cepat. Di dalam taksi, Utari menagih penjelasan ibunya. Sundari dengan menyesal bercerita kalau dirinya dan Sunardi sang suami tak bisa pulang ke Mojokerto seperti rencana awal. Menurut Sundari, kampung halaman mereka bukan tempat yang ingin Sunardi tuju. Di sana ayah kandung Utari itu memiliki banyak hutang dan banyak musuh, lebih aman tetap di Jakarta meskipun berat bertahan.

"Terus kenapa bapak sampai tertangkap orang proyek?"

"Bapakmu nyuri satu sak semen, dan ketahuan."

Tari memijat kepalanya yang pening. "Buat apa bapak nyuri material bangunan, Buk?"

"Untuk dijual, uangnya buat makan. Kami sebenarnya tinggal di bangunan belakang rumah itu secara diam-diam selama sebulan ini. Ibu sudah ngajak bapakmu pindah pas pemilik rumah mau renovasi, tapi kata bapakmu pekerja proyek tidak akan ke area belakang soalnya terkenal angker."

"Itu rumah siapa?"

"Mana Ibu tau, Tari. Kami tidak sengaja nemu rumah itu kosong, dan pagarnya tidak pernah dikunci."

Utari mendesah. Ada kekecewaan bercampur kesedihan di raut wajahnya yang memucat. Ia merasa bersalah karena tak bisa mencarikan tempat tinggal untuk orang tuanya. Mereka dulu keluarga berada, sebelum ayah Tari jadi korban investasi bodong yang menyebabkan bisnisnya hancur dan rumah mereka terjual.

"Nah, di situ. Stop, stop, Pak." Ibu Tari meminta supir berhenti di rumah dengan pagar putih yang catnya sudah kusam. Mereka turun, Sundari bertanya pada salah seorang pekerja di dekat pintu, ke mana pekerja yang lain membawa pria pencuri semen tadi.

"Kalian siapanya emang?" sinis si pekerja yang usianya tak lebih tua dari Utari.

"Aku anaknya, tolong beritahu kami, di mana kalian membawa bapak?"

Terdiam sejenak, pekerja yang ditanyai tampak memperhatikan penampilan Tari sebelum menjawab, "Kebetulan Pak Ammar, pemilik rumah ini datang. Jadi mandorku menyerahkan bapakmu ke Pak Ammar."

Sundari tak sabaran menyela, "Di mana mereka sekarang?"

"Di dalam, di ruang tamu--"

Sundari menerobos masuk tanpa menunggu pemuda tadi menyelesaikan kalimat. Utari hanya bisa mengejar sang ibu. Sementara itu di ruang tamu keluarga besar Baharudin yang masih acak-acakan karena dalam proses renovasi, Ammar tampak kesal pada mandornya karena telah membuang waktunya dengan mengadakan sidang dadakan hanya untuk seorang pencuri semen.

"Kenapa Pak Ali harus menyerahkan pencuri ini pada saya? Bawa saja ke kantor polisi."

"Masalahnya, pencuri ini juga sudah tinggal di paviliun belakang secara diam-diam selama satu bulan ini," jelas mandor Ammar membuat sang bos menatap ke pria tua yang habis babak-belur dihajar. "Mas Ammar mau saya gimana? Laporin kasus pencurian saja, apa penyusupan sekalian?"

Ammar pernah di posisi tak bisa makan dan tak memiliki tempat tinggal. Ia tahu benar bagaimana sulitnya bertahan hidup, hingga apapun yang bisa dilakukan mungkin akan dilakukan. Ammar tak tega. Hati kecilnya memberi saran untuk melepaskan saja pria tua itu. "Karena dia sudah kalian pukuli, jadi sebaiknya--"

LOVE PILOTSTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang