Kak Melo lagi gila, guys. Dia obral PDF Majikan Adalah Maut, Love Heals, dan Love Pilots cuma 50k aja! Tiga judul lho, cuma 50k aja. Kalau kalian beli di Karyakarsa/KBM per judul itu sekitar 99k kalau beli sampai tamat. Ini PDF-nya diobral semurce ini.... Cuma untuk 10 orang tercepat aja!
***
12. Pembebasan
Utari melepas handuk dari kepala. Menyunggar rambut basahnya beberapa kali dengan jemari. Setelah mengeringkan tubuh. Ia mengenakan lingerie merah pemberian Ammar. Matanya memandangi cermin dan sedikit kagum pada pakaian seksi yang menggantung pas di tubuh wanita dalam pantulan. Selesai bersiap, ia menarik napas dalam. Menenangkan diri sejenak. Malam ini agak berbeda, rasanya ia akan segera pergi ke medan perang. Utari mematikan lampu kamar mandi dan membuka pintu, kamar Ammar tampak amat terang. Sementara pemiliknya berbaring miring di kasur dengan kedua tangan diselipkan di bawah kepala. Ia hanya mengenakan celana boxer. Utari mematung sejenak, terhanyut pada pesona Ammar untuk sesaat. Mata Ammar terpejam, ia mungkin sudah tidur.
Utari melangkah ke arah saklar lampu, mematikan penerangan utama kamar Ammar. Ia ingin memastikan suaminya mendapatkan tidur nyenyak malam ini. Bukan karena Utari tak ingin disentuh oleh Ammar. Satu sisi hatinya yang paling lembut mengharap Ammar cukup istirahat agar penerbangannya besok aman. Dipungutnya selimut untuk menyelimuti diri dan lelaki di sebelahnya. Selagi Tari perlahan-lahan berbaring di sebelah Ammar, punggungnya yang tak sengaja menggesek dada Ammar membuat sang suami terbangun.
"Ck, sial!" Ammar mengumpat parau.
Utari reflek beringsut menjauh mendengar suara tersebut. Ruangan yang gelap membuat Tari tak yakin apakah Ammar terbangun atau sedang mengigau. Namun tak butuh waktu lama untuk meyakinkan diri, karena beberapa saat setelahnya Tari merasakan sebuah lengan merangkul pundaknya. Menariknya merapat.
"Aku membiarkan lampu menyala supaya bisa melihatmu keluar dari kamar mandi mengenakan lingerie seksi, tapi aku malah ketiduran."
Tanpa sadar Utari tersenyum. Dan, ya, ia harus merutuki dirinya sendiri, yang tersenyum seperti orang bodoh. Untung lampu kamar masih mati, sehingga Ammar tak dapat menangkap senyumnya. "Kamu ingin aku menyalakan lampu?"
"Ya." Suara berat Ammar yang mantap terdengar semakin seksi ketika serak. Lagi-lagi, Utari merasa harus mengumpati pikirannya yang mulai tidak waras karena terkesan pada suara Ammar.
Utari berguling, berdiri dan berjalan kembali ke arah saklar lampu. Ia menyalakannya kemudian membalikkan badan, menghadap Ammar. Bola mata Ammar tak bergerak, tapi entah bagaimana Utari merasa seakan dirayapi tatapan Ammar dari atas sampai bawah. Ammar bangun dan bersandar dengan siku. Tatapannya menjelajah ke paha, pinggul, dan dada sekal Tari. Lingerie merah dengan keliman renda warna senada melekat ketat di tubuh Tari. Bahannya yang tipis berhias bordir bunga di beberapa titik erotis membuat Utari tampak sangat menggoda sekaligus penuh rahasia. Tatapan Ammar jatuh ke kaki Utari lagi. Ia mulai melirih, seakan membaca puisi. "Kamu cantik dan ... indah." Matanya menelusuri tubuh Tari sampai mereka berserobok pandang. "Jadi mana mungkin aku bisa melepaskanmu?" lanjutnya.
Wow. Apakah Ammar baru saja merayuku? Utari hanya mengembuskan napas perlahan. "Ammar, kalah kamu mau membuka matamu, ada banyak sekali wanita lebih cantik dari aku."
"Jadi menurutmu aku sedang bermimpi saat ini? " Ammar tersenyum malas ke arah istrinya. Ia mengacungkan jari dan menunjuk Tari. "Aku mau lingerie itu kembali, sekarang."
"Sekarang?"
Ammar mengangguk. "Sekarang. Lepaskan, itu milikku."
Utari tertawa gugup, ia hendak meraih lampu. Sebelum bisa mematikannya, Ammar berdiri. Berjalan melintasi kasur lalu melompat ke lantai, mendarat tepat di depan Tari. Sorot matanya jail, tapi juga tegas. Ammar mencengkeram tali lengan lingerie dan menariknya ke bawah tanpa ragu. dilepaskannya baju menggoda itu lewat kaki jenjang Utari. Ammar melemparkan lingerie merah ke belakang, entah ke mana? Dan Utari tak bisa berkutik di hadapannya. Sang perempuan terpajan penuh. Mata Ammar membaca setiap lekukan tubuh Utari dengan hikmat, membuat Tari mengembus napas bergetar.
Utari tak ingat satu kali pun, bahkan sebelum menikah dengan Ammar. Saat ia merasa paling indah. Ammar meresapinya seakan ia merupakan satu di antara delapan keajaiban dunia. Belum ada lelaki yang menghujaninya pandangan kagum, Utari bahkan tak merasa Habibie pernah menatapnya seistimewa Ammar menatapnya saat ini.
Ketika tubuh Ammar condong ke depan untuk menangkup wajah Tari. Wanita itu mengerakah seluruh kesadaran untuk mengelak bibir Ammar. Sayangnya, ciuman yang tak pernah diinginkan Utari tiba tepat waktu. Bibir Ammar yang lembap, tapi hangat menyapanya syahdu. Ammar mencium dengan menuntut. Lidahnya kasar dan tak kenal ampun. Sialnya Utari menyukainya. Ia suka merasa diinginkan seperti ini. Ia menyadari, selagi jemari Ammar dengan perlahan merambat turun di tulang punggung Utari, kecemasan dan hasrat untuk menolak ciuman Ammar mulai memudar.
Ammar menarik Utari ke tubuhnya, dada telanjang mereka saling menekan. Sebelum dikuasai gairah sepenuhnya, Utari melepaskan diri sekuat tenaga. "Kuperjelas sekali lagi. Aku tidak ingin kita berciuman."
Perkataan Tari membuat Ammar gemas. Jelas-jelas bibir dan tubuh wanita itu begitu menikmati, begitu mendamba. Ammar menyudutkan Utari ke dingin di samping saklar, kedua tangan Ammar membentengi sisi-sisi tubuh istrinya hingga perempuan itu tak punya ruang untuk lari. "Kenapa?"
"Itu perjanjian kita, Ammar."
"Kenapa aku harus mematuhi perjanjian konyol yang sama sekali tidak menguntungkan untukku?"
"Karena ... aku ... aku...."
Ammar mengangkat dagu Tari. "Tidak mencintaiku? Atau akan segera meninggalkanku?"
"Aku takut hatiku goyah karenamu." Dengan jantung berdegup kencang Utari mengakui keresahan.
Ammar seperti mobil yang baru saja diinjak gasnya dalam-dalam. Hasratnya melaju cepat, tak tahu haluan. Ia lekas membalik tubuh Tari dan menurunkan celananya. Lalu menarik pinggul Utari agar lebih mudah dimasuki. Ammar memberikan kecupan bertubi di sepanjang punggung Tari hingga leher. Satu tangannya menyusup celah hangat di antara kaki Utari yang bersih tanpa rambut. "Kamu sudah sangat siap. Sangat licin dan basah," bisik Ammar membuat pipi putih Tari merona.
Suara-suara lirih penuh gairah meninggalkan mulut Utari ketika Ammar mulai bergerak keluar masuk dengan hati-hati. Detik berubah jadi menit. Jemari digantikan tangan. Rayuan berubah jadi siksaan. Siksaan berganti menjadi kenikmatan tak terbayangkan.
"Tari," bisik Ammar, perlahan menelusurkan bibirnya di tengkuk sang istri. "Berikan hatimu padaku. Aku ingin kamu goyah."
Kata-kata Ammar membuat Utari tak nyaman. Ia menarik diri, membuat milik Ammar yang sedikit lagi klimaks harus gigit jari. "Jangan salah paham, aku tadi cuma asal bicara."
Ammar mengangkat tubuh Tari, membawanya ke kasur. Ia mengusap bibir Utari sebelum menghadiahkan ciuman mendalam. Permainan berlanjut. Ammar mengisi lagi celah Tari dengan semangat yang lebih membara. Rasanya tak ada yang lebih sempurna dari mengejar puncak sambil berciuman. Saling menghisap keresahan, saling bertukar kekhawatiran, saling mencecap perasaan yang coba di sembunyikan. Usaha Ammar tak sia-sia, seluruh tubuh Utari menegang akibat gelombang rasa yang dihantar Ammar.
Utari masih memejam sembari mengatur napas, dadanya naik turun dengan pucuk yang masih menegang indah. Ammar berguling ke samping, mengamati ekspresi Tari sepuas mungkin. "Baguslah, aku rasa aku mulai membuatmu kencanduan."
"Berpikirlah sesuka hatimu. Aku nggak peduli," sinis Utari sambil menarik selimut untuk menutupi tubuhnya.
Ammar tersenyum. Kali ini senyumnya lebar dan terlihat penuh kemenangan. Ia membuka laci nakasnya dengan sebuah kunci, mengambil ponsel untuk diberikan ke Utari. "Nih, ponsel kamu kukembalikan."
Mata Tari melebar, ia tak mampu menutupi kebahagiaan.
"Besok kamu bebas melakukan apa pun, aku tak akan mengurungmu lagi."
Maka besok aku akan pergi. Selama-lamanya dari hidupmu, Ammar.
***
KAMU SEDANG MEMBACA
LOVE PILOTS
RomanceGiorgino Ammar seorang pilot tampan dan sukses yang dulu sempat jadi korban bully. Kini tujuan Ammar hanya satu, menikahi Utari untuk balas dendam. Utari merupakan cinta pertamanya, yang membuat dia dulu dirundung semasa SMA karena penolakan keja...