Part 5

4.8K 274 0
                                    

Kesungguhan untuk meneruskan hidup di samping berusaha untuk membina laluan harapan untuk besok dan hari-hari seterusnya, sudah cukup membuatkan aku hampir saja melupakan semua cerita sedih. Dugaan demi dugaan yang datang tidak terhingga dan aku cuba menghadapinya dengan lebih tabah. Namun tidak lepas aku mengangkat tangan kedua tanganku menadah doa, Tuhan tabahkanlah hatiku untuk menempuh keadaan seperti ini. Aku hanya insan biasa yg hanya mahu hidup tenang dan bahagia.

Sungguh hidup ini seperti sudah tertimpa dengan pelbagai masalah. Satu dan kemudian menyusul satu lagi masalah. Hari ini bertambah lagi dengan satu masalah, dan aku kira semuanya hanyalah semata-mata rancangan jahat kak Sofie.

"Mama jadi berangkat hari ini?" Soalku sambil berusaha tenang.

"Iya, emang kenapa? Menurut kamu aku gk boleh pergi? Gitu kan maksud kamu Prill?" Jawab mama Tari (mama tiriku). Waktu itu aku ngerasa serba salah, gk mungkin kan mama gk tahu keadaan aku gi mana saat ini. Apa mama tega biarin aku sendiri di rumah dengan keadaan aku sedang hamil besar saat ini. Aku sudah tidak punya siapa-siapa lagi, hanya pada mama Rita yang aku harapin saat ini.

"Diam kan kamu? Kalau kamu ngerasa mau ngelahirin, iya tinggal usaha sendiri dong. Nyari taksi sendiri atau kamu lahirin aja di sini, susah amat." Ucap mama Rita lagi. Ternyata mama bener-bener mau pergi ninggalin aku sendiri.

Kenapa aku rasa sakit banget? Kenapa aku rasa tersiksa banget? Bukankah aku sudah berjanji untuk membuang semua rasa itu dalam diriku. Bukankah aku juga yang berpesan kepada hati agar jangan mudah terkilan lagi. Aku juga yang memutuskan untuk menjadi manusia yang tabah. Rupanya aku terlupa, aku ini masih manusia yg memiliki hati dan perasaan. Mana mungkin aku terlepas daripada rasa seperti itu.

"Jangan karna kamu sedang hamil besar, dan bentar lagi mau ngelahirin aku gk bisa pergi liburan ke Singapore. Gk gampang Prill aku mau ke sana, ini juga karna Sofie yg ngajakin aku libur. Kalau gk di ajak, iya kapan lagi Prill." Ucap mama Rita sinis.

Aku menangis lagi, tapi tangisanku singgah di dalam hati saja. Untuk sekian kalinya, hati kecil yg sudah hancur itu hanya mampu menangis. Aku tahu kak Sofie yg merancang semua ini karana dia tahu aku bakal ngelahirin gk lama lagi. Kak Sofie emang pengen aku liat aku sakit sendirian. Malah, mungkin bisa mati tanpa pengetahuan siapa pun. Yang lebih menyakitkan lagi, satu kelurga pergi libur. Sudah ketahuan bener kak Sofie mahu aku sendirian menghadapi saat sesukar ini. Kenapa kak Sofie benci bener sama aku. Apa salah aku ke dia coba? Apa segitunya dia membenci aku. Hanya di sebabkan aku ini anak dari isteri kedua alm papa, kak Sofie dendam dengan aku sehingga ke hari ini. Tapi bukankah kami tetap kakak adik, cuma hanya berlainan mama. Itu aja.

Sudahlah, mungkin ini nasibku. Nanti kalau udah waktu buat aku ngelahirin, aku bisa pergi sendiri.

"Habis ini kamu pergi mandiin Galang dan Gilang, setelah itu kamu beri mereka makan." arahan mama Rita sebelum meninggalkan ruang dapur.

Capek! Dengan keadaan aku seperti ini. Mama Rita nyuruh aku mandiin anak-anak kak Sofie yg berusia tiga dan lima tahun itu. Apa mama Rita gk liat yg aku udah gk berdaya untuk mengurus mereka yg super aktif.

Air mata ku jatuh juga. Sejak menumpang rumah mama setelah Ryan ngusir aku dari rumahnya, aku merasakan mama semakin mendera aku. Dengan urusan rumah serta menjaga anak-anak kak Sofie juga menjadi tangungan ku. Sebelum kedatangan ku, anak-anak kak Sofe di hantar ke rumah asuhan anak-anak. Tapi bila dapat tahu aku balik lagi, kak Sofie langsung membawa anak-anaknya ke rumah. Aku tahu kak Sofie mahu jimat duit, jadi gk perlu dia bayar sepersen pun.

Pernah juga mereka bertengkar dan aku cuba meleraikan, sudahnya perutku yg menjadi mangsa tendangan mereka. Namun apa daya, aku perlu bertahan utk sedikit masa lagi sehingga aku selamat lahirin anakku. Setelah itu aku akan merancang masa depan aku dan anakku.
_________________________________________

"Mama, kita jadikan libur. Aku udah tempah semuanya." Aku mendengar perbualan antara kak Sofie dan mama tentang rancangan liburan mereka.

"Iya dong harus jadi." Kata mama

"Iya, mungkin aja mama mau nunggu dia lahiran aja daripada ikut aku liburan." Kata kak Sofie.

"Hahaha. Iya gk lah.! Ngapain juga nunggu dia lahiran. Terserah dia aja, dia yg hamil dia yg mahu lahiran. Kenapa mau nyusahin hidupa mama. Apa untungnya mama coba." Ucapan mama bener-bener buat aku kecewa. Mataku sudah mulai ingin mengeluarkan air mata. Tapi aku sadar, aku hanya anak tiri mama Tari aja. Jadi memang seharusnya dia membenciku.

"Ma, sampai kapan sih dia mau tinggal di sini. Numpang lagi, masa mama juga yg mau nanggung pakai minum dia. Mama aja, kita yg kasi duit." Kata Sofie.

"Ikutkan hati mama, ingin saja mama usir dia dari sini. Tapi dia mau ke mana lagi coba, biarin aja dia tinggal di sini buat sementara." jelas mama Tari. Air mataku luruh juga, sakit perasaan sudah tidak tertanggung.

"Oh iya, mama tahu gak. Ryan akan nikah minggu depan. Dan majlis resepsinya bakal diadain di hotel ternama. Aku juga di jemput, dan aku akan pergi kok. Dan denger-denger juga ni ya ma, mereka juga akan berbulan madu di Paris loh ma. Keliatan banget Ryan bahagia. Udah dapet isteri cantik, karier juga ada. Gk kayak dia, yg bisa nyusahin Ryan." seperti ingin menambahkan lagi kesakitan yang ada. Tapi percayalah, aku sudah tidak merasakan apa-apa. Kak Sofie bilang Ryan sangat bahagia, kasih sayangnya gk ternilai terhadap Ayu, aku sudah pasrah dengan semua ini.

"Udah jumpa yang lebih baik yg lebih cantik. Biar tahu rasa dia, inilah balasan yg dia harus terima. Kan dulu alm mama dia kan ngerampas suami orang. Dan sekarang giliran suaminya yg di rampas orang lain. Jadi impas dong." kata kak Sofie lagi dengan sinis nya. Aku rasa, kata-kata itu bakal diulang sampai kapan pun. Semuanya dibahas.

H.A.C.K.STempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang