Part 15

7.8K 440 79
                                    

Aku berdiri di muka pintu kamar Ali memerhatikan dia mengemas. Dia akan ke luar kota buat beberapa hari ini, atas urusan pekerjaan yg perlu dia selesaikan. Katanya ada sedikit masalah yg dihadapi kantornya.

"Prill, aku ninggalin kunci mobil ya, biar gampang kalau ada apa apa sama Zahra nantinya. Kamu bisa terus hantar dia ke rumah sakit," kata Ali yg sedang mengemas pakaiannya dan sesekali melihat ke arah ku.

"Buat keperluan kamu sama Zahra, aku sudah serahin semuanya ke bik Imah ya Prill, dan ini untuk uang belanja kamu peribadi sama Zahra, " kata Ali lagi dan dia memberikan aku beberapa lembar uang kepadaku.

"Li, aku masih punya uang kok. Jadi gk perlu kamu pikirin." aku menolak, kali ini aku merasa Ali agak keterlaluan atas tindakannya. Sampai perlu memberiku aku uang buat belanja kebutuhan peribadiku.

"Prill, tolong jangan buat buang waktu aku. Aku lagi buru buru ni, jadual penerbangan aku jam lima sore ini Prill," Ali terlalu memaksa, jadi aku terpaksa terima. Dia membawa tas pakaiannya setelah itu dia singgah ke kamarku. Tentu saja dia hendak melihat Zahra, mana boleh dia meninggalkan Zahra begitu saja. Waktu itu Zahra sudah terjaga dan matanya bulat melihat sekeliling kamar.

"Makasih ya Li," kataku sambil mengikuti langkah Ali yang berjarak agak jauh memandangkan pergeraknku masih lagi terbatas.

"Selama aku gk ada nanti, tolong jagain puteriku dengan baik ya Prill," pesan Ali sambil mengangkat Zahra, di cium Zahra beberapa kali. Pesanan Ali itu seolah olah aku ini bukan ibu dari Zahra, diberi arahan segala.

"Sayang papa. Papa pergi sebentar aja ya sayang. Papa janji kalau pekerjaan papa udah selesai, papa pasti balik. Zahra jangan nakal ya, kasian sama mama. Mama kan cengeng banget. Kalau mama nangis, siapa dong yg mau mujuk mama nantinya? Papa kan jauh!" kata Ali ke Zahra tapi aku merasa Ali melihat aku dan kemudian dia tersenyum.

Aku mendengar saja percakapan antara Ali dan Zahra. Memang benar, aku muda menangis, dan beberapa kali tertangkap basah sama Ali ketika aku menangis.

"Den Ali, taksinya sudah sampai," kata bik Imah tiba tiba.

"Makasih bik, bentar lagi aku keluar kok," jawab Ali lalu tersenyum. Alu mencium pipi chubby Zahra sebelum meletakkan Zahra semula di kasurnya.

"Papa pergi dulu ya sayang, pasti papa akan kangen banget sama kamu nantinya," kata Ali lagi. Kemudian Ali ke bakul pakaian Zahra yang sudah dipakai. Seperti Ali mencari sesuatu di situ.

"Prill, aku minjem baju Zahra yang ini ya?" kata Ali sambil menunjukkan baju Zahra yang warna putih.

"Buat pengobat rindu aku ke Zahra nantinya," jelas Ali. Aku sudah tidak bisa berkata apa apa lagi. Ali membawa tasnya semula dan aku mengikutinya hingga ke pintu utama, bik Imah juga mengikuti kami.

"Bik, tolong jagain anak Ali ya, jaga Prilly juga buat Ali." pesan Ali ke bik Imah.

"Pasti den, bibik akan jagain mereka berdua buat den Ali dengan baik. Den Ali jangan khawatir ya," kata bik Imah.

"Makasih ya bik," kata Ali dengan senyuman yg tidak pernah hilang dbibirnya. Garis wajahnya ada perasaan ragu ragu yg aku sendiri susah buat ngerti. Ali seperti berat mahu meninggalkan kami.

"Sama sama den. Sudah jangan dipikirin ya," kata bik Imah lagi.

"Prill, aku pergi dulu ya. Jaga diri kamu dan juga Zahra," Ali memegang tanganku dengan erat. Beberapa minit, dia melepaskan tanganku. Aku diam, hilang seribu bahasa. Hanya mampu melihat Ali melangkah pergi, dan entah mengapa tiba tiba aku merasa ada sesuatu, merasakan kehilangan dan kesepian.

#### skip ####

Zahra gelisah sejak tadi, tidak seperti selalu. Hari ini Zahra banyak ragam, namun aku berusaha memujuk Zahra dan memberi dia keselesaan buat Zahra.

"Prill, selalunya waktu segini den Ali yang ngegendong dia, ngehibur dia," kata bik Imah.

"Mungkin Zahra lagi kangen sama papa nya Prill," kata bik Imah lagi, jelas kelihatan yg bik Imah juga khawatir melihat Zahra ketika ini.

"Sayang, jangan kayak gini dong. Papa lagi pergi kerja, Zahra sama mama dulu aja ya," kataku ke Zahra, dan Zahra tetep merengek. Bik Imah keluar dan kemudian dia muncul semula bersama pakaian Ali yang Ali pakai siang tadi.

"Prill, coba kamu selimuti Zahra pakai baju papa nya. Orang bilang boleh hilang kangennya," masa iya sih? Zahra bukan ada ikatan apa apa sama Ali, tidak akan ada aura rindu itu. Tapi untuk tidak mengecewakan bik Imah yg sudag bersusah payah mengambil pakaian Ali, aku selimutakan ke tubuh Zahra. Kemudian aku tepuk perlahan badan Zahra, ternyata memberi kesan buat Zahra.

"Itu petua buat ngilangin rindu anak Prill. Terserah siapa yg berjauhan, buat aja seperti itu. InshaAllah berhasil. Zahra dapat merasakan seperti papanya ada bersama dengannya." jelas bik Imah lagi sebelum meninggakan aku dan Zahra.

Perlahan demi perlahan Zahra merapatkan matanya dan sia terlena dengan haruman yg masih ada di baju Ali.

"Manja banget sih anak mama," aku mencuit lembut pipi Zahra lalu kucium.

Kemudian aku mencium haruman yg sama, seperti merasai akan kehadiran Ali di sini. Ah! Kenapa harus ada perasaan itu? Janfan Prilly Azzarah. Jangan pernah ada perasaan apa apa. Aku dan Ali jauh amat beda, lebih baik begini saja dulu. Teman itu yg sepatutnya.

Hai,,,,HACKS kembali. Maaf lama gk update, baru sembuh dari sakit. Sudah ku update ya, maaf kalau felling nya gk nyampe ya. !! Di vote ya dan saran nya di perlukan. Jgn ada PG ya. Love you guys.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Dec 14, 2015 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

H.A.C.K.STempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang