Sudah hampir satu minggu aku dijaga sama bik Imah, pembantu rumah tangga Ali yang sebelumnya hanya datang dalam empat kali dalam satu minggu. Namun setelah aku menumpang di rumah Ali, bik Imah terus tinggal bersama kami. Bik.Imah merawatku seperti seorang ibu yang merawat anaknya dalam keadaan pantang. Dan sehingga hari ini, bik Imah menyangka aku telah melahirkan anak Ali. Mungkin disebabkan itu, bik Imah merawat aku dengan baik. Katanya dia terlalu banyak terhutang budi pada Ali.
Pada saat aku merasa sudah kehilangan kasih sayang seorang ibu, kini aku di pinjamkan pula dengan ibu orang lain yang penuh kasih sayang. Jadi aku tidak boleh mengeluh dengan apa yang telah berlaku dengan hidupku.
"Prill, apa kamu gk mau nikah sama den Ali. Berdosa kalau kalian terus-terusan seperti ini," kata bik Imah ketika menemani ku di ruang utama rumah Ali. Aku sendiri kaget, akhirnya bik Imah meluahkan apa yang mungkin sudah tertanya-tanya pada diri sendiri sejak Ali memperkenalkan aku sebagai 'My Girl' nya Ali. Dan Kaila adalah anak hasil hubunganku dengan Ali. Aku sendiri tidak tahu kenapa Ali sanggup berkata seperti itu. Mungkin hendak melindungi status ku sebagai single parents yang aku pegang saat ini. Atau mungkin Ali tidak mahu bik Imah berfikir yang aneh tentang diriku. Dengan arti lain, aku tahu Ali tidak suka di soal.
"Aku gk tahu bik, aku gk berani mau ngomong apa. Biar Ali yang bikin keputusan. Aku sadar aku siapa bik," kataku dengan perasaan yang serba salah. Aku benar-benar rasa bersalah lebih lagi terhadap bik Imah.
"Apa yang bibik lihat, den Ali sayang bener sama Kaila. Sebelum den Ali berangkat kerja, den Ali sempatkan dirinya untuk memandikan Kaila. Dan selalu pulang awal, gk biasanya den Ali kayak gitu Prill. Dan bibik udah gk lihat botol minuman keras di kamarnya lagi. Mungkin dia udah buang," kata bik Imah.
"Ali minum bik?" soalku seolah- olah gk percaya apa yang di katakan bik Imah.
"Kamu gk tahu Prill? Kamu bercanda kan, masa kamu gk tahu sifat aslinya den Ali, Prill. Sedangkan kamu bisa mengandungkan anaknya den Ali," pertanyaan bik Imah seperti menguji pengetahuan ku tentang Ali. Dan dalam waktu yang sama seperti menyindirku. Iyalah, katanya lahirin anaknya, mustahil dong aku tidak tahu apa-apa yang berlaku di luar sana dan kehidupan Ali sendiri.
"Gk gitu bik, karna kalau Ali lagi sama aku. Ali gk pernah minum," jujur, hampir satu minggu aku mengenal sosok Ali. Belum pernah aku lihat Ali minuman keras itu.
Aku mendengar keluhan dari bik Imah. Seperti berat keluhannya. Namun aku mengerti perasaan bik Imah ketika ini. Aku juga adalah manusia biasa yang mempunyai perasaan. Jadi aku tahu apa yang bik Imah mikirkan. Mungkin kalau bik Imah bisa mencari rezeki ditempat lain, aku rasa sudah lama dia meninggalkan rumah Ali. Tapi bik Imah seperti terikat sesuatu atau mungkin bik Imah sendiri banyak berhutang budi pada Ali? Dari kelakuan yang Ali pamerkan, aku tahu Ali seorang lelaki yang suka benabur budi.
"Jujur ya Prill, bibik lihat kamu seperti gadis baik-baik. Tapi kenapa kamu ngelakuin ini semua Prill, apa kamu gk ingat sama dosa." katanya.
Aku diam, rasa bersalah tadi makin terasa. Begitu berat tuduhan bik Imah yang dilontarkan kepadaku. Tapi tenang, semua ini hanyalah sementara waktu saja, suatu hari nanti akan ku jelasin semuanya.
"Udah banyak perempuan keluar masuk di rumah ini Prill, tapi kenapa bibik gk pernah lihat kamu ya. Bibik kaget juga bila den Ali bilang dia udah jadi seorang ayah dan minta bibik ngerawat kamu Prill," katanya lagi.
"Hmmm, aku sama Ali ketemuannya di luar aja bik. Aku gk pernah mau ikut dia pulang," kataku mencipta satu kebohongan.
"Kamu bicaralah sama den Ali, Prill. Jangan kayak terus, jalanin semuanya. Padahal itu dosa, kasian sama Kaila juga. Kaila butuh keluarga yang sempurna Prill," kata bik Imah.
Aku hanya bisa diam, tiada apa yang harus aku bicarakan saat ini. Aku mahu bicara sama Ali soal nikah? Apa Ali mahu nikahin aku? Rasa bersalah tadi semakin berat aku rasakan.
"Hai sayang, papa pulang..." kami dikejutkan dengan suara Ali yang berada di muka pintu. Dia datang menghampiri kami sambil membuka dasinya.
"Bentar ya sayang, papa mau nyuci tangan dulu," kata Ali lalu menghilang dari pandanganku.
"Kamu lihat Prill, den Ali kelihatan ceria banget ya. Prill, bik Imah rasa inilah saatnya kamu bicara sama den Ali tentang pernikahan kalian. Bik Imah yakin, den Ali pasti mau. Kan kalian udah ada Kaila." kata bik Imah sambil memegang tanganku.
Aku hanya tersenyum. Sudah tiada apa lagi untuk di perkatakan. Aku bukan pelakon untuk bersandiwara di hadapan bik Imah. Mahu saja aku berterus terang semuanya, biar jelas dengan kedudukan aku sebenarnya. Tapi aku tidak mahu usaha Ali gagal hanya kerana aku memberitahu semuanya. Aku yakin Ali sedang merancang sesuatu dan aku tidak tahu apa-apa. Jadi, aku tidak boleh bertindak sendiri.
"Anak papa udah mandi apa belum?" soal Ali sebaik saja mengambil Kaila dari pangkuan bik Imah.
"Belum den, kan tadi den udah oesan jangan mandiin Kaila nya dulu," jawab bik Imah sambil memandang ke arah ku dan tersenyum. Dalam maknanya pengertian senyuman bik Imah itu aku sangat mengerti.
"Bik Imah, bisakan tolong siapin air mandi buat Kaila" kata Ali lalu bik Imah bangun.
"Baik den, bik Imah siapin sekarang ya" jawab bik Imah.
"Makasih bik" kata Ali sambil tersenyum.
Pandanganku kembali melihat ke Ali dan Kaila. Bahagia melihat Kaila di gendong oleh seorang lelaki yang aku rasa berjiwa penyayang. Kemudian aku seperti mendengar Ali ngomong sesuatu dengan Kaila. Mersa yang Ali pamerkan buat aku merasa aneh tentang seorang lelaki seperti sosok Aliando Mikail Syarief. Apa yang sebenarnya yang dia coba lakukan? Aneh kan jadinya.
KAMU SEDANG MEMBACA
H.A.C.K.S
RomancePrilly Azzarah gadis yang telah di ceraikan oleh suaminya disaat dia sedang hamil. Pada saat yang sama ada seorang lelaki yang berhati baik sedia menolongnya dan menganggap bayinya seperti anaknya sendiri. Akankah lelaki itu bersedia menikahinya? P...