Part 12

4.9K 317 2
                                    

Akhirnya kaila tidur juga, pulas banget. Tapi aku yakin malam nanti pasti Kaila berjaga lagi, sama sewaktu di rumah sakit kemaren. Jadi aku perlu tidur lebih awal, buat persediaan nanti malam.

"Prill, udah tidur?" soal bik Imah yang berdiri di muka pintu.

"Belum bik Imah," jawabku.

"Hmm, bik Imah masuk tidur dulu ya. Kalau ada apa-apa, kamu panggil bik Imah aja ya. Pintu kamar bibik gk kekunci kok," kata bik Imah lalu melangkah menghampiri ranjangku. Kemudian melihat Kaila tidur.

"Hmmm, pulas banget Kaila tidurnya," katanya lagi.

"Makasih bik,"kataku perlahan. Bik Imah hanya tersenyum. Kemudian dia meninggalkan kamarku.

Aku mencuba untuk tidur, namuN ingatan seakan- akan mencari Ryan. Entah kenapa dalam sepi ini aku masih lagi mengenangkan Ryan. Susah buat aku menyebut namanya lagi. Sepatutnya dialah lelaki yang berada di sisiku saat seperti ini. Lelaki yang berkongsi gembira bersamaku. Tapi sayangnya, dia lagi menikmati saat-saat bahagianya bersama wanita lain. Semoga dia bahagia bersama Ayu sebagaimana yang Ryan harapkan. Tiada apa lagi yang hendak aku kenangkan. Semuanya benar- benar sudah berakhir dan tidak mungkin aku dan Ryan akan bersatu semula sebagai pasangan suami isteri lagi.

Aku berusaha untuk melelapkan mata dan aku berjaya. Bila aku sadar semula, Kaila tiada di sisiku. Aku cemas? Ke Kaila menghilang? Aku gagahkan diri untuk bangun. Bersama keadaan yang cukup lemah, aku mengatur langkah untuk keluar kamar. Beberapa langkah berada di luar kamar, aku kaget dengan apa yang aku lihat. Ali sedang menggendong Kaila. Aku mengatur langkah menghampiri Ali.

"Ali," sapaku. Lalu Ali melihatku.

"Eh! Prill, ini tadi Kaila nangis. Kamu lagi tidur. Jadi aku gk tega mahu bangunin kamu" jelas Ali.

"Maafin aku Li, aku benar-benar gk sadar tadi. Aku ngantuk banget. Semalaman aku gk tidur gara- gara Kaila gk tidur," kataku. Kini perasaanku serba salah jadinya. Sekali lagi aku menyusahkan Ali.

"Gk nyusahin sama sekali kok Prill, lagian Kaila anakku juga kan. Sementara kamu tinggal di sini, gk salah kan kalau kita sama- sama jagain Kaila. Iya gk," kata Ali.

"Aku udah numpang di rumah kamu. Malah sekarang aku nyusahin kamu lagi. Aku jadi serba salah Li. Makasih ya buat semuanya. Buat aku dan Kaila." kataku perlahan.

"Aku lakuin semuanya itu karna Kaila, Prill. Karna aku sayang banget sama Kaila. Apa salah kalau aku mau menumpang kasih sayang sama Kaila karna aku sendirian dan tiada siapa di dunia ini untuk di sayangi?" soal Ali. Aku melihat wajah Ali.

"Gk salah kok Li, tapi kamu harus mikirin juga tentang diri kamu. Kan kamu harus kerja besok, jadi kamu harus banyakin istirahat juga Li," kataku. Ali kelihatan seperti terlalu terbawa- bawa dengan kehadiran Kaila. Seperti naluri kebapaan itu sangat menguasai Ali. Aku bimbang perasaan kasih yang keterlaluan untuk Kaila nantinya akan memburukkan keadaan nantinya.

"Kamu gk usah khawatir ya Prill, aku tahu apa yang harus aku lakukan," aku mengambil Kaila dari Ali. Kalau di turutin kemahuan Ali, bakalan bergadang dia semalaman gara-gara jagain Kaila. Sudah 3hari Ali tidak masuk kerja, dan malam ini dia mahu bergadang juga.

"Selagi tali pusatnya gk lepas, Kaila akan meragam selalu. Jadi kamu jangan khawatir ya," kataku lalu membawa Kaila ke kamar dengan harapan Ali akan balik ke kamarnya juga. Namun dia mengikutiku sampai ke kamar.

"Prill, kalau kamu ngerasa ngantuk. Biar aku aja yang jagain Kaila." kata Ali.

"Gk Li, kan aku udah tidur tadi. Udah gk ngerasa ngantuk lagi. Kamu tidur gih sana," Ali masih dengan pendiriannya juga.

"Benar ni? Atau mahu aku minta tolong sama bik Imah buat jagain Kaila?" usul Ali.

"Gk usah Li. Aku bisa sendiri kok jagain Kaila," kataku sambil senyum.

"Hmm, yaudah. Selamat malam sayang papa yang cantik, besok kita ketemu lagi ya sayang," Ali mencium pipi Kaila dan melihat diriku.

"Selamat malam Prill," kata Ali.

"Selamat malam juga Li," kataku.
Aku membawa Kaila ke ranjang. Matanya masih melek.

"Kaila kenapa sayang? Kaila cariin papa ya? Papa udah campakin kita nak, papa udah gk sayang lagi sama kita. Kenapa Kaila cariin papa lagi. Kaila bobok ya, mama kan ada nak" kataku sambil memegang tangan mungil milik Kaila.

"Papa pun ada," tiba-tiba aku mendengar Ali bersuara. Terus aku melihat ke arah pintu kamar.

"Papa sentiasa ada buat Kaila," kata Ali lagi. Jujur, aku sendiri tidak mengerti apa yang cuba Ali katakan. Tapi sebenarnya sejak mula lagi dia memang ada untuk aku dan Kaila.

#skip

Perlahan ku buka mataku. Ternyata aku benar- benar tertidur sehingga pagi. Tanap aku sadari, mungkin karna Kaila juga tidak menganggu selepas berjaga malam tadi.

"Ali," aku kaget apabila melihat Ali sudah berada dalam kamarku.

"Udah bangun Prill?" soal Ali. Tapi matanya tetap melihat Kaila. Sejak kapan Ali di sini.

"Errr,, kamu udah mahu berangkat kerja Li?" soalku. Kelihatan Ali sudah siap berpakai rapi. Berseluar slack, baju kemeja panjang warna berwarna hitam dan dasinya warna abu-abu. Mungkin sesuai dengan kata Ali ganteng berpenampilan seperti itu. Jujur, gk bohong. Aku cuba buat bangun, tapi Ali menahanku.

"Kamu gk perlu bangun ya, tiduran aja. Bik Imah kata kamu butuh istirahat yang secukupnya. Aku udah nyuruh bik Imah lakuin semuanya. Jadi kami gk perlu nyusahin diri kamu ya," kata Ali yang masih dengan sikapnya, membuatku sedikit risih.

"Li, jangan gitu dong. Kamu udah numpangin aku di rumah kamu udah cukup banget buat aku." kataku.

"Prill tolong dengerin aku ya. Kalau kamu pengen banget ngelakuin kerja apa pun itu. Boleh, tapi tunggu kamu benar-benar sihat dulu ya. Sekarang ini, kamu jangan ngelakuin apa-apa dulu." Ali mengendong Kaila. Sudah tiadak kaku, seperti sudah biasa dengan bayi. Kemudian dia duduk di hujang ranjangku.

"Bangun dong sayang, apa Kaila gk mau liat papa berangkat kerja?" kata Ali perlahan dan mencium pipi Kaila. Aku melihat wajah Ali, ternyata dia memiliki seraut wajah yang cukup menarik. Wajah yang mampu mencairkan hati siapa saja yang memandangnya.

"Gimana papa mau kerja kalau papa ingat terus sama anak papa yang cantik ini," kata Ali lagi. Kata-kata Ali sudah membuat aku tersenyum. Kenapa Ali jadi seperti itu ya?

"Prill, jujur aku gk sanggup buat pisah sama Kaila," katanya lalu melihatku.

"Jangan kayak gitu dong Li," kataku.

"Benar Prill, ngapain aku bohong. Aku gk pernah ada perasaan kayak gini sebelumnya. Sejak aku menyambut kehadiran Kaila buat kali pertama daripada tangan suster tempoh hari. Aku seperti didatangin satu perasaan yang cukup aneh. Aku sendiri gk tahu gimana mau ngejelasinnya. Tapi itu amat bermakna bagi aku," katanya panjang lebar.

Jadi segitunya perasaan Ali sehingga dia sanggup susah payah demi aku dan demi Kaila juga? Jadi, apa salahnya dia menumpang kasih sayang Kaila kalau itu boleh membahagiakan dirinya. Aku rela.

"Hmmm, ya sudah. Kalau ada apa-apa kamu terus hubungin aku ya Prill," kata Ali.

"Kamu jangan khawatir tentang kami ya Li. Kamu kerja aja ya. Yang fokus loh," kataku sambil mengukir senyuman.

Ali menyerahkan kembali Kaila kepadaku. Perlahan aku menerimanya, lalu Ali mencium pipi Kaila lagi. Seperti, haruman minyak wangi yang Ali pakai menyentuh deria bauku, sangat nyaman bagiku.

"Aku pergi dulu ya Prill," kata Ali sambil tersenyum. Aku sekadar mengganguk dan melihat Ali mengatur langkahnya.

Gimana guys. !!! Mau di lanjut lagi gk? Ayo, tinggalkan jejak kalian ya. Jangan jadi pembaca gelap ya.

H.A.C.K.STempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang