Part 9

4.6K 98 13
                                        

Halloooooo handai taulan yang sangat baik hati dan tidak sombong...
Luar biasa laaammmaaaaa ya updatenya, maklum saya baru sadar setelah hibernasi puaanjang..

Memalukan memang baru posting sekarang, tapi kalau gak gini aku kabur dari tanggungjawab dong (eehh sok banget yaakk).

Aku sarankan sih untuk membaca ulang part sebelumnya, karena udah lama gak update takutnya teman" lupa kisahnya. Typo tentu akan ada dan ceritanya mungkin tidak seindah yg dibayangkan, tapi aku akan berusaha menyelesaikan cerita ini sampai END.

Ini kisah Kevin dan Vay...

Cekidot kelanjutannya~ Masukan dari kalian tentu author tunggu ya.

***

Author's POV

Tiga kali dalam hari ini Kevin masuk ke kamar tempat Vay berbaring, namun gadis yang dicintainya itu masih tertidur lelap -begitulah dia menyimpulkan- karena rasa takut terlalu menekannya.

"Dokter, kenapa Vay belum sadar juga? Ini sudah satu minggu sejak operasi, tapi...," ucapnya menggantung.

"Tidak ada yang salah dengan operasinya 'kan dok? Vay ku baik-baik saja 'kan?" tanya Kevin gelisah.

Dokterpun mengulangi pernyataan bahwa Vay baik-baik saja, perihal kenapa Vay belum sadar. Hanya Vay yang tahu, hanya Vay yang tahu jalan untuk kembali.

***

Arumi Geraldy baru saja kembali dari kantor polisi untuk mengisi berita acara penyidikan. Dengan ini maka otomatis Nanda Rahardjo menjadi buronan.

Mata wanita yang selalu tegar dan bahagia itu terlihat menerawang dalam keletihan. Keputusan anaknya dan tragedi gadis yang sudah dianggapnya anak menguras emosi dan tenaganya di usia paruh baya ini.

Dering telepon membuyarkan lamunan Arumi, nama mantan suaminya tertera di layar ponselnya.

"Hallo Redick," sapa Arumi

"You're okay, right? Daren and I was arrived at Soekarno-Hatta Airport, where are you?" tanya Redick.

Setiap kekuatan pasti ada batasnya bagi manusia fana, begitu juga dengan Arumi. Seminggu ini dia telah menjadi batu karang yang kokoh bagi anaknya, namun saat ada sandaran yang dia percaya, ombak pun dapat menghancurkannya.

Tangisan seorang ibu, tangisan seorang wanita yang lemah terdengar meraung-raung. Di dalam dadanya bergemuruh begitu dashyat hingga mencengkram akal sehat. Bibirnya bergetar hingga tangisan itu terdengar menyedihkan. Redick mendengar dalam diam sampai ibu dari anaknya itu tenang untuk bicara.

"Thank you Redick, i'll send you the location," kata Arumi singkat dan mematikan hubungan telepon dan segera mengirimkan lokasi rumah sakit melalui GPS kepada mantan suaminya.

***

Koridor rumah sakit tampak sepi malam ini, saat tangan mungil itu bergerak perlahan seperti langkah kecil seorang bayi. Tarikkan napasnnya tidak lagi stabil seperti tertidur, ada dinamika, ada irama baru dari detektor jantung miliknya.

3, 4, 5 menit kemudian tidak ada lagi gerakan yang berarti. Akan tetapi, di menit ke-15 Vay terbangun dari mimpi panjangnya. Dengan keringat di sekujur tubuh dan napas tersengal.

Dokter berlari menghampiri ruangan 502 setelah melihat lampu kamar itu menyala darurat. Namun, mereka mendapati kamar itu telah kosong.

Tidak ada pasien.

Tidak ada Vay.

Koridor yang tadinya sepi berubah gaduh. Pihak keamanan rumah sakit berhamburan di lantai 5 untuk mencari keberadaan pasien. Vay. Namun, nihil. Pelacak cctv mendapati gadis itu telah dibawa seseorang berpakaian serba putih keluar dari gedung rumah sakit dengan kendaraan yang tidak memiliki nomor polisi.

Living Like a Fool [D]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang