Part 11

478 10 3
                                        


Author minta maaf sedalam-dalamnya karena gak pernah lanjutin cerita ini.

Tapi dalam hati pengin banget cerita ini punya ending.

Setelah bertapa setahun lagi, author akhirnya dibenci sama pembaca haha ^^

***

"Kita sudah berusaha sebaik mungkin dalam setahun belakangan, tapi polisi tidak bisa menemukan Vay di manapun" ungkap Arumi Geraldy.

Mata yang sembab kembali berkaca-kaca. "Vay akan baik-baik saja, saya yakin. Anak itu tidak pernah menyusahkan saya. Dia tahu Ibunya pasti khawatir, dia akan segera menghubungi saya." sahut Ibu Vay. 

"Arumi, apa mungkin Vay berada di tempat yang tidak ada koneksi telepon?" tanyanya

"Tidak mungkin, di manapun itu, di negara ini pasti ada koneksi untuk telepon," ucap Arumi sambil berpikir.

"....atau dia berada di tempat di mana jauh dari perangkat telpon?" Arumi berguman sambil menatap Daren dan Ibunya Vay.

"Tapi di mana?" sahut mereka bersamaan.

Hari itu pertemuan mereka tidak dipenuhi dengan tangisan dan ketakutan, melainkan harapan. Mereka terlalu berfokus pada kesedihan hingga tidak memikirkan variabel kecil yang bisa saja menjadi kunci mereka menemukan Vay.

***

Kevin memperbaiki penutup mata sebelahnya sebelum keluar dari kamar.

Sudah setahun dan dia tidak bisa menyerah tentang menemukan Vay. Rasa bersalah yang hinggap, menetap, dan berakar, kini sudah meremas hatinya, membuatnya berbeda.

"Pagi Daren" 

"Ada yang menarik?" tanya Kevin melihat saudara tirinya sedang membaca Jakarta Post.

"Morning. Nothing special. Politic.  This country really messy." sahut Daren.

"Yah seperti itulah" Kevin mengambil teko kopi dari hadapan Daren.

"Hari ini ke kantor?" tanya Arumi yang berjalan dari arah ruang tamu.

Kevin menoleh sebentar, menatap senyuman dari wajah ibunya yang tidak pernah terlihat tulus selama satu tahun belakangan. Namun, kali ini auranya berbeda. Menggelitik rasa penasaran Kevin, Ia ingin tahu itu.

"Ada yang bertamu, Ma?" 

"Iya, teman lama Papa" jawab Arumi singkat.

"Kamu mau sarapan dulu atau hanya minum kopi?" tanya Arumi bersemangat.

'Ini aneh', pikir Kevin. Dia menoleh pada Daren yang menyembunyikan pandang dalam gelas kopinya.

"Hanya kopi," sahut Kevin

Ketenangan berlanjut dan membuatnya makin tergerus rasa penasaran. Apa yang disembunyikan keluarganya darinya?

"Daren, maukah kamu mengantarku ke kantor?" 

Daren tersedak kopi kemudian menatap Arumi.

"Uhmm...ah.. aku ada urusan" gelagapnya mencurigakan

"Urusan apa?"

"Mom?" Daren mencari pertolongan. Kevin tahu itu karena Daren tidak bisa berbohong padanya.

"Daren harus menemui Ibunya Vay" ucap Arumi.

Nama Vay seperti sengatan listrik yang menerjang dirinya. Keluarga ini sudah tidak menyebutkan nama Vay sejak Kevin menurut untuk bertemu psikiater. 

Lalu, apa ini? Vay disebut di meja makan mereka tanpa ragu.

Perlahan Kevin meletakkan cangkir kopinya, tak ingin terlihat gugup atau panik seperti yang selama ini ditunjukkannya.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Oct 10, 2020 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Living Like a Fool [D]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang