Bel tanda pulang sekolah telah berbunyi. Dinar segera membereskan semua perlengkapan sekolahnya.
“Gue dulan ya, Nar,” ujar Sisi saat berjalan di samping Dinar.
“Oke.”
Dinar masih membereskan barang-barangnya saat semua temannya sudah pulang. Entah mengapa barang-barangnya terasa banyak yang keluar. Padahal ia merasa tidak mengeluarkannya. Begitu buku terakhir ia masukkan ke tas, sesosok gadis kecil berjalan melewati kelas itu. Dia menatap tajam ke arah depan. Gadis itu? Sepertinya aku pernah melihatnya. Tapi dimana? Dinar berpikir keras.
Dipakainya tasnya. Kemudian ia beranjak berdiri dari bangkunya dan keluar kelas. Gadis itu masih tampak berjalan ke ujung koridor. Ujung korior? Disana hanya terdapat perpustakaan. Dinar mengejar gadis itu.
Begitu sampai di ujung koridor Dinar menatap perpustakaan yang kosong.
“Apa gadis itu kemari tadi? Tapi biasanya perpustakaan udah tutup jam segini,” gumamnya. Semua siswa sudah pulang ke rumah masing-masing. Begitu pula dengan petugas perpustakaan. Antara ragu dan penasaran berkecamuk di hatinya.
Dinar menarik pintu perpustakaan itu. Ngiitttt… pintu perpustakaan terbuka. Dinar menatap heran. Gak dikunci? Kok tumben? pikirnya. Tanpa menghiraukan masalah pintu yang tidak dikunci Dinar masuk ke dalam perpustakaan yang kosong itu. Dia berjalan perlahan-lahan dengan langkah kaki pendek-pendek. Biar bagaimanapun sebagai manusia biasa ketakutan juga melingkupi jiwanya. Kosong. Pepustakaan itu benar-benar kosong. Jadi kemana larinya gadis itu tadi. Perpustakaan ini adalah jalan buntu.
Karena ketakutan Dinar bergegas keluar. Dia teringat Mang Diman yang pasti sudah menunggunya dengan khawatir di parkir sekolah. Siswa yang lain sudah pulang sejak kira-kira 20 menit lalu. Sementara dia masih di perpustakaan gara-gara melihat sesosok gadis yang bahkan entah ada atau tidak.
“Aku terlalu banyak ngayal, deh,” pikir Dinar.
Pasti tadi dia cuma berhalusinasi gara-gara sesuatu yang terjadi di rumah tadi pagi. Begitu akan melangkah keluar dari perpustakaan Dinar mendengar suara pintu berderit. Seseorang masuk. Refleks, Dinar menyembunyikan dirinya di balik rak. Dia tidak mau disangka orang gila karena disaat semua siswa yang lain telah pulang ia masih berada di perpustakaan. Bahkan mungkin kalaupun ia memberikan alasan tentang gadis kecil itu tak akan ada orang yang percaya. Bisa-bisa ia mendapat panggilan orangtua gara-gara hal itu. Dinar tersenyum kecil saat sadar tentang apa yang dipikirkannya.
Pikiranku kadang gak beres, gak mungkin itu semua terjadi, bisiknya dalam hati.
Dinar mengintip siapa yang datang. Lelaki itu, batin Dinar tak percaya.
Lelaki itu masuk ke dalam ruang perpustakaan sambil memanggil nama sesoeorang. Tiara….Tiara….
“Tiara? Siapa Tiara?” batin Dinar. Jangan-jangan gadis yang dibuntutinya itu bernama Tiara. Jadi gadis itu benar-benar ada? Jadi dia tidak berhalusinasi sejak tadi. Tapi kenapa perpustakaan ini kosong. Dinar menatap ke belakang. Di belakangnya bertumpuk berbagai macam buku yang tertata rapi di rak-rak. Buk-buku itu telah dipilah-pilah sesuai bidangnya untuk memudahkan para pencari buku. diedarkannya pandangannya untuk memastikan kali ini ia tidak salah. Tetap kosong. Ya, perpustakaan itu benar-benar kosong.
“Tiara…,” panggil cowok itu lagi. Saat ini posisi ia berdiri hanya beberapa cm di dekat persembunyian Dinar. Karena terkejut Dinar keluar dari persembunyiannya. Tubuhnya terlihat oleh cowok yang berdiri di hadapannya.
“Lo? Ngapain lo disini?” tanya cowok itu sambil menunjuk ke arah Dinar.
“Seharusnya yang nanya itu gue. Ngapain lo ada disini?”