Seorang gadis kecil berdiri di sebuah padang yang luas. rambut panjangnya dibiarkan erurai. Di padang itu sama sekali tidak terdapat apa pun. Hanya sebuah padang berwarna hijau. Kosong.
Dinar menoleh ke kiri dan ke kanan. Tidak ada siapa-siapadi padang itu. Hanya dirinya sendiri di sana. Bahkan dia juga tidak tau letak pasti padang itu. Dinar berputar berkeliling untuk menemukan sebuah celah mengetahui dia sebenarnya dimana.
Tiba-tiba terdengar suara. Suara yang awal mulanya pelan, terdengar seperti orang sedang berbisik-bisik. Namun lama kelamaan suara itu semakin jelas. Ya, sebuah suara anak kecil dari balik pohon yang berada tak jauh dari tempatnya kini berdiri.
Dinar memasang kupingnya lebih peka. Suara itu terdengar semakin jelas. Setelah meyakinkan dirinya, Dinar berjalan perlahan-lahan menuju sumber suara.
Baru beberapa langkah Dinar berjalan, tampak seorang wanita dan seorang pria dengan seorang gadis kecil. Gadis kecil yang memiliki rambut panjang sepunggung. Sama seperti dirinya. Rambutnya hitam berkilau. Namun dia lebih kecil dari Dinar. Matanya bulat besar dan berkilau diterpa biasan cahaya surya. Hidungnya kecil, sementara senyumnya tersungging manis di bibir. Sesekali ia tertawa dan memperlihatkan deretan gigi susu yang keci namun telah ompong beberapa di depannya.
Gadis itu menyadari kehadiran Dinar. Ia melemparkan sebuah senyum. Senyuman termanis penuh kemenangan dan penuh kebangaan. Dinar sangat terkejut dengan tatapannya. Soro matanya memancarkan keangkuhan dan kebencian yang telihat nyata.
Gadis kecil itu bersama dengan orangtuanya duduk di sebuah tikar kecil. bersama mereka ada sekeranjang buah-buahan, rantang berisi makanan, air mineral, dan sebuah boneka.
Namun setelah mengamati dengan seksama Dinar terlonjak. Mama, batinnya. Mamanya berada di sana bersama seorang pria yang tidak dikenalnya. Pria itu sedang mengangkat tubuh gadis kecil yang bersama mereka sambil tertawa gembira. Mamanya tersenyum melihat tingkah kedua orang yang bersamanya. Tawa gembira mereka bergema di padang luas yang tiada penghuni itu.
Dinar tak dapat menyembunyikan rasa cemburunya saat tiba-tiba lelaki itu menaruh gadis kecil itu di pangkuan mamanya. Tak lama kemudian mamanya asyik bercanda ria dengan gadis kecil itu. Mamanya mengangkat gadis kecil itu dan menyatukan hidungnya di hidung gadis kecil itu. Kemudian mereka tertawa lepas. Tawa penuh kebahagiaan.
Pemandangan yang kini ada di depan mata Dinar tak pernah terjadi kepadanya. Sejak Dinar kecil mama dan papanya selalau sibuk dengan pekerjaannya. Namun kenapa kini mamanya berada di sebuah padang luas begini bersama seoang gadis kecil yang bahakan Dinar tidak tau bagaimana rupa wajahnya. Sedari tadi gadis itu membelakangi Dinar. Hanya tawa renyahnya yan terdengar. Selain itu mamanya juga disana bersama seorang lelaki yang tidak pernah dikenalnya bahkan dilihatnya.
Karena tidak tahan dengan pemandangan di depannya Dinar menghampiri sekelompok keluarga kecil bahagia itu. Dinar melangkah dengan penuh kegusaran. Namun semakin ia melangkah ia semakin merasa jauh dari tempat mamanya berada.
Karena lelah dan semakin cemburu Dinar mulai merengek dan menangis. Dia meneriaki mamnya. “Ma…..Ma….Mama…” teriaknya sambil menangis. Mama…..mama…..mama…
Tangisannya semakin deras.namun tiba-tiba.
Aaaahhhhhhh…..
Dinar tersentak. Diedarkannya pandangan ke sekeliling ia berada. Nampak sebuah wajah samar. Wajah yang selama ini dirindukannya. Wajah itu semakin lama semakin jelas terlihat. Tersenyum manis ke arahnya.
“Mama…,” Dinar langsung bangkit dari tidurnya dan memeluk mamanya erat. “Mama…” ucapnya di pelukan mamanya. Mamanya membalas pelukan Dinar tak kalah erat.
“Maafin mama udah terlalu lama biarin kamu sendirian ya sayang,” mamanya mengelus punggung Dinar lembut.
“Mama kemana aja?” tanya Dinar saat pelukan itu mereka lepas.
“Proyek papa belum selesai sayang, makanya mama dan papa belum bisa pulang. Masih banyak pekerjaan yang harus kami lakukan.”
Dinar memandang sekelilingnya saat mama menjawab pertanyaannya.
Mang Diman, Pak narto, Mbok Tunim, dan yang paling terakhir….
“Papa,” Dinar terlonjak.
Papanya langsung menghampiri Dinar dan membuka tangannya lebar-lebar untuk memeluk putri kesayangannya tersebut.
“Apa kabar sayangku? Maaf papa dan mama lama kembali.”
Papa Dinar memeluknya dengan erat. Begitu pula Dinar. Mereka takut akan ada sebuah kekuatan yang memisahkan mereka di detik-detik penuh kebahagiaan ini. Mang Diman, Pak Narto dan Mbok Tuni memandang menyaksikan apa yang ada di hadapan mereka. Bahkan Mbok Tunim meneteskan air mata. Naluri seorang ibunya timbul seketika. Dia bisa merasakan jika berada di posisi Dinar.
