Dinar berjalan dengan langkah gontai menuju ke kelasnya setelah mengembalikan novel Anne. Akhirya ia berhasil menyelesaikan membaca novel klasik itu setelah Raka berbaik hati segera memulangkannya ke perpustakaan agar dapat dipinjam Dinar. Padahal ia sendiri pun belum membacanya.
Novel yang berhasil selesai dibacanya hanya dalam waktu satu malam. Novel itu berkisah tentang ketegaran seorang gadis kecil hingga menemukan kebahagiaan untuk dirinya.
Wajahnya murung. Entah kenapa ada perasaan janggal dalam hatinya. Bayangan gadis di balkon itu selalu hadir menjelang tidurnya dan lebih anehnya ia merasa gadis itu mirip dengan Tiara.
Meskipun ia belum pernah melihat Tiara dengan jelas, tapi punggung dan gerak-gerik mereka sepertinya sama. Gadis itu mempunyai rambut lebat berwarna hitam tergerai. Rambutya lurus dan berkilau. Matanya hitam besar menyorotkan kebencian saat menatap Dinar. Wajahnya mulus berbentuk oval dengan hidung tidak terlalu mancung namun berbentuk. Bibirnya tipis dan dia memiliki bulu mata yang lentik. Sementara Tiara juga memiliki rambut lebat berwarna hitam tergerai yang berkilau saat ditimpa cahaya. Tiara selalu menatap lurus ke depan.
Dinar berjalan tertunduk sambil memikirkan apa benar gadis di balkonnya itu adalah Tiara? Jika benar mengapa ia menerornya? Pikirannya berkecamuk sampai-sampai ia tidak sadar jikalau ia berpapasan dengan Raka. Raka melemparkan senyum pada Dinar karena mata Dinar menatap ke arahnya. Namun Dinar acuh karena sebenarnya ia dalam kondisi setengah sadar. Di otaknya bersemayam seribu cabang pikiran.
Dinar berlalu dari hadapan Raka diiringi tatapan keheranan Raka. gak biasanya Dinar bersikap seperti itu. Raka menatap kepergian Dinar hingga Dinar hilang dari pandangannya. Kemudian Raka pergi.
Raka pergi ke taman untuk menemui Tiara. Mereka telah membuat janji. Setelah ngobrol sejenak Raka tertegun. Kemudian ia menggeleng-gelengkan kepalanya sambil berkata sesuatu. Tiara seperti memohon. Namun Raka tetap menggeleng-gelengkan kepala tanda tak setuju sambil sesekali tangannya menunjuk berbagai arah.
***
“Dinar pulang.”
Dinar berteriak memasuki rumahnya yang terletak di kawasan sebuah perumahan elit. Rumahnya dalam keadaan terbuka saat ia memasuki rumah. Dinar duduk di sofa sambil sesekali melihat ke dalam rumah.
Mbok Tunim keluar dari dapur dengan tergopoh-gopoh.
“Mama mana, mbok?”
“Mama kamu tadi pergi sama temannya. Gak tau kemana, soalnya gak ada ngasih tau sama, Mbok. Sekarang Mbak makan siang dulu ya. Mbok udah nyiapin masakan istimewa untuk mbak Dinar.”
“Papa kemana?” tanya Dinar lagi tanpa menghiraukan tawaran mbok Tunim.
“Papa kamu berangkat ke Jakarta lagi tadi pagi. Kan proyeknya belum siap to mbak.” Mbok Tunim memberi penjelasan.
Dinar menghela napas kesal dan pergi meninggalkan Mbok Tunim.
“Makan dulu, mbak.” Mbok Tunim mengingatkan Dinar sebelum ia mencapai tangga menuju kamarnya.
“Nanti, Mbok.”
Dinar menaiki tangga dengan langkah cepat, sementara Mbok Tunim hanya menggeleng-gelengkan kepala prihatin.
“kasian kamu Nak, masih kecil udah ditinggal-tinggal mulu.”
Mbok Tunim mengambil sepatu sekolah Dinar yang telah dilepaskannya dan menaruhnya di rak sepatu.
***
Dinar mengunci pintu kamarnya. Kemudian ia membanting tasnya kesal.
“Selalu aja gak ada waktu untukku,” gumam Dinar pelan. Wajahnya menunjukkan kekecewaan. Dia piker setelah weeken kemarin yang dihabiskannya bersama mama dan papa ia bisa terus menikmati kedekatan itu. apalagi disaat-saat seperti ini, saat ia mendapat terror-teror dari sesosok gadis aneh yang tiba-tiba memasuki hidupnya. Dia sangat membutuhkan kehadiran orangtuanya.
Dinar menghidupkan laptop di atas tempat tidurnya. Ia memutuskan menjelajah dunia maya untuk mengusir kebosanannya.
“Gimana kalo tiba-tiba gadis itu membunuh gue, ya? Sebenarnya apa sih yang dia inginkan?” tiba-tiba pikiran-pikiran buruk menguasai kepala Dinar. Namun dia segera mengalihkan pikiran-pikiran itu ketika laptopnya telah tersambung dengan internet. Dinar sibuk membalas komen, wall, dan tweet dari teman-temannya. Sesekali ia membuka profil teman-teman facebook dan pengikut twitternya.
Saat sedang asyik menjelajah tiba-tiba jantungnya berdetak kencang. Ia merasakan sesuatu yang ganjil. Hawa dingin menusuk kulitnya hingga sampai ke tulangnya dan bulu kudknya tiba-tiba berdiri. Dinar mengawasi sekelilingnya. Rasa takut mencengkeram jantungnya yang rasanya ingin lepas dari tempatnya berada.
Pandangan Dinar berhenti di ujung kamarnya. Tepatnya di arah jendela. Ia melihat gadis itu. masih gadis yang sama seperti gadis yang beberapa hari belakangan ini menerornya. Ia berdiri di balik jendela. Tatapannya tak pernah berhenti menatap Dinar tajam.
Namun ada satu hal yang membuat Dinar begidik dan tak mampu bergerak. Di tangan kanannya, gadis itu membawa sebilah pisau tajam. Dinar terkejut bukan kepalang. Ia terpaku ditempat ia duduk.
Gadis itu perlahan mendekati Dinar. Pisau yang ia genggam kini berada di depan dadanya dan terhunus kearah Dinar. Dinar merasakan jantungnya berdetak tidak normal. Peluh dingin membasahi keningnya. Wajahnya pucat. Dan seperti ada satu kekuatan yang membuatnya tak mampu beranjak dari tempat ia duduk. Seperti ada perekat. Sementara itu mulutnya pun terkunci rapat tak sanggup mengeluarkan suara. Padahal hatinya berseteru ingin berteriak. Dinar menutup matanya perlahan.