Please forgive, and Marry me

14.8K 550 3
                                    

Aku segera berlari menuju mobil dan mengikuti Zee dari belakang. Sedikit tertinggal, tapi aku masih bisa mengikutinya. Masa bodoh dengan Brenda yang ku tinggalkan di cafe. Toh karena dia Zee jadi marah padaku. Dasar penggoda! Selama dijalan aku hanya memikirkan tentang nasib percintaanku dengan Zee. Sekalinya aku benar-benar menginginkannya, selalu ada rintangannya. Terkadang hidup memang kejam.

Aku terus mengikuti mobil mini berwarna putih tersebut. Meliuk-liuk ditengah padatnya lalu lintas ibu kota. Terus berjalan menuju sebuah apartemen di kawasan elit. Jalan ini sangat familiar diotakku. Bagaimana tidak, hampir setiap hari aku mengantarnya pulang melewati jalan ini. Tapi, bodohnya aku, hanya selalu mengantarnya hingga lobby. Jadi hampir dua bulan ini aku hanya tau Zee tinggal disini tapi tak pernah tau persis apartemennya di lantai berapa.

Kami tiba di apartemen. Aku segera memarkirkan mobil dengan jarak sedikit jauh agar tak terlalu ketara. Terus mengikuti hingga di depan lift. Aku melihat temannya menyapa salah satu karyawan di apartemern ini. Saat pintu lift tertutup aku tak akan menyianyiakan kesempatan. Aku berlari kecil menuju karyawan tersebut dan bertanya. "Maaf Mas, saya mau tanya Zeevanya dan temannya barusan apartemennya di santai berapa ya?"

"Oh Mba Zee dan Mba Arla di lantai delapan Mas. Keluar lift lurus aja sebelah kiri. Paling ujung." Ucapnya Ramah.

"OK teimakasih, maaf saya buru-buru." Aku segera berlari memasuki lift dan menuju alamat yang barusan ai sebut.

Ting...

Pintu lift terbuka, aku segera mengikuti instruksi karyawan yang ada di bawah tadi. Lurus, sebelah kiri. Aku tiba di depan pintu dengan nomor 8H10. Tanpa pikir panjang, aku mebunyikan bel yang tersedia di pinggir pintu ini. Tak terlalu lama menunggu seseorang membukakanku pintu.

"Maaf saya Ardhan, Zee ada?" Ucapku dengan nafas masih tersengal.

"Zee di kamar dan mengunci diri. Masuklah, Ada yang ingin ku tanyakan padamu."ucapnya ramah.

Aku masuk, dan duduk setelah dipersilahkan. "Mau minum apa?"

"Ah tidak usah." Ya, untuk minum pun aku tidak berselera sebelum Zee mendengar penjelasanku.

"Aku Arla." Dia menjabat tanganku. "Mungkin Zee selalu menceritakan ku padamu. Dan dia juga selalu bercerita tentangmu padaku. Tapi, mungkin saat ini lah kita baru bisa bertemu dengan cara yang menurutku sedikit kurang enak di lihat." Kekehnya.

"Aku minta maaf akan hal itu. Dan maksud kedatanganku kesini, aku ingin menjelaskan semua nya pada Zee. Itu tak seperti yang dia kira. Aku mencintainya, mana mungkin aku bertindak bodoh untuk menghilangkannya dari hidupku?" Ceritaku mengalir begitu sama pada Arla. Apa yang terjadi sebenarnya tak seperti apa yang terlihat. Aku sedikit lega karena Arla mau mendengarkan yang sesungguhnya terjadi. Walaupun aku tau, akan sulit nantinya bagiku untuk menjelaskannya pada Zee. Dan aku berharap dengan aku menceritakan semuanya pads Arla, dia akan membantuku untuk membujuk Zee.

"Jadi, bisakah aku bertemu dengan nya sekarang?" Tambahku.

"Aku minta maaf, bukannya aku gak mau buat ngizinin. Tapi menurutku, lebih baik biarkan dia tenang dulu."

"Tapi aku mau meluruskan semuanya. Aku gak akan tenang kalu Zee terus salah paham padaku."

"Aku ngerti, but please. Trust me. I know Zee since we were a kiddo. Gw tau semua tentang Zee. Dan disaat kaya gini, lebih baik nunggu dia tenang. Karna bicara sama Zee saat dia kalut, itu sama aja nol besar. Percayalah, aku akan membantumu. Dan yang pasti dia juga cinta padamu." Aku tertunduk diam, dan mengikuti semua saran Arla.

Will Be Happy Ending (Revisi)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang