Broke

258 37 2
                                    

Sabtu, 21 Oktober 2017

Aku memandang keluar jendela. Diluar terlihat daun-daun yang menguning di pohon kemudian jatuh bersamaan memenuhi jalanan. Seperti kemarin, ketika aku dan Rin pulang bersama melewati hutan musim gugur. Suasana sangat indah. Ditambah lagi menyenangkan jika bersama Rin.

Aku kembali memandang Rin. Ia sedang duduk membaca buku di mejanya yang berada di sampingku. Arata-san sudah pindah duduk ke kursi kosong disampingnya. Karena merasa dipandangi, Rin menoleh kearahku, kemudian tersenyum.

"Aku ingin jalan-jalan denganmu akhir pekan ini." Katanya. Aku agak sedikit tersentak.

"Tapi, bukankah keadaan diluar agak dingin? Dan juga, aku sangat bosan jika pergi ke taman fantasi terus." Kataku.

Ia mengangguk. "Iya, kamu benar. Tapi aku enggak mau ke taman fantasi." Katanya. "Aku mau jalan-jalan di bawah hutan musim gugur lagi. Aku senang sekali suasana disana. Begitu tenang dan nyaman. Pemandangannya pun juga indah."

Aku tersenyum kemudian mengangguk. "Aku juga suka."

Rin nyengir lebar. "Yosh!" Serunya. Ia kembali membaca bukunya.

Detik berikutnya, aku tertawa kecil seraya memandangnya. Entah kenapa aku merasa lucu ketika memandang cowok ini. Wajahnya begitu menggemaskan. Seperti anjing lucu. Aku pun tertawa lagi ketika membayangkannya seperti anjing jenus husky yang lucu. Dia memandangku heran, kemudian tersenyum dan kembali melanjutkan kegiatannya.

Aku sering menghabiskan waktu bersama Rin. Belajar sama-sama di perpustakaan. Makan bento di atas atap. Itu terasa sangat menyenangkan bagiku. Aku ingin itu terjadi lebih lama lagi.

Semoga.. jati diriku tidak akan terkuak. Selama aku menutup wajahku ketika malam hari, aku yakin, aku tidak akan ketahuan. Pikirku seraya tersenyum.

"Oh, ya!" Seru Rin, kemudian kembali memandangku. "Malam ini, kamu enggak sibuk, kan? Aku ingin mengajakmu ke Festival Tsukimi. Pengunjung memang banyak menikmatinya sambil minum sake, tapi sepertinya aku malas meminumnya." Katanya.

"Pokoknya, jangan malam!" Kataku buru-buru. Aku mulai merasa gugup. Ia menyadari raut kegugupan tersirat di wajahku.

"Kamu ngapain waktu malam hari?" Tanyanya curiga. Tangannya tidak lagi memegang buku.

Aku semakin gugup. "Hm.. itu.. aku.. aku kerja. Aku melaksanakan suatu pekerjaan. Hehe, iya.. aku punya kegiatan yang harus kulakukan pada malam hari." Kataku terbata.

Rin malah semakin curiga. "Pekerjaan malam hari saja? Apa itu?" Tanyanya.

Aku gelagapan.

"Apa yang kamu rasakan ketika kamu melaksanakan pekerjaanmu? Tanyanya lagi.

Aku terdiam sejenak. Menatap wajah Rin yang masih penasaran apa yang kukerjakan pada malam hari. "Itu menyedihkan." Bisikku lirih. "Aku bahkan berfikir untuk berhenti melakukannya. Tapi, itu enggak mungkin, kan?" Aku seakan berbicara pada diriku sendiri. Kembali kutatap Rin dengan wajah terkejutnya.

"Jadi.." Rin merasa sangat terkejut dan memandangku tak percaya. Aku mulai bingung. "Kupu-kupu malam?!"

"BUKAN ITU!" Seruku seraya mendorong pundaknya. Rin tertawa.

"Ya, sudahlah. Jika aku memang enggak diperbolehkan untuk tahu, aku enggak maksa, kok." Katanya seraya tersenyum. "Maaf, ya, aku tadi nganggap kamu macam-macam. Aku cuma bercanda, kok."

Aku membalas senyumannya, kemudian mengangguk. Pandanganku kembali terpaku pada pemandangan luar jendela yang menurutku tak pernah bosan kupandangi. Aku sudah memiliki hubungan spesial dengan manusia. Tapi, apa yang terjadi nanti jika Ayah mengetahuinya?

TortureTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang