CHAPTER 7 : Kecelakaan Kecil

32.4K 1.7K 33
                                    

"Kau tidak usah memaksakan diri mendekati anak-anakku supaya ia menyukaimu dan menerimamu di rumah ini!"

Ucapan mas Bram tersebut berhasil merobek dadaku ini, merobohkan benteng pertahanan yang ku buat selama ini, tidak hanya sakit yang ku rasakan. Namun ucapannya berhasil menorehkan luka di hati ini.

Salahkah diriku memberikan perhatian yang tulus kepada anak-anaknya?

Aku istrinya dan otomatis akupun ibu bagi anak-anaknya, walau hanya sebagai ibu sambung. Tidak ada keterpaksaan bagiku mendekati semua anak-anaknya dalam memberikan perhatian dan kasih sayangku. Itu semua ku lakukan tulus dari hatiku yang paling dalam. Tapi kenapa di mata Mas Bram, apa yang ku lakukan ini salah dan membuatnya tak suka?

Lalu apa yang harus ku lakukan untuk membuat dia membuka diri dan menerimaku di rumah ini?

"Hallo, Bu?" Aku mengangkat telephone dari ibuku.

"Apa kabar anakku?" Tanya ibu dari sebrang sana.

"Aku baik, bu." Jawabku, meski sebenarnya keadaanku tidak baik-baik saja.

"Kau akan menghubungi ibu segera setelah sampai. Tapi kau tak kunjung menghubungi ibu."

"Maaf bu, aku lupa." Aku berbohong, sebenarnya sudah sejak kemarin aku ingin menghubunginya. Tapi aku urungkan karena takut ia mengetahui keadaanku yang sebenarnya di rumah ini.

"Tidak apa-apa. Oiya, bagaimana kabar cucu-cucu ibu?"

"Mereka semua baik bu."

"Syukurlah." Diam sejenak di antara kami berdua.

"Aini." Panggilan ibu memecahkan keheningan di antara kami berdua "Kau tetaplah anak ibu, putri kecil ibu, jika ada apa-apa di sana kau jangan sungkan untuk menghubungi ibu." Ada nada kekhawatiran ketika ibu mengucapkannya.

"Aku baik-baik saja kok, bu." Aku berbohong, mencoba meyakinkannya, aku tak ingin membuat ia khawatir dan cemas di usia ibu yang telah sepuh.

Ku usap setetes air mata yang berhasil merangsak ke luar dari pelupuk mata ini.

"Ibu bersyukur jika keadaanmu baik-baik saja." Ada kelegaan di sana "Tapi apa kau bahagia dengan pernikahanmu?"

Pertanyaan ibu ini membuatku tergagap, aku tak menyangka jika ibu akan bertanya tentang hal itu kepadaku.

"Aku." Ucapanku terhenti, menghela nafas panjang "Aku bahagia bu." Sejujurnya ingin ku katakan yang sebenarnya mengenai keadaanku dan pernikahan yang ku jalani kini.

"Ibu minta maaf."

Aku mengernyitkan dahiku. Lagi-lagi ucapan ibu membuatku kaget. "Ibu tidak bersalah apa-apa kepadaku, untuk apa ibu meminta maaf?"

Ku dengar ibu menarik nafasnya dalam-dalam "Ibu minta maaf karena telah memaksamu menerima pernikahan ini."

"Bu." Kataku cepat-cepat memotong ucapan ibuku, karena aku tak ingin ibu merasa bersalah yang berlarut-larut "Pernikahan ini adalah keputusanku, keinginanku, tidak ada yang memaksakan kehendak kepadaku, begitupun dengan ibu dan bapak."

"Tapi nak! Entah kenapa sejak kau pergi ibu selalu kepikiran dirimu."

"Bu. Aku baik-baik saja. Aku bahagia dengan pernikahan ini, Percayalah." Aku menekan setiap kata yang ku ucapkan dengan penuh keyakinan "Ibu tidak usah khawatir tentangku dan aku mohon doa ibu selalu untukku. Doakan aku di sini agar Tuhan selalu meridhoi dan melindungi langkahku. Menjadikan pernikahanku dengan mas Bram sakinah, mawadah, warrohmah."

"Aamiin. Doa ibu selalu menyertaimu, nak. Setiap waktu, setiap saat, setiap malam ibu tidak pernah lupa untuk mendoakanmu."

"Terimakasih, bu."

Adakah Aku di Hatimu [Tersedia E - Book di Google Play]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang