CHAPTER 17: My Hope My Lost

39.3K 1.9K 200
                                    

***

"Bia." Langkahku terhenti, saat bola mata kecil itu menatapku seperti biasa tajam dan penuh kebencianmu. Mukanya memerah menahan amarah. Aku segera menghampirinya yang berdiri tak jauh dariku.

"Bia." Sapaku lagi sesaat setelah aku berada di dekatnya, tapi Bia tak menjawab sapaanku, yang ku dengar adalah isak tangis kecil lolos dari mulut mungilnya.

Setelah untuk beberapa saat terdiam, Bia akhirnya bicara "Kau Pembohong! Kau bilang tidak akan memberitahukan apapun tentangku pada ayah!"

Tak ada teriakan, tapi suaranya cukup membuatku terhenyak. Dia bicara dengan geram dan berang kepadaku.

"Aku memang tidak memberitahukan apapun pada ayah, Bia."

"Jangan bohong! Ayah meneleponku dan sekarang ia sedang dalam perjalanan ke sekolah. Siapa lagi yang memberitahunya kalau bukan kau."

Setetes air matanya lolos, jatuh dari pelupuknya. Tubuh Bia bergetar ketakutan. Dan aku baru sadar jika Mas Bram bagi Bia adalah sosok yang iatakuti.

"Dengar Bia, kau salah paham aku sama sekali tidak memberitahu ayahmu."

Bia bergerak mundur dan menggelengkan kepalanya "Aku tahu itu kau! Bukankah selama ini kau ingin mencari simpati dan perhatian ayah, makanya kau lakukan ini kepadaku."

Untung saja keadaan sekolah sedang sepi, karena semua siswa sedang mengikuti mata pelajaran.

Aku menarik nafas dalam-dalam "Sebaiknya kita bicarakan ini di rumah, ayo kita pulang, Bia." Aku tak ingin membuat kehebohan di sekolah ini yang akan menarik perhatian semua siswa yang sedang belajar di kelasnya dan akan mempermalukan Bia.

Ku ulurkan tanganku untuk meraih lengannya, tapi buru-buru Bia menepisnya dengan kasar.

"Aku akan pulang jika sudah tidak ada kau di rumahku!" Teriak Bia seraya berlari menjauhiku.

"Tunggu, Bia!"

Tanpa pikir panjang aku mengejar Bia, seketika aku memikirkan hal-hal buruk yang akan terjadi pada Bia jika ia hidup sendiri di luaran sana. Aku takut jika Bia akan menjauhi dan membenci ayahnya seperti apa yang di katakan oleh bu Ifah tadi. Aku juga takut jika Bia lebih terjerumus kedalam pergaulan bebas yang bisa menyesatkan dan menghancurkan masa depannya. Bia harus pulang ke rumah. Itulah yang ada di pikiranku saat ini.

"Bia." Teriakku memanggilnya dengan nafas ngos-ngosan.

Tapi Bia tak menghiraukan teriakanku, ia terus berlari tanpa menoleh kebelakang.

"Bia, pulanglah, aku akan bicara dengan ayahmu dan aku berjanji dia tak akan memarahimu."

Aku sudah tak punya tenaga lagi untuk mengejar Bia yang semakin jauh dari penglihatanku, aku mengatur nafasku yang tersengal-sengal dan ku rasakan nyeri yang begitu hebat di bagian bawah perut dan selangkangan yang menyerangku secara tiba-tiba.

Kenapa denganku?

"Bia, tolong!" Aku berteriak disisa suara yang ku punya berharap Bia akan mendengar dan menoleh kebelakang.

Bia, ku mohon tolonglah!

Penglihatanku memudar seiring ambruknya tubuhku ke lantai, sayup-sayup terdengar jeritan seseorang meminta tolong, setelah itu hanya gelap yang menyelimuti.

***

🍀Selengkapnya ada di Google PlayBook :

https://play.google.com/store/books/details?id=TH51DwAAQBAJ🍀

Adakah Aku di Hatimu [Tersedia E - Book di Google Play]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang