Dua hari yang lalu setelah pertandingan street basketball...
Sore menjelang malam...
"Haruhi-chan, daijoubu? Wajahmu tampak pucat." Yuko gelisah menatap sahabatnya itu.
"Memang iya, ya? Ah, Yuko-chan mungkin salah lihat saja!" kata Haruhi memaksakan tertawa. "Mungkin karena pantulan cahaya sore."
"Ha-Haruhi!!"
Yuko memegang Haruhi yang akan jatuh. Haruhi memegang kepalanya, terasa pusing dan pandangannya semakin memudar. Ia tak mengerti akan kondisi tubuhnya.
"Kamu terlalu memaksakan diri saat pertandingan tadi!" cemas Yuko.
Apa benar? Haruhi tak pernah merasakan tubuhnya begitu berat setelah bermain. Apa benar kata temannya itu? Ia memang memaksakan diri dalam pertandingan agar teman-temannya merasa senang dan juga mengakuinya, ia merasakan hal itu jauh di dalam pikirannya. Ya, ia ingin diakui lagi.
Haruhi mencoba untuk tetap berdiri dengan dibantu Yuko, ia mencoba tetap kuat, ia tak ingin terlihat lemah dihadapan sahabatnya. Haruhi ingin mengatakan kalau ia baik-baik saja. Namun kenyataannya berbeda.
Setelah sekian lama ia tak berlatih, tubuh Haruhi memang tak bisa bermain terlalu lama apalagi menggunakan seluruh kemampuannya. Ia tahu bahwa ia telah memaksakan dirinya bermain hingga akhir dan membiarkan tubuhnya tetap kuat berdiri setelah mereka berpisah pulang.
"Yuko, gomen, sepertinya aku tak kuat lagi jalan," kata Haruhi lemah.
"Eeh?" Yuko kaget. Ia ingin saja memarahi Haruhi yang terlalu memaksakan diri namun setelah itu ia pingsan. Seluruh tubuh Haruhi berkeringat dan wajahnya sangat kemerahan karena suhu tubuhnya yang panas.
"Hua! Haruhi-chan! Kalau pingsan lihat kondisi dulu dong! Waduh, gimana caranya ngendong kamu? Badanku lebih kecil darimu~!" rengek Yuko.
Ia bingung, sudah bawa tasnya sendiri, ia membayangkan harus menggendong Haruhi juga tas temannya di depan. Dengan tubuh Haruhi yang lebih tinggi darinya, tentunya ia bakal kewalahan.
"Moo, Haruhi-chan wa baka~ omoi yo! Shimatta!"
Dengan mengarahkan seluruh tenaga, Yuko menggendong Haruhi sampai ke rumah Haruhi. Setiba di depan pintu, Yuko terpaksa membuka pintu tanpa permisi terlebih dahulu karena ia tak punya tenaga lagi untuk meneriaki orang rumah. Yuko membawa Haruhi masuk dan mereka berdua terjatuh di beranda dalam rumah.
Bruuk!
Kegaduhan itu membuat ibunya Haruhi yang ada di ruang tengah kaget. Ia bertambah kaget dengan suara Yuko yang tersengal-sengal minta tolong.
"Mihwa-chan! Thohong, hawuh, whak kuhat hagi, hah-haah, haoo, hawua oang di rumhah?"
"Yu-chan!" kaget ibunya Haruhi. Ia bertambah panik saat melihat anaknya yang tak sadarkan diri di samping Yuko yang terlentang, mencoba mengambil udara.
"Hah, huntung hawua Nhaokhi-han," katanya lega. Ia menunjuk Haruhi, "Hauhi, Hauhi hingsan," ia masih tak bisa bicara dengan baik. Yuko mencoba duduk dan bersandaran, ia mengambil botol minumannya, ia meminum air yang masih tersisa. Mengatur napasnya agar jantungnya tak berdetak terlalu kencang. Ia kira jantungnya akan copot dan mati mendadak karena menggendong sahabatnya yang pingsan.
Tak lama Mika menuruni tangga karena penasaran dengan suara gaduh di depan rumahnya. Ia sangat kaget melihat Haruhi dan langsung menolong ibunya membawa Haruhi ke kamarnya.
"Lha, kok aku ditinggal?" kesal Yuko yang masih tak bisa bergerak sama sekali. "Aah, Mika-chan, Naoki-san, bantu aku juga~!!"
Esok harinya...
KAMU SEDANG MEMBACA
Kurobas: After Winter Cup [END]
FanfictionIa tak dapat kembali melantunkan bola maupun mengikuti pertandingan. Gadis bernama Fukushima Haruhi itu trauma dengan masa lalunya yang pernah berjaya sebagai pemain basket perempuan. Kini gadis itu memutuskan untuk melanjutkan sekolah di SMA Swasta...