9 : The Lucky Message

1.2K 135 15
                                    

"Kau.."

Aku merasakan keringat dingin mengucur deras di pelipisku. Nada rendah yang serak itu menekan amarah yang sepertinya bersiap untuk disemprot ke arahku. Peserta di sekitarku ikut menatap ngeri terhadap kecerobohanku. Kurosaki menatap mentimun yang telah kuiris itu kemudian membandingkan potongan lainnya.

"Bagus. Lanjutkan,"

Dalam waktu singkat, aura gelapnya musnah begitu saja. Aku mengerjapkan mataku beberapa kali, masih dengan pisau yang berada digenggamanku.

"Jadi.. senpai tidak marah terhadapku?"aku ragu untuk bertanya tetapi aku juga ingin kepastian. Maksudku, kepastian bahwa aku tidak dikeluarkan.

Kurosaki berbalik badan, diikuti tatapan sinis. "Tidak. Kalau kau sembrono seperti tadi kembali terulang, mungkin ceritanya akan berbeda,"

Aku mengangguk cepat. "Arigatou, senpai!"

Kini semangatku untuk lulus seleksi lebih membara dibandingkan kegugupanku. Aku segera menata talenan yang nyaman sesuai dengan posisiku.

"Kau, kenapa bisa mendapatkan bros emas itu?"

Aku menoleh ke arah Kurosaki yang belum beranjak menuju station berikutnya. "Dari Kotobuki-senpai. Dia memberiku ketika sedang mengisi formulir,"

Mulutnya membentuk lingkaran 'O' sebagai respon akhir. Aku mengernyit sekilas tetapi kembali melanjutkan seleksiku.

"Kalian masih diam saja? Cepat lanjutkan,"titah Kurosaki yang langsung dilakukan peserta lain.

Aku menatap bros emas yang tersemat di lengan bajuku. Benda yang mahal. Aku pun tidak boleh membiarkannya menghilang.

☆ ☆ ☆ ☆ ☆

Aku berjalan menuju gerbang dan menemukan Ittoki bersandar di sisi kiri gerbang.

"Bagaimana, [Reader]-chan?"

Aku tersenyum menunjukkan deretan gigiku. "Aku nyaris saja gagal. Beneran deh, si Kurosaki-senpai memberiku toleransi,"

Ittoki terdiam sesaat kemudian memiringkan kepalanya. "Seriusan itu senior memberimu toleransi?"

"Hm, dan dia tidak memarahiku sama sekali malahan,"

Melihat ekspresi Ittoki, aku yakin sepertinya terdapat keanehan yang tidak biasanya.

"Yang penting [Reader]-chan tidak apa-apa. Ayo kita pulang,"ajaknya mengulurkan tangan.

Tanpa ragu, aku membalas uluran tangannya. Begitu kami ingin jalan bersama, Ittoki menekap wajahnya dan berhenti melangkah.

"I-Ittoki-kun? Ada apa?"

"Bukan apa-apa. Hanya saja aku se--"

"Huatshii,"aku memotong perkataannya tanpa sengaja, begitu merasakan hidungku gatal. "Padahal sekarang belum musim dingin,"

Ittoki terkekeh melepas jasnya, mengalungkannya ke bahuku. "Memang hari ini sudah cukup sejuk, sih,"

"E-eh, Ittoki-kun tidak pakai?"

Ia menggeleng. "[Reader]-chan lebih memerlukannya,"

"Hm, terima kasih,"

Ia mengacak rambutku. "Kalau begitu, lain kali [Reader]-chan harus membuatkan makanan untukku,"

Aku menganga. "T-tapi aku sudah lama tidak memasak,"

"Akan kumakan, kok, ehehe,"

Yang kukhawatirkan, begitu aku memberinya masakanku, ia akan keracunan. Mungkin saja. Kami kembali melangkah kemudian langkah kami terhenti karena dihalangi oleh sebuah mobil kodok.

Princafé [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang