10 : The Answer

1.2K 126 2
                                    

"Maukah kau menjadi pacarku?"

"E-eh?"

"Kurasa aku jatuh cinta padamu,"

Aku menekap wajahku. Belum pernah sekalipun ada yang menyatakan perasaan terhadapku. Apa yang Kotobuki-senpai lihat dariku dan menyatakannya kepadaku?

"[Reader]-chan?"ketuk Ittoki dari luar. Aku menunduk beberapa lama.

"Aku harap kau akan memikirkanku setelah aku berkata seperti ini. Aku akan menunggu jawabanmu pertemuan berikutnya. Konbanwa,"ia melepaskan kekangan di pergelangan tanganku. Berikutnya, ia mengelus rambutku.

Aku mengerjapkan mataku beberapa kali karena syok. Refleks, aku membuka pintu mobil segera lari masuk ke dalam kafe belakang. Aku tahu Ittoki dari tadi menungguku tapi aku mengabaikannya. Keterkejutan yang kualami mendominasi batinku dibandingkan logikaku.

Begitu aku masuk dari belakang, aku menatap Syo yang duduk memegang majalahnya.

"[Reader]-sa--"

Aku langsung mengunci diriku di dalam kamar.

"Ada apa?"ketuk Syo dari luar.

"Aku hanya lelah,"jawabku bergelung di balik selimut. Aku tahu tindakanku dapat mengkhawatirkan orang-orang di sekitarku. Aku tidak ingin mereka mencemaskanku. Pemikiran itu menyusup ke dalam batinku.

"Little lamb sudah pulang?"

"Sudah, tapi dia langsung masuk kamar,"

Aku mendengar pembicaraan Jinguji dan Syo, tetapi aku tidak berkomentar.

"Jangan lupa soal makananmu yang sudah kuletakkan di kulkas, ya,"

Aku mengangguk walaupun ia tidak dapat melihatku. Aku menatap langit-langit kamarku. Betapa banyak hal yang terjadi kepadaku hari ini. Aku menekap sebagian wajahku, memejamkan mata, membawa diriku ke alam bawah sadar.

☆ ☆ ☆ ☆ ☆

"[Reader]-san?"

Aku tidak bisa tidur. Mataku perih karena efek terbangun. Aku berjalan menuju dapur, tetapi segera kutoleh siapa yang memanggilku.

"Ichinose-san?"

"Kenapa terbangun subuh-subuh begini?"

Aku langsung menatap jam dinding. Pukul 02.14.

"Tidak bisa tidur,"ucapku mengucek mata. Ichinose menghela nafas kemudian menepuk kursi di sebelahnya.

"Duduklah. Kau bisa bercerita kepadaku,"

Karena aku juga tidak tahu ingin berbuat apa, aku pun duduk di sebelahnya. Tidak biasanya Ichinose masih menghuni di kafe. Rasanya aku jadi lebih khawatir tentangnya dibandingkan nasibku.

"Apa Ichinose-san tidak lelah?"

"Tidak juga. Aku sedang bereksperimen untuk mengupdate menu kopi yang baru,"

Aku berohria. Mejanya berserakan dengan kertas. Ia terlihat berpikir keras ditemani oleh penerangan lampu belajar. Aku tidak ingin mengganggunya, tetapi aku juga bingung akan mengutarakan masalah ini kepada siapa.

"Tadi aku ditembak Kotobuki-senpai,"

Aku malu. Malu sekali mengungkapkannya. Dia bisa saja menertawakanku atau mengganggapku bercanda. Jemarinya saja yang awalnya bergerak menggores tinta ke lembaran kertas pun membatu sejenak.

Princafé [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang