"I-Ittoki-kun?"
Ittoki menarik tanganku tanpa berkata apa-apa, membuatku bingung. Kami pun sampai di stasiun. Dia menolehku, tetapi bukan dengan senyum sumringah seperti biasanya.
Dia mencengkram kedua bahuku. Erat.
"Kenapa [Reader]-chan berbuat nekat demiku?"
Aku mengerjapkan mataku beberapa kali karena syok. "I-itu karena aku--"
"Aku sudah menerima surat hitam itu beberapa kali, jadi aku tahu. Kudengar dari Syo kalau kau memerlukan pakaian serba gelap, jadi aku ke sini dan--"
Aku menepuk pipinya pelan. "Aku tidak apa-apa. Sungguh."
Kereta yang akan kami tumpangi pun berhenti dan Ittoki menatapnya, menggenggamku seperti tadi.
"Izinkan aku melindungimu,"
Aku tahu ia bergumam di tengah keramaian banyak orang, tetapi aku jelas mendengarnya.
Aku menatap kedua manik mata merah rubinya yang menatap ke arah kaca kereta. Dan seperti biasa, penumpang ramai saling mendorong rombongan demi memuat diri. Kulihat satu tangan kirinya menopang di atas kepalaku yang bersandar di kaca kereta.
Dadaku bertrampolin ria. Aku mengepal tanganku di depan dada. Kurasakan jarak kami yang begitu dekat. Tidak, itu pasti hanya aku yang merasakan kecanggungan ini!
Ini hanya terjadi karena keterdesakan.
Aku menatap wajah laki-laki itu sekali lagi. Entah karena semburat jingga sang mentari atau apa, kulihat kedua pipinya merona. Tanpa menatapku.
☆ ☆ ☆ ☆ ☆
"S-sakittttt,"ringisku menitikkan sedikit air mata. Gesekan cotton bud yang diolesi alkohol benar-benar memberikan sensasi yang menusuk permukaan pinggir bibirku yang tersobek.
"Ini karena [Reader]-chan tidak mau memberitahuku alasan menggunakan pakaian hitam ini dan seenaknya pergi menemui stalker!"Syo duduk di hadapanku sambil mengambil plester cokelat.
"Stalker?"
Ekspresi Syo mengeruh. "Iya. Dia sudah sebulan lebih mengincar kafe ini. Belum lagi Ittoki-kun yang dijadikan sasaran jaminan kafe ini,"
Syo merekatkan plester mini ke arah pinggir bibirku.
"Mungkin butuh seminggu atau lebih untuk memulihkan nasib bibirmu,"
Aku mendesah. "Sudahlah, itu juga karena aku ga--"
Syo menggertakkan jari-jarinya. "Ini tidak bisa kubiarkan! Aku ingin menghajarnya!"
Aku menyeringai kaku. "J-jangan, Syo-kun."
Aku menundukkan kepala. "Bisa kau ceritakan secara rinci tentang surat hitam itu?"
Aku sadar Syo menatapku, tetapi langkah kakinya menjauh. Kemudian kembali ke hadapanku.
"Sudah kubilang ada banyak kan?" Syo memberikan sebuah rak yang menyimpan empat atau lima amplop berwarna hitam pekat.
Amplop itu sudah robek dari pinggirnya, tetapi isi suratnya masih tersimpan kembali di dalamnya.
Semua isinya sama. Ke tempat dan waktu yang sama, semuanya selalu dikirimkan setiap hari senin.
"Ini sudah termasuk teror,"gumamku mengernyitkan dahi.
"Memang, tetapi kami mengabaikannya. Kami tahu pelakunya. Kesepakatannya jika Ittoki dijodohkan dengan anak properti perumahan Murabarako Group, jadi nasib kafe tidak akan terancam. Tapi kami tidak sejahat itu, apalagi Tokiya-san,"
![](https://img.wattpad.com/cover/47507081-288-k733428.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
Princafé [END]
FanfictionTuhan, mungkin aku sedang ditampar oleh mimpi. Tapi aku boleh berbahagia sedikit saja? Namaku, [Full Name] adalah seorang gadis NEET (Not Educating, Employment, or Training) yang jatuh sakit sehingga harus dirawat di Tokyo. Tapi ketika berada di Tok...