8 : My First Step

1.3K 134 4
                                    

Kemeja putih dan rok pensil hitam kini melekat di tubuhku. Aku berkaca menatap penampilanku yang tidak biasa kukenakan sehari-hari.

Hari ini adalah penantianku seminggu kemudian setelah acara pendaftaran formal seleksi mahasiswa Saotome University.

Tidak lupa kukenakan pantofel hitam yang sudah usang di dalam koperku.

"[Reader]-chan~"sapa Shinomiya dari luar.

Kamar tidurku, dahulunya adalah gudang penampungan Princafé yang tidak terpakai ini kusulap menjadi hunianku. Baru-baru ini kamarku akhirnya bisa kukunci, setelah Syo datang ke kamarku dua hari yang lalu.

"[Reader]-chan, apa tidak risih jika ruanganmu sering dimasuki tanpa izin?"

Jujur, aku sangat risih setampan-tampannya cowok-cowok yang menghuni kafe ini selama kurang lebih dua belas jam sehari. Aku hanya bisa mengunci ruanganku dengan balok kayu. Aku yakin usia kayu yang malang ini akan semakin menipis seiring rapuhnya dimakan rayap.

"Agak, sih,"

Syo mengacungkan jempol. "Tenang saja, aku akan pasangkan ini,"

Sebuah gembok baja dan pengait berada digenggamannya. Tidak memakan waktu lama, alat itu telah melekat di belakang pintu kamarku. Aku bisa mengunci kamar itu dari dalam dengan efisien.

"Arigatou, Syo-kun!"aku menatapnya dengan mata berbinar-binar. Padahal dia laki-laki, tetapi dia menyadari kerisihanku sebagai perempuan.

Dan laki-laki itu menyahut dengan cengiran.

Sebelum aku membuka pintu, aku menangkap anak ayam -- piyo chan raksasa di ranjangku. Aku akan coba membujuk Shinomiya hari ini. Aku berderap ke pintu kamar untuk membuka pintu.

"Shinomiya-san, boleh modeli rambutku lagi?"aku meminta tolong, sekaligus menggunakan kesempatan ini.

Ia tersenyum. "Tentu. Memang sudah kubawa dari tadi,"

Ia berbalik badan, membawakan dua buah kursi yang saling membelakangi. "Duduk,"pesannya menepuk kursi.

"Aku ingin rambutku diikat model bunhead,"pesanku yang segera dituruti oleh Shinomiya.

Setelah dia mengatur rambutku serapi mungkin, aku mencari waktu yang tepat untuk bertanya.

"Shinomiya-san, kenapa berhenti kuliah?"aku kurang pandai mengarang kata-kata yang pas, dan pada akhirnya aku menyatakannya to the point.

Kurasakan rambutku diikat sempat tertahan oleh jemarinya yang mengambang sesaat, tetapi aktivitas itu kembali berlanjut.

"Aku.. tidak punya keberanian ke sana. Aku hanya akan dibenci, diinjak-injak, dan diabaikan,"ucapnya dengan nada lemah.

Memang tidak semua orang bisa bertahan dalam kondisi seperti itu. Termasuk seseorang sepertinya yang sering mengumbar senyuman. Terkadang hidup untuk dijalani karena kita seharusnya menjadi diri sendiri, bukan untuk menyesuaikan ekspektasi orang lain terhadap kita.

"Akan kubuktikan Shiomiya-san akan baik-baik saja selama aku lolos nanti. Lihat saja seleksiku hari ini. Kalau aku lolos, masuk lagi ya,"pintaku menatapnya lekat-lekat.

Shinomiya tidak menanggapi, alih-alih menunduk.

Aku berkaca sebentar untuk melihat penampilanku yang kurasa rapi, mengambil bros emas pemberian Kotobuki senpai di acara formal sebelumnya.

Aku belum tahu kegunaan yang dimaksudkan Kotobuki, tetapi aku tetap mengenakannya di bagian lengan kemejaku. Saat aku berbalik badan, kutatap Jinguji yang sedang menyeduh Mocha Latte.

Princafé [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang