Part 19

7.5K 820 124
                                    

Siang ini terasa aneh. Seluruh mata menatapku seolah aku adalah makhluk asing di kampus ini. Apa mereka lupa kalau aku ini senior yang punya wewenang melakukan apapun di kampus ini?

Tanpa peduli dengan tatapan yang menyudutkan dari--entah siapa mereka--, aku terus berjalan menuju ruang kelasku dengan langkah sedikit terburu-buru. Melihat jam tanganku sekilas, sepuluh menit lagi kelas dimulai.

"Eh, itu Kak Atania yang penyiar itu, 'kan?" tanya seorang cewek pada temannya, membuatku mengernyit bingung dan memperlambat langkahku karena percakapannya yang mengikutsertakan namaku.

"Iya dia! Lo denger gak sih kabar tentang dia?" balas temannya.

"Eh, ngomongnya jangan kenceng-kenceng, dia 'kan senior."

"Biarin aja sih, cewek perusak hubungan orang mah gak akan sadar juga kalo diomongin."

Sialan. Umpatku. Telingaku memanas. Rasanya darahku mendidih saat ini mendengar nada sarkas dari junior tak tahu diri itu.

Aku menghentikan langkahku. Membalikkan tubuhku dengan tangan terkepal, mencengkram erat tas yang tersampir di pundakku. Melangkahkan kaki perlahan, berpura-pura tidak mendengar percakapan mereka.

Saat kakiku berhenti tepat di hadapan adik kelas itu, mereka membatu. Wajahnya menegang dengan tangan saling bergandengan pada keduanya.

Aku tersenyum miring, meremehkan ketakutan mereka. "Lagi gosipin apa? Seru banget deh. Tadi sih gue denger soal senior yang namanya Atania itu, ya?" tanyaku retoris, mengambil alih peran yang mereka lakukan padaku.

Mereka masih bergeming--dengan wajah membiru layaknya film kartun. Aku mendengus geli melihat ketakutan mereka yang tertangkap basah sedang menyindirku.

"Gue gak tuli loh, gue denger kalian ngomongin Atania gitu. Dia kenapa sih?" tanyaku sekali lagi.

Junior yang tidak kukenal itu kali ini berani menatapku, taapannya berubah tajam, membuatku tersentak. Cepat juga dia berubah keberanian. "Iya, emang kenapa kak?" balasnya menantang.

Aku mengangguk samar, masih dengan senyum miring yang menghias wajahku. "Bilangin ke orang yang tadi ngomongin Atania, kalo gak tau gimana masalahnya ... gak usah sok ngejudge orang. Bilangin ke dia, kalo Atania Romaria bukan perusak!" kataku, menekankan nada di setiap kalimatnya. Membuat junior itu tertegun. Lalu mundur perlahan.

Aku melirik tajam pada temannya yang sejak tadi masih mematung. "Dan buat lo, tolong kasih tau temen lo ini buat jaga tuh mulut kalo gak tau apapun soal gue dan masalah gue, jangan sampe lo berdua nyesel," ucapku penuh emosi. Mereka semakin mundur perlahan.

Aku tidak lagi memedulikan mereka, mulai melanjutkan langkahku yang sempat tertunda. Melihat sekitar, orang-orang menatapku terkejut. Mungkin mereka baru pertama kali melihatku seperti ini.

Lelah, sudah cukup rasanya mereka ikut campur tanpa tahu situasi yang sebenarnya, melakukan judgement yang membuatku semakin yakin kalau aku bukan pelaku kejahatan--merebut pacar orang seperti yang mereka katakan.

Langkah cepatku mulai melambat saat mendekati pintu ruang kelas. Aku melihat Levin dari arah berlawanan, menuju kelas yang sama. Dia tersenyum samar padaku, membuatku berhenti tepat di samping pintu, begitupun dengan Levin.

"Lo gak ke area payung?" tanyanya, sambil melepaskan headset yang menempel di telinganya.

"Enggak, baru dateng, males nih lagi unmood ke sana."

Dia menautkan alisnya. "Kenapa? Lagi ada problem?"

"Nope," balasku singkat. Mulai menarik bangku secara asal.

OreologyTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang