20. katakanlah aku egois

6.6K 231 7
                                    

Jawab aku Arjuna--! Katakan padaku, katakan-- kalau kamu melakukan itu pada Imel atas dasar cinta, atau hanya-- sebagai pelampiasan atas masalah kita?!" Dengan sisa kekuatan dan air mata yang kini membanjiri pipinya, Kissanda ingin memastikan jawaban dari Arjuna.

"Itu bukan urusanmu!" Arjuna meninggalkannya tanpa menoleh sedikitpun.

Suara pintu yang tertutup kasar mengantarkan tubuh Kissanda yang ikut luruh di lantai.
#####

Imelda

Sesak itu kembali menghimpitku. Baru saja aku merasakan sedikit kebahagiaan, baru sedikit-- saja. Namun semua hancur dalam satu kedipan mata.

Cinta atau pelampiasan?

Pilihan itu membuat lukaku menganga. Aku berharap satu jawaban dari Arjuna menenangkanku, namun ternyata jawabannya menggantungkanku di udara.

Seiring Kissanda yang luruh di lantai saat itu juga bersamaan aku ikut luruh. Mereka sedang ada masalah entah itu apa, dan aku hanya sebagai pelarian atas kesalahan Kissanda. Dan lagi, aku selalu berada diposisi di manfaatkan untuk kesalahan orang lain.

Aku terbangun saat matahari di atas, aku yakin karena jarum jam di nakas di sebelah tempat tidurku menunjukkan pukul 12:15 wib. Tadi pagi aku memilih untuk mengurung diri di dalam kamar, bahkan panggilan telfon dari Naomi kuabaikan. Aku tidak perduli dengan sekelilingku.

Jujur, aku tidak bermaksud untuk merebut Arjuna dari Kissanda. Aku hanya ingin merasakan mempunyai suami, merasakan pernikahan yang sesungguhnya. Apa aku salah? Apa aku berdosa memimpikan hal itu bersama lelaki yang telah sah menjadi milikku?

Aku tersenyum kecut.

Milikku?

Dari awal, sedikitpun bahkan seujung rambut pun, aku sama sekali tidak mempunyai hak atas kepemilikan Arjuna. Tidak sama sekali.

Aku berjalan menuruni tangga.

Batinku berulang kali terluka, tapi aku tidak mau dengan tubuhku. Aku tidak mau keadaanku akan kembali terjatuh mengenaskan, tidak untuk kedua kalinya. Bukankah aku harus mempersiapkan tubuhku agar siap menerima sakit yang akan kembali mereka torehkan? Aku butuh kekuatan untuk kembali berakting, agar mereka melihat bahwa aku baik-baik saja.

Aku melihat seorang wanita paru baya tengah asyik bergulat di dapur dengan peralatan masaknya "Bi Ri, kau sudah kembali bekerja lagi?"

Yah, sudah hampir dua minggu bi Ri tidak datang untuk membersihkan rumah. Awalnya aku tidak perduli, karena itu urusan Kissanda.

Dia berbalik menghentikan aktivitas memotong sayurannya "Eh, Non Imel. Ia non, anak saya udah baikan. Jadi udah bisa saya tinggal"

Aku hanya ber-oh berdiri melihat masakannya "Siapa yang sakit Bi?" Tanyaku saat melihat panci yang berisikan masakan bubur.

"Anu non, pas saya datang saya mendapati non Kissanda pingsan. Saya udah hubungi dokter, sebentar lagi datang"

Aku tercengang "A-apa? Dimana Kissanda sekarang?"

"Sudah saya bopong kedalam kamarnya non, barusan.."

Aku pergi berlalu begitu saja tanpa menunggu Bi Ri menyelesaikan perkataannya. Dengan panik aku membuka pintu. Langkahku terpaku di ambang pintu, mendengar igauan Kissanda yang memanggil nama Arjuna dan perkataan maafnya.

Aku mendengar derap langkah bi Ri yang berjalan tergopo-gopoh membukakan pintu hingga dia datang menghampiriku bersama seorang dokter pria "DR. SAMUEL WESLY" nama yang kubaca di papan nama yang menempel disisi jas putihnya.

"Skypaper"Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang