Pertanyaan

6K 311 15
                                    

Mentari...
Takkan mengusik kepergian fajar
Dan takkan menolak datangnya senja
Ia akan tetap melanjutkan perjalanannya
Sesuai garis edarnya...
Mungkin ia tak rela fajar berlalu darinya
Mungkin ia tak ikhlas senja menenggelamkannya
Namun ia sadar,
Fajar, mentari dan senja, tidak ditakdirkan berada dalam ruang dan waktu yang sama
Karena semua adalah kehendak Allah,
Dan mereka akan patuh dan taat...

***___***

Mentari menyapa dunia dengan sinarnya, perlahan naik dan terus berpijar. Pagi ini Senja memiliki dua janji yang harus dia tepati. Kerumah Fajar dan kemudian kerumah Tari.

Dari selepas shalat subuh, Senja mengerjakan tugas-tugas rumahnya, dalam kontrakannya yang minimalis itu. Dari mulai bersih-bersih hingga makan-makan (masak-kemudian sarapan). Setelah semuanya selesai, pukul 09.00 Senja bersiap-siap untuk berangkat, tidak lupa dia membawa pakaian ganti untuk menginap dirumah Tari.
______

"assalamualaikum," sudah beberapa kali Senja menekan bel rumah itu dan mengucap salam, namun tak ada jawaban. Hingga kemudian Senja berniat pergi.

"kamu pasti Senja ya nak?" wanita paruh baya berjalan dari samping rumah itu, lalu disusul seorang laki-laki dibelakangnya. Mereka adalah Fajar dan Mamahnya.

"iya Tante...assalamualaikum," Senja mendekati Mamah Fajar dan mencium punggung tangannya.

"wa'alaikumsalam, ayo masuk nak," Mamah Fajar berjalan lebih dulu, membuka pintu rumahnya dan mempersilakan Senja masuk, "udah lama nunggunya ya nak? Maaf tadi Tante dan Fajar lagi menata tanaman dibelakang rumah."

"iya gak apa-apa Tante, Senja belum lama koq. Tapi tadi Senja pikir gak ada orang, jadi berniat pulang deh."

"ya udah, duduk dulu nak, Tante kedalam mau ambil minum dulu, haus nih, hehe," belum sempat melangkah kedalam, Mamah Fajar berbalik ketika menyadari Fajar masih berada diluar, entah apa yang dilakukannya. "Fajar, kamu seperti tamu aja, belum masuk kalo belum disuruh. Kamu ngapain diluar? Sana mandi, kotor kan tadi habis mindah-mindahin bunga!"

"iya Mah," Fajar berjalan melewati Senja yang sudah duduk manis dikursi ruang tamunya, namun Fajar tak berani menyapa, dia hanya tersenyum sekilas kemudian pergi kekamarnya.

Setelah selesai membuat minuman untuk Senja dan dirinya. Mamah Fajar datang dan duduk disamping Senja.

"nak Senja aslinya dari mana?" Beliau memulai pembicaraan.

"saya dari Pekalongan, Tante."

"kamu di Jakarta tinggal sendirian, nak?"

"iya Tante, saya ngontrak didekat tempat kerja, sekalian menghemat ongkos," Senja tersenyum malu-malu.

"kata Herman, kamu masih ada hubungan keluarga ya dengan istrinya Herman? Kenapa gak tinggal bersama mereka aja nak?"

"rumah Om Herman jauh dari tempat kerja saya, Tante. Belum lagi macetnya, makin lama nyampenya."

"iya juga ya nak...kamu udah lama kenal sama Fajar?"

"kami kenal baru beberapa hari, Tante."

"kamu udah punya calon, nak?"

"calon apa Tante?"

"calon suami nak? Masa calon presiden, hehehe..." Mamah Fajar berusaha mencairkan suasana, karena Senja mulai gugup dan terlihat tidak nyaman.

"belum Tante."

"menurut nak Senja, Fajar itu gimana?"

Senja jadi ingat pada Tari, Tari juga pernah menanyakan hal itu padanya. Tapi sekarang yang bertanya justru Mamahnya Fajar. Bagaimana jawabnya?

Fajar dan Senja {ending}Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang