Ditengah teriknya matahari
Angin seakan enggan hadir
Untuk berbagi kesejukan...
Panas seakan menyelinap
Dalam jiwa dan raga
Termasuk hati...
Masih adakah air yang sudi menyiraminya?***___***
Silvi mempersilakan Fajar dan Senja untuk duduk, lalu segera memanggil pelayan memesan makanan untuk mereka bertiga. Setelah pelayan itu pergi, Senja menangkap basah tatapan Silvi yang tertuju pada Fajar. Dari awal Senja memang bisa merasakan ada yang lain dari diri Silvi saat memandang Fajar. Tapi Fajar seakan tidak sadar akan semua itu, karena tatapan Fajar lebih tertarik untuk memperhatikan istri tercintanya itu.
Mereka tak ada yang berbicara, terlalu sibuk dengan pikiran masing-masing."ekhem... Udah dong jangan lihat-lihatan kayak gitu, aku berasa gak dianggap nih." kata Silvi, mencari perhatian dari Fajar, yang tidak sedikitpun memandangnya.
"makanya Ibu nikah, biar ada yang merhatiin." balas Fajar.
"gimana mau nikah, baru mau melangkah mendekati calon yang dituju aja, eh malah ditinggal lari oleh calonnya." lanjut Silvi. Fajar diam tak menyahuti lagi, Fajar tau kemana arah pembicaraan Silvi selanjutnya.
"berarti bukan jodohnya, Bu. Betapapun Ibu mengejarnya, dia hanya akan semakin menjauh, karena kalian tak berjodoh. Tapi jika kalian berjodoh, betapapun Ibu menghindar, pasti akan bersatu juga." jelas Senja.
"iya, mungkin begitu... Tapi tidak salah kan, kalo aku masih berharap padanya? Lagian bukankah laki-laki itu dibolehkan poligami?" tanya Silvi, kali ini pertanyaan itu ditujukan untuk Senja.
Senja diam. Berpikir, bagaimana cara menjawab pertanyaan itu, tentu saja pada dasarnya tidak ada seorang wanitapun yang rela berbagi kasih sayang suaminya pada wanita lain. Begitu juga dengan Senja. Walaupun Senja tidak tau maksud dan tujuan dari pertanyaan Silvi itu, tapi sebagian hatinya mengatakan bahwa yang menjadi objek pembicaraan itu adalah Fajar, suaminya sendiri.
"Senja, kenapa diam? Benar begitu kan?" ulang Silvi lagi.
"udah cukup! Kita kesini untuk makan, bukan diskusi." ucap Fajar, menegaskan. "dan, Ibu, poligami memang dibolehkan dalam islam. Tapi tidak semua suami bisa berlaku adil pada istri-istrinya, untuk itu alangkah lebih baik menikah cukup dengan satu istri saja." tambahnya.
Pelayan datang membawa semua pesanan mereka, lalu mempersilakan mereka untuk makan, dan pergi dari hadapan mereka.
"terimakasih penjelasannya, Fajar." kata Silvi, ditengah acara makannya yang belum selesai.
"sama-sama." balas Fajar.
_______Selama dalam perjalanan menuju apartemen, Senja tidak banyak bicara, ketika Fajar bertanyapun hanya dijawab gelengan ataupun anggukan kepala. Saat mereka sudah sampai dan masuk kamar. Fajar mengambil koper Senja, dan menahan Senja untuk duduk bersamanya disofa.
"kamu kenapa?" tanya Fajar kemudian.
"atasan kamu masih muda ya?" jawab Senja, tanpa menoleh.
Fajar tersenyum, mengerti kenapa Senja seperti itu, berasa mengaca pada diri sendiri ketika dia melihat Ilham berbicara pada Senja, sikapnya tidak jauh beda dengan Senja saat ini. "pantas ya kita berjodoh."
"maksudnya?"
"bahkan saat cemburupun, kita tidak jauh beda..." Senja memotong ucapan Fajar.
"siapa yang cemburu? Aku? Kamu salah. Karena aku gak cemburu ."
"kamu tau, kenapa aku memilihmu? Padahal kita belum lama mengenal ketika itu?" Senja tidak menyahuti, hanya saja pandangannya kini menghadap kearah Fajar, mencari kebenaran dalam prasangkanya. "aku kasih tau ya?... Dari awal aku melihatmu, hatiku seakan berkata 'kamulah jodohku'. Kamu yang mampu masuk dan mengisi ruang kosong yang tak pernah aku buka, karena memang aku membiarkan ruang itu diisi oleh seseorang yang pantas memasukinya, kekasih halalku. Tapi kamu memiliki kunci itu, hingga tidak sulit bagimu untuk masuk, walau aku tidak membukanya..."
Fajar berhenti sejenak, melihat Senja yang matanya mulai berkaca-kaca. Fajar tersenyum manis, dan melanjutkan kalimatnya. "mungkin kamu tak sadar, setiap pertemuan kita yang secara tiba-tiba, penantianmu terhadap sesuatu ketika bertemu denganku, semua itu membuatku jadi bertanya 'akukah yang kau nanti?'. Tidak sampai disitu, disepertiga malam aku berdoa dan bertanya ada apa dengan hatiku? Yang kadang terasa berbeda ketika mengingatmu. Hingga suatu pagi, Mamah memintaku untuk membawamu kerumah, dan aku semakin yakin bahwa kita memang ditakdirkan bersatu... Karena kamulah yang ku pilih menemani siang dan malamku, menjadi makmunku, melangkah disampingku, menjadi Ibu dari anak-anakku, bukan dia ataupun mereka. Tolong percayalah padaku, jangan ragukan perasaanku, ikatan kita ikatan yang sakral, dan janji yang kita ucap adalah suci, jangan biarkan kesucian itu ternoda...
Silvi memang menyukaiku, itulah salah satu alasan dia ada disini menggantikan Ayahnya yang seharusnya berada disini. Dia belum bisa menerima saat aku memilihmu, bukan dirinya yang sudah lama mengenalku. Tapi jika keadaan ini membuatmu tidak nyaman, aku bersedia kalaupun harus meninggalkan pekerjaanku. Masih banyak perusahaan lain, yang bisa menerimaku, insya Allah." jelas Fajar.Senja terharu mendengar semua itu, air matanya jatuh membasahi pipinya. Rasanya begitu tenang memiliki suami seperti Fajar, dan berharap kebersamaan mereka abadi sampai ke surga, aamiin. " kamu tidak perlu melakukan itu. Aku percaya padamu... Maafkan sikapku yang seperti ini. Terimakasih sudah memilihku... Hiks..." Senja menangis terisak, jatuh kedalam dekapan Fajar. Menumpahkan segenap perasaannya, senang bercampur haru yang tiada tara.
______Keesokan harinya
Fajar berangkat kerja, meninggalkan Senja di apartemen sendirian. Tiba-tiba bel rumahnya berbunyi, bertanda ada tamu, mungkin petugas apartemen, pikir Senja. Segera dibukanya pintu itu, dan....
"assalamualaikum..." sebuah senyuman manis menyapanya, lalu disusul oleh senyuman tipis dari orang disebelah pemilik senyum manis itu. Siapa mereka?
"Wa'alaikumsalam... Tari, kak Awan. Kalian kok bisa sampai sini? Tau dari ma..." Senja kaget melihat suaminya datang dibelakang mereka. "jadi, kamu gak ke kantor ya?"
"hehehe, aku ijin dari kantor, setelah ini juga berangkat lagi. Gak aapa-apa kan aku tinggal? Aku lebih tenang kalo kamu ada yang nemenin." ucap Fajar.
"kami gak dipersilakan masuk nih?" Tari menyela.
"oh tentu saja boleh, sini, silahkan masuk." Senja membukakan pintu lebar-lebar untuk pengantin baru itu.
Saat Tari dan Awan sudah masuk, Fajar berbisik pada Senja. "apa aku boleh pergi lagi ketemu sama Silvi?" tanyanya, menggoda Senja dan langsung mendapat tatapan tajam dari Senja. "aku berangkat kerja dulu ya sayang...jangan mikir macem-macem." lanjut Fajar mengelus kepala Senja.
"iya... Hati-hati yaa." jawab Senja, kemudian mencium punggung tangan suaminya itu, dan dibalas kecupan dikening dari Fajar. Lalu mereka saling mengucap dan menjawab salam. Fajar pergi dengan senyum menemani langkahnya, dan Senja mengiringinya dalam doa-doanya. Semoga selamat sampai tujuan, dan kembali dengan selamat tanpa kurang satu apapun.
_______Akan selalu ada ujian dan cobaan menghampiri setiap insan, yang berbeda hanya bagaimana cara kita menghadapinya. Diam, berdoa, berusaha mencari jalan keluar, pasrah, marah, kecewa, ataupun sebagainya.
Begitu pula kehidupan Fajar dan Senja, selalu ada angin berhembus, hujan menyapa, ombak menerpa. Semua itu memberikan warna tersendiri dalam hidup. Selama kita yakin dan percaya, pertolongan Allah itu selalu dekat, jika kita mau bersabar menjalani semuanya.Menikah itu bukan untuk bahagia.
Tetapi kita menikah untuk beribadah kepada Allah Subhanahu Wa Ta'ala.***the end***
Untuk semua yang mampir membaca atau menunggu cerita ini, terimakasih banyak yaa :)
Dapat salam dari Fajar, Senja, Mentari dan Awan... Semoga sedikit bisa memberikan nilai positif atas cerita ini.
Maaf, jika ada yang tidak sesuai, ini hanya sebatas menyalurkan hoby saja, saya hanya penulis amatiran, yang masih harus banyak belajar.
Kalo ada yang rindu sama author, bolehlah main-main ke cerita sebelah, ada "si sulung" di spiritual, juga ada cerita baru "karena hati, memilihmu" tapi bukan spiritual ya...
Wabillahi taufik walhidayat wassalamualaikum warrohmatullahi wabarakatuh :)
KAMU SEDANG MEMBACA
Fajar dan Senja {ending}
Spirituellestentang cinta dan persahabatan. semua ini berawal dari persahabatan, pengorbanan perasaan demi saling menjaga hati yang lain. berjalan sebagaimana takdir yang sudah Allah gariskan...