Tentang Awan

5.1K 294 6
                                    

Sejauh apapun jarak sang mentari
Takkan menghambat sinarnya sampai ke bumi...
Namun sadarkah ia,
Bahwa awan selalu berada disekitarnya,
Dekat...dan setia menemaninya...

***___***

"hari ini ada peluncuran buku kan, Ri?" Senja akan menjalankan misinya, yaitu mendekatkan Tari dan Awan. Awan adalah salah satu penulis yang buku-bukunya selalu diterbitkan oleh kantor tempat Senja dan Tari bekerja. Kata-kata yang digunakan Awan dalam penulisannya sangat indah, mampu menyihir pembaca untuk larut dalam bacaannya, dan semua karya-karyanya selalu laku keras dipasaran.

Buku yang diterbitkan bulan lalu, Awan menuliskan tentang kekagumannya pada sesosok wanita yang dikenalnya dimasa kuliah. Betapa ia ingin mendekati wanita tersebut, namun wanita itu tidak mau berdekatan dengan yang bukan mahramnya, kecuali dalam hal pekerjaan. Dan entah mengapa Senja yakin wanita yang dimaksud itu adalah Tari. Karena sebelumnya Tari juga pernah bercerita, bahwa Awan adalah kakak seniornya dikampus dulu.
Mereka tidak pernah berkenalan secara langsung. Mereka kenal karena pernah mendapat tugas dari dosen yang sama dan diwaktu yang bersamaan juga. Setelah itu mereka tidak pernah saling menyapa, tak pernah bertemu selama dikampus. Mereka hanya saling tau sebatas nama saja.
Dan dalam buku yang ditulis Awan tentang sosok wanita itu, sama persis dengan cerita Tari pada Senja tentang perkenalan awal mereka bertemu. Itulah yang membuat Senja yakin, bahwa Awan menyukai Tari. Mungkin itu juga alasan kenapa Awan menerbitkan buku-bukunya disana, karena ingin mengenal Tari lebih jauh.

"iya Ja...awas jangan lakukan hal-hal aneh, apalagi mempermalukan aku." Tari mengancam Senja, karena dia bisa membaca tingkah Senja beberapa hari ini yang terlihat bersemangat untuk menjadi mak comblang, sebut saja begitu.

"tenang aja Ri, aku tau cara yang baik dan benar untuk mendekatkan kalian." Senja mengerlingkan sebelah matanya pada Tari, membuat Tari ngeri melihatnya.

"idih...genit banget sih kamu Ja! Jangan-jangan kamu memang lebih suka padaku ya, daripada Fajar?"

"hmmm...iya kali ya Ri, haha." Senja tertawa, tapi Tari malah berjalan meninggalkan Senja untuk melihat lokasi yang akan digunakan untuk peluncuran buku karya Awan dan dua penulis lainnya. Tak lama kemudian Senja menyusulnya, sambil membawa beberapa map yang berisi susunan acara peluncuran buku tersebut.
______

"saya akhiri, wassalamualaikum warohmatullahi wabarakatuh."

Acara telah selesai, acara tanya jawab dan tanda tangan penulispun selesai. Seperti biasa, Awan akan duduk-duduk dulu diruang tunggu kantor, hanya untuk menyapa Tari, saat berjalan melewatinya.

"assalamualaikum," Awan menyapa Tari dan Senja yang akan keluar makan siang.

"wa'alaikumsalam," jawab keduanya bersamaan.

"kalian mau makan siang ya? Boleh saya ikut?" Awan ingat, biasanya tawaran itu selalu ditolak oleh mereka, atau seandainya diterimapun hanya akan saling diam selama acara makan berlangsung, lalu setelah selesai mereka pamit meninggalkannya. Tapi Awan tidak pernah menyerah, akan tiba saatnya datang keajaiban.

"iya kami mau makan siang," Senja memberi jeda pada kalimatnya, untuk melirik Tari yang berdiri disampingnya, Tari hanya diam saja, berarti boleh, "boleh pak, ayo."

Sampai dikantin kantor, mereka makan dalam hening, tak ada yang bicara dalam satu meja itu, padahal disekitar mereka ramai berbincang-bincang. Ada yang menghampiri Awan untuk meminta tanda tangan dibuku karyanya, ada juga yang meminta foto bersama Awan. Setelah mereka pergi, Senja dan Tari sudah menghabiskan makanan mereka, sedangkan Awan masih separuh makanannya belum habis, karena melayani beberapa fansnya, seperti artis saja.

"kalian jangan tinggalin aku donk, aku kan belum selesai makan," Awan memohon, karena melihat Tari sudah bangkit dari tempat duduknya, lalu kembali lagi duduk.

"bapak kayak anak kecil aja, masa makan sendirian takut sih?" tanya Senja.

"jangan panggil bapak, saya belum tua-tua amat, malah pernah satu kampus dengan Mentari. Tapi sepertinya Mentari lupa. Waktu itu saya adalah seniornya."

Hanya Awan yang memanggil Tari dengan sebutan Mentari. Iya, itu memang namanya.

Tari sebenarnya ingat, bahkan pernah cerita pada Senja tentang hal itu, tapi Tari tidak mau dianggap sok kenal pada Awan, kenyataan juga cuma sebatas tau namanya.

"saya ingat koq kak." akhirnya Tari menjawab juga, walaupun tanpa menatapnya. Tari menunduk, menatap gelas dan piring yang ada didepannya.

"saya kira kamu lupa Ri...waktu itu kan kita hanya sekali bertemu, padahal kita satu kampus, kenapa ya Mentari?"

"mungkin karena kita beda jurusan kali kak."

"iya juga yaa."

"pak, eh maksud saya kak, novel kakak yang berjudul 'ku nanti sinarmu' itu cerita pengalaman pribadi ya kak? Kalo gak salah itu kan bercerita waktu kakak kuliah. Siapa sosok itu kak? Siapa tau Tari kenal. Iya gak Ri?" Senja menyenggol Tari yang duduk disebelahnya, dan Tari menatapnya horor, karena Tari tau sosok itu kemungkinan besar adalah dirinya.

"Mentari pasti kenal, bahkan sangat kenal...tapi saya ingin Mentari mengartikannya sendiri, atau jika tidak mampu, biar saya yang memperjelasnya."

"jawabannya menggantung nih, saya kan gak paham kak." Senja pura-pura bingung. Senja ingin agar Awan jujur dan mengungkapkan secara langsung, karena kadang wanita perlu sebuah pengakuan.

"maaf kak, saya tidak ahli dalam hal membaca hati dan pikiran yang kakak tuliskan lewat buku itu." itu Tari yang bicara.

"kamu ahli, Mentari...memasuki hati dan pikiran si penulis buku itu," Awan menatap Tari untuk meyakinkan, dan Tari menatap Awan kaget mendengar pengakuannya, saat tersadar keduanya saling menundukkan pandangan, astaghfirullah, "sudah jelaskah yang aku maksud itu, Ja?" Awan beralih menatap sekelilingnya, tanpa menatap Tari ataupun Senja.

"sangat jelas kak, tapi sepertinya ada yang terkaget-kaget mendengar penjelasan dari kakak." Senja kali ini memandang Tari yang terlihat gugup, dan Awan mengerti siapa yang dimaksud Senja. "ya udah kak, sebentar lagi sudah masuk jam kerja, saya dan Tari permisi dulu ya kak, assalamualaikum."

"iya, saya juga akan pulang setelah ini,wa'alaikumsalam."

Senja dan Tari berjalan pergi meninggalkan Awan. Tari masih terlihat gugup. Tari memang termasuk salah satu fans Awan, Tari menyukai hampir semua karya Awan. Dia tidak menyangka Awan masih mengingatnya sebagai juniornya waktu kuliah dulu. Ketika Awan menulis sebuah buku yang berjudul 'ku nanti sinarmu', Tari tidak yakin bahwa itu tertuju padanya, sampai tadi saat Awan mengakuinya, Tari benar-benar terkejut.
________

"apa perlu aku antar kamu pulang, Ri? Aku khawatir padamu, biar aku yang menyetir motormu." Senja menawarkan diri.

"aku gak apa-apa koq Ja...tapi kalo kamu maunya begitu, tentu aku takkan menolak, sekalian kamu nginep ya?"

"perasaan sekarang aku jadi sering banget nginep deh Ri, aku gak enak ngerepotin kamu terus. Aku cuma mau nganterin kamu aja Ri, terus aku balik lagi ke kontrakan."

"apa-apaan begitu Ja? Kalo mau nolong tuh jangan setengah-setengah!"

"bukan nolong lagi itu mah Ri, tapi nodong, karena nanti pasti merepotkan si pemilik rumah, hehe."

"pemilik rumahnya juga ga keberatan koq Ja, malah keringanan, hehehe...ya udah, ayo berangkat!"
________

Ditempat lain, seorang laki-laki sedang menatap ponselnya, terdapat satu nama dalam kontak telpon yang ingin dia hubungi. Dia adalah Awan. Sudah lama Awan memiliki nomor telpon Tari, tapi Awan tak pernah berani menghubunginya.
Setelah pertemuannya tadi siang dengan Tari dan Senja, rasanya dia ingin menunjukkan perhatian lebih pada Tari, toh Tari juga udah tau perasaannya. Awan ingin meyakinkan bahwa dia serius.
Sejauh pengamatan Awan (yang diam-diam selalu memperhatikan Tari), Tari tidak punya teman dekat laki-laki saat ini. Awan juga tau saat Tari menyukai Fajar, bahkan saat Fajar memilih Senja, dan Tari patah hatipun Awan tau, karena Awan selalu mengawasi setiap informasi tentang Tari.
Mungkin sekarang sudah saatnya untuk aku memulai, setelah sekian lama berada didekatnya, tanpa ia sadari.

***___***

Di part ini Fajarnya istirahat dulu ya, jangan pada rindu pada Fajar :)

Fajar dan Senja {ending}Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang