Tanganku bersentuhan dengan tangan Keenan, itu ketidaksengajaan. Saat itu kami sama-sama akan mengambil kertas di meja kami. Aku meliriknya kemudian memberinya kertas yang sama-sama tadi kami pegang.
"Buat lo aja" ucapnya tanpa melihat padaku, aku hanya mengangkat kedua bahuku kemudian menarik kertas soal yang tadi kami rebutkan.
Hubunganku hancur dengan Keenan, setelah acara penuntutan yang aku lakukan kami tak seakrab dulu. Aku bicara dengannya jika diperlukan. Aku menatapnya jika dibutuhkan dan bahkan aku duduk agak jauh darinya agar tak pernah terjadi kontak dengannya.
Gio masih bersahabat denganku, ia satu-satunya yang membuatku mengetahui hal-hal mengenai Keenan. Sungguh aku tak pernah memintanya melaporkan apapun mengenai Keenan tapi ia sendiri yang menceritakan mengenai Keenan. Dan harus aku akui aku menunggu setiap Gio menceritakan Keenan yang bermain basket, Keenan yang baru saja memenangkan pertandingan basket atau Keenan yang melakukan hal-hal konyol.
Aku fokus pada selembar kertas ditanganku. Tadi guru yang sedang ada keperluan sehingga ia keluar meninggalkan kelas dengan memberikan soal-soal menyulitkan. Tak nyaman memang duduk bersama Keenan dengan situasi yang tengah kami alami tapi apa mau dikata kami tak bisa menukar posisi duduk kami, terlalu kekanakan melakukannya.
"Ini.." suara Keenan membuatku menoleh padanya dan ia tampak canggung aku perhatikan. Ia kemudian menunjuk kertas soal ditangannya. Aku tau matematika bukan pelajaran kesukaannya terlebih ia jarang belajar mengenai rumus-rumus yang membuatnya muak.
"Gue gak bisa nomer lima" ucapnya menunjuk soal nomer lima yang ada di kertas.
Aku mengamati sebentar soal nomer lima. Aku kemudian mengambil kertas yang tak terpakai kemudian mulai memasukan rumus untuk soal yang ditanyakan oleh Keenan. Setelah selesai menghitung aku memberikan kertas itu pada Keenan.
"Bisa jelasin?" pintanya membuatku menghela napas pelan agar ia tak mendengar kemudian menjelaskan bagaimana aku bisa memecahkan soal yang ia tanyakan.
"Gue udah gak deket lagi sama Kesha" ujarnya tiba-tiba setelah aku selesai menjelaskan soal yang ia tanyakan.
"Gue gak peduli" dustaku karena sesungguhnya aku peduli dengan apa yang ia perbuat. Satu sisi dalam hatiku senang ia tak mempunyai perempuan yang dekat dengannya namun sisi lain bilang itu bukan urusanku lagi dan jangan pernah mau lagi terjebak dalam hubungan tak menentu dengan Keenan.
"Sungguh? Gue rasa lo peduli" sial darimana ia tau aku berbohong.
"Itu kan menurut lo, hanya presepsi lo" ucapku sambil berusaha fokus mengerjakan soal yang tersisa.
"Gue minta maaf" ucapnya membuatku berhenti menulis dan meletakan alat tulisku.
"Bisa kita lupakan yang pernah terjadi, gue sama lo hanya teman sekelas gak lebih. Gue butuh ketenangan jadi diam lah" ungkapku.
"Bisa kita kembali seperti dulu?" ia bertanya membuatku mendesah kesal karena permintaannya. Ia meminta aku kembali seperti dulu dengannya? apa ia gila? Apa ia ingin aku kembali jadi orang yang tak punya status dengannya hingga ia bisa sesuka hati dekat denganku tapi bisa dekat juga dengan perempuan lain. Aku tak mau.
"Seperti dulu? Seperti dulu saat kita gak tau apa nama hubungan kita?" tanyaku naik darah dan aku kini melihat Gio menoleh kebelakang seperti ingin mengecek keadaanku.
"Bukan maksud gue, bisa kita kembali temenan?" ia bertanya dan kini aku tertawa meremehkannya. Gio menatapku dan aku sudah tak peduli jika Gio melihat atau mendengar apa yang akan kukatakan.
"Teman macam apa yang bisa mesra kayak kita" aku mencibirnya dan aku lihat Keenan tampak serba salah denganku.
"Sya baikan aja sama Keenan pusing gue liat kalian berdua diem-dieman" aku hanya memutar bola mataku tak setuju dengan gagasan yang diberikan oleh Gio.