"Banyak banget yang harus direvisi?" tanya Hafizh sambil mengintip laptop Elsa. Gadis itu malah membalas dengan anggukan cepat.
"Parah."
Hafizh menatap Elsa agak lama. "Kamu terlalu memaksakan tubuh kamu. Mungkin, jiwa kamu gak capek. Tapi fisik kamu capek. Kenapa gak ngerjain sore-sore, atau siang? Atau di lain waktu?" tanya Hafizh.
Elsa menghela napas lalu memijat pelipisnya. "Aku, kan, udah pernah bilang. Cuman nyari kesibukan aja. Lagian, kalau ngerjain larut gini enak. Gak banyak gangguan. Apalagi sebelum kamu dateng dan nimbrung di sini."
Hafizh membentuk huruf O pada mulutnya. "Coba saya bantu."
Hafizh pindah tempat duduknya menjadi di sebelah Elsa, gadis itu pun mempersilakan Hafizh untuk mengecek tugas skripsinya. "Ah, kita satu jurusan. Kamu dari mana asalnya?"
"Hm, Medan. Kenapa? Logat batakku masih ketara, ya?" jawab Elsa.
"Iya, tapi muka kamu manis, jadi lucu pas ngomong." Hafizh memberi cengirannya pada Elsa yang sudah lebih dulu melotot.
"Jangan macam-macam kau ya, kuhajar nantik kau." Elsa mengomel dengan logat bataknya lantas tertawa.
"Ini saya bantu gak apa-apa?" tanya Hafizh ketika matanya menatap laptop.
"Terserah deh, mau diapain itu karya tulis ilmiah-nya." Elsa bergumam malas. Kakinya ia naikkan ke atas kursi lalu dipeluknya.
Hafizh kini membaca tugas yang sudah dikerjakan oleh Elsa. Namun tak terasa, perlahan bahunya merasa agak berat. Elsa menyenderkan kepalanya pada bahu Hafizh.
KAMU SEDANG MEMBACA
Exit Wounds
Short Story[TR 4] Elsa, kopi, tengah malam, luka, tugas, Hafizh. Semua itu berkaitan. copyright 2015 © rdnanggiap