"Kali ini gak bawa barang-barang?" tanya Hafizh saat melihat Elsa melangkahkan kakinya masuk ke dalam kafe dan memesan teh.
Elsa menggelengkan kepalanya. "Gak pengin buru-buru mati."
Hafizh kali ini tertawa mendengarnya. "Gak pengin mati atau emang udah bisa nyembuhin lukanya?" tanyanya.
"Belum sembuh, aku cuma ngebiarin lukanya gitu aja. Dari kemarin, trying to fix it, tapi gak sembuh-sembuh. Ya udah, dibiarin aja. Nanti juga kering sendiri." Elsa menopang dagunya. "Kamu sendiri?"
"Gak terlalu memedulikan sih, sebenarnya."
Elsa melirik Hafizh. "You're like a dead people. Tanpa rasa, hampa, ... aneh gak, sih?" komentar Elsa.
"Kamu orang yang ke-sekian kalinya yang bilang seperti itu. Senang berteman dengan kamu." Hafizh menyengir.
Elsa memutar kedua matanya. "Aku berpikir, kenapa kita gak saling membantu buat menyembuhkan luka?"
Lalu hening. Sayup-sayup, pendengaran Elsa menangkap ucapannya yang ditelan angin malam.
Penyesalan memang datang terakhir.
KAMU SEDANG MEMBACA
Exit Wounds
Short Story[TR 4] Elsa, kopi, tengah malam, luka, tugas, Hafizh. Semua itu berkaitan. copyright 2015 © rdnanggiap