II. Sudden Kiss?!

12.6K 642 8
                                    


Sudah 2 minggu sejak kejadian di ruang rapat kantornya. Hari di mana ia bertemu dengan penolongnya di klub malam. Jean dan Olivia tidak berhenti bertanya perihal kejadian tersebut, terlebih lagi Jean. Ia bahkan berspekulasi sendiri akan hubungan dirinya dan Morgan.

Bahkan beberapa wanita muda di kantor mulai menggosipkan dirinya. Dari yang katanya Cilia merasakan cinta pada pandangan pertama sampai ia sudah tidur dengan pria seksi itu.

Semula, Cilia acuh saja dengan semua itu. 'Itu hanya omong kosong,' batinnya kadang kali.

Lama-lama juga, telinga Cilia panas dengar gosip miring itu. Entah apa enaknya menggosipkan orang begitu. Cilia juga bingung dan heran.
Beruntung saja ia punya sekretaris seperti Olivia. Wanita itu punya mata yang tajam dan aura mengintimidasi yang kuat saat diperlukan.

Ketika Cilia berjalan ke ruangannya bersama Olivia, beberapa wanita mulai bergosip tentang dirinya. Tapi Cilia malah berjalan terus, berbanding terbalik dengan Olivia. Wanita itu berhenti dan berjalan ke kerumunan tukang gosip. Ia memberikan tatapan tajam pada wanita-wanita tersebut dan seketika gosip itu berhenti.

Cilia sungguh beruntung!

Pikirannya sedang penuh dengan banyak hal. Pekerjaan yang menumpuk karena beberapa hari ia terkena demam ringan. Belum lagi semalam, ayah ibunya menceramahi dirinya perihal umurnya yang ke-26 tahun tapi masih lajang.

Anak teman ibunya saja sudah menikah diumur 22 tahun dan hal itu kerap menjadi bahan pembicaraan teman-teman ibunya. Cilia tahu, Charlotte Louhan sedang menahan amarahnya ketika hal itu diungkit. Tapi Charlotte menutupi amarahnya dengan tertawa.

Harus Cilia akui, ibunya adalah aktris terbaik. Kalau Charlotte masuk nominasi aktris terbaik seluruh Inggris, pasti ibunya akan membawa pulang piala.

'Kapan kamu memperkenalkan calon suami pada kami? Apa aku harus mengatur omiai untukmu? '

Perkataan ibunya membuat kepalanya tambah pusing. Jari-jarinya memijat kepalanya yang terasa dihantam batu bata.

Suara ketukan pintu terdengar. Cilia tersentak dan dengan cepat merapikan meja kerjanya, lalu bajunya.

"Masuk."

Matanya melebar ketika melihat orang yang masuk. Iris klorofil menatap matanya dan sang pemilik tersenyum lembut.

"Apa kamu merindukanku, Nona Louhan?" Suara pria tersebut bertanya dengan percaya diri.

Cilia menyerngitkan dahi dan kemudian memasang senyum anggun di wajahnya. Ia berjalan ke arah Morgan.

"Selamat sore, Tuan Xavior. Silahkan duduk di sini," ucapnya sopan sambil menunjukkan sofa merah di ruangannya. Tanpa berlama-lama, Morgan duduk di sofa yang ditunjuk. "Terima kasih."

"Tuan Xavior, apakah anda ingin sebuah minuman?" tanya Cilia dengan lembut. Pria tersebut menggeleng. Cilia mengangguk paham lalu duduk di sofa lain, berhadapan dengan Morgan. "Aku tidak akan lama, hanya ingin menyapamu. Sudah 2 minggu kita tidak bertemu."

Cilia tersenyum palsu. "Saya mengerti dengan kesibukan anda, Tuan Xavior."

Setelah Cilia berkata begitu, suasana menjadi hening sejenak. Morgan maupun Cilia tidak berbicara selama beberapa detik.

Morgan berdehem. "Bagaimana kabarmu?"

Cilia mengangguk dan tersenyum. "Saya baik-baik saja. Bagaimana dengan anda?"

"Seperti yang kamu lihat, aku sangat baik, tapi tidak sebaik tanpa dirimu."

Alis kanan Cilia terangkat begitu mendengar perkataan Morgan, walaupun hanya sebentar. Morgan melirik jam tangan kulit yang melingkari pergelangan tangan kirinya.

"Waktuku di sini hampir habis. Sebaiknya aku pamit dulu."

Morgan berdiri dan Cilia pun ikut berdiri. Mereka berjabat tangan. Tiba-tiba Morgan menariknya sehingga Cilia berada sangat dekat dengan Morgan.

Cilia mencoba menjauh dari Morgan dengan mendorong dada bidang pria tersebut. Tapi apa daya, tangan Morgan menahan pinggangnya dengan kuat.

Di tengah usahanya melepaskan diri dari rengkuhan Morgan, dia mendekatkan wajahnya sehingga wajah tampan miliknya sangat dekat dengan Cilia. Bahkan Cilia dapat merasakan hembusan napas Morgan yang hangat menerpa wajahnya.

Napas Cilia tertahan ketika Morgan memiringkan dan mendekatkan wajahnya. Benda lembut menempel di bibir Cilia. Wanita itu terkejut dengan perbuatan Morgan yang sangat lancang.

Berbeda dengan reaksi Cilia yang terkejut, Morgan tak segan menggeram ketika bibir lembut sang wanita dilumatnya. Ia merasa seperti sesuatu memaksa keluar dari tubuhnya.

Seumur hidupnya, tidak pernah ia merasa seperti ini dengan wanita lain. Tak peduli seberapa banyak ia mencium wanita, hanya Cilia-lah yang membuatnya tergoda untuk menciumnya lagi dan lagi.

Sepertinya Cilia akan menjadi candu yang sangat memabukkan dan membuat Morgan ketergantungan.

Sadar akan kebutuhan oksigen, Morgan melepaskan ciuman itu dengan berat hati. Dilihatnya ekspresi di wajah cantik Cilia. Iris biru langit  terlihat kosong dan menatap lurus. Jari-jari Cilia menyentuh bibirnya dengan gemetar.

Morgan tertawa melihat ekspresi Cilia dan membuat wanita itu menaruh perhatian penuh padanya. Ia tidak takut ketika Cilia memandangnya dengan tajam. Morgan mendengus geli. "Jika dilihat dari ekspresimu nona, aku sangat yakin kalau tadi ciuman pertamamu."

Hening. Tak ada tanggapan sama sekali dari Cilia. Wanita itu dengan teguh melayangkan tatapan tajam padanya.

"Di London saja susah wanita umur 16 tahun masih terjaga ciuman pertamanya."

Morgan memposekan dirinya dengan percaya diri. "Kamu sangat beruntung, Cilia. Ciuman pertama dengan pria sempurna di depanmu. Kau harus bersyukur karena banyak wanita yang merengek untuk itu padaku."

Cilia menatap tidak suka pada Morgan. Ia berusaha mengontrol amarahnya yang telah memuncak.

"Apakah anda telah puas membanggakan diri? Saya merasa kasihan kepada wanita-wanita tersebut karena terbuai dengan ucapan manis nan palsu dari anda. Saya tidak suka dengan perbuatan lancang anda, Tuan Xavior."

Morgan terkejut dengan ucapan menyindir dari Cilia. Bukan karena ia tersinggung, ia bahkan takjub pada Cilia. Wanita itu tidak jatuh dalam pesonanya. Ujung bibir Morgan tertarik membentuk sebuah seringai. 'Wanita ini sangat menarik,' batinnya dalam hati.

"Oh! Aku harus pergi sekarang. Jangan menggoda pria lain, my lady."

Morgan mencium bibir Cilia sekilas dan meninggalkan ruangannya dengan langkah tegap seolah tak terjadi apa-apa.

Setelah pintu itu ditutup, mendadak lutut Cilia terasa lemas. Tubuhnya merosot ketika kakinya tak mampu menopang tubuhnya yang terasa sangat tak bertenaga.

Bastard Morgan Xavior

:::
Halo semua!

Terima kasih telah membaca 'Lucky Bastard' sampai saat ini.
Maaf, saya tidak yakin bisa update secepat mungkin. Karena ide itu terlintas begitu saja di kepala dengan mudah. Tapi ide sulit dituangkan dalam kata-kata.
Saran dan kritik anda tetap saya tunggu. Karena saya perlu pendapat anda dalam mengembangkan cerita ini.

Kritik berguna untuk membangun, bukan untuk menjatuhkan

Perubahan terakhir: 1 Sept 16 

Lucky BastardTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang