III. Fakta Mengejutkan

14.4K 646 17
                                    

Suasana di ruangan Morgan sangatlah hening, seperti tidak ada tanda-tanda kehidupan di dalamnya. Hanya suara kertas yang dibalik memecah keheningan dan menyisakan suara satu-satunya di ruangan itu.

Seketika suasana hening buyar dengan pintu yang dibuka secara tiba-tiba dan mengenai dinding sehingga menghasilkan bunyi yang cukup kuat. Tapi tidak cukup kuat untuk mengusik pekerjaan Morgan.

Morgan melayangkan tatapan tajam kepada sang pelaku yang tak lain Leon, sekretaris pribadi sekaligus sahabatnya. Hanya segelintir orang yang dia percaya, termasuk Leon dan Jason. Karena ia bukan tipe orang yang cepat percaya dengan orang lain.

"Maafkan saya, Tuan Morgan. Saya merasa gembira." Leon tersenyum geli karena cara bicaranya dan dibalas dengan dengusan.

"Mendengus bisa memperpendek umur kau tahu? Bisa-bisa kau mati duluan sebelum...." Perkataan Leon terpotong ketika Morgan bertanya padanya sambil melayangkan tatapan tak suka, "Apa kau mendapatkan yang aku mau?"

Melihat tatapan itu, Leon serasa akan dibunuh oleh Morgan saat ini juga. Tangannya gemetar dan kata-kata yang diucapkan menjadi tidak lancar. "Ten...tentu saja sahabatku! Hahaha."

Leon segera memberikan Morgan sebuah amplop coklat. Morgan menghentikan pekerjaannya dan membuka amplop tersebut. Dibacanya dengan cepat dan pada kertas terakhir, ia mengerutkan dahi.

Dengan cepat Leon memberikan alasan, "Tidak baik jika kau mencari informasi tentang wanitamu terlalu dalam. Jika dia tahu, bisa-bisa dia menjauhimu. Sebaiknya biar kamu mengetahuinya sendiri dan perasaan kalian berdua berkembang."

"Perasaan? Heh, lucu sekali kau Leon."

"Kalau kau tidak tertarik dengannya, pasti kau tidak akan membuatku repot dengan segala ini. Jadi yang pasti, kau tertarik padanya." Leon menunjukkan senyum jahilnya kepada Morgan. "Apa aku beritahu Bibi Emma saja?"

Morgan menggeram marah. "Jangan beritahu ibuku," ucapnya dengan penuh penekanan di setiap kata.

"Berarti perkataanku benar. Kau menyukainya." Leon menjahili Morgan lagi tanpa mengkhawatirkan kepalan tangan yang mengeras yang selalu siap mendarat di wajahnya.

Leon melihat jam tangan yang melingkar di tangan kirinya. "Ah! Sudah waktunya jam makan siang. Sebaiknya kau ajak makan wanitamu itu. Oke, aku pergi."

Morgan tidak menanggapi perkataan Leon dan lebih memilih melanjutkan pekerjaannya. Perkataan Leon masih saja terngiang di telinganya, walaupun ia berusaha mengacuhkannya.

Perasaan, heh? Sungguh menggelikan. Padahal aku hanya ingin menjadikan dia sebagai mainan.

***

Suasana jalan kota London hari ini sepi, padahal baru pukul 10 malam. Angin malam berhembus cukup kencang dan membuat Cilia merapatkan mantelnya. Syal coklat tua melingkari leher jenjang Cilia dan menutupi separuh wajah Cilia.

Sebenarnya Cilia sedang demam ringan. Beruntung saja hari ini dia bisa bekerja, walaupun harus berjalan kaki ke halte karena mobilnya sedang diservis. Tadinya Olivia hendak mengantarkan Cilia, tapi Cilia menolaknya dengan halus karena ia tahu, malam ini Olivia akan mengadakan reuni dengan teman-teman senior high school.

Jadilah Cilia berjalan sendirian di jalanan yang cukup sepi. Sesekali ia menoleh ke belakang, karena ia merasa sedang diikuti. Ia berhenti sejenak dan melihat ke belakang.

'Tidak ada siapa-siapa'

Ketika ia menoleh ke depan, lima orang pria menghadang jalannya. Cilia mendengus kesal. Wajah mereka cukup sangar dan membuat orang yang melihat mereka ketakutan. Tapi Cilia biasa saja, bahkan ia sudah melihat yang lebih menakutkan dari mereka.

"Nona manis, ayo temani kami," ajak seorang pria yang berada di tengah. Cilia tidak membalas ajakan pria tersebut. Ia melangkah terus, tak peduli tatapan tajam yang dilayangkan oleh preman-preman tersebut padanya.

Tangan salah satu preman mencekal dan meremas pergelangan tangannya. Sedangkan preman yang mengajaknya mengelus rahang Cilia kemudian dagunya. Ia mengusap sedikit bibir bagian bawah Cilia dengan kulit jemarinya yang kasar.

Brugh...

"Blimey!" pekik preman tersebut sambil memegang celana bagian selangkang setelah mendapatkan 'hadiah manis'dari Cilia. Ia mengipasi bagian tersebut dengan tangannya seolah dapat mengurangi rasa perih.

"Aw!"

Preman lain memegang rahangnya yang sakit karena Cilia menyikutnya dengan keras. Pergelangan tangan Cilia terlepas begitu saja karena preman yang memegangnya terkejut bukan main.

Cilia tersenyum melihat tiga preman lainnya ketakutan. Ia menyeringai ketika dua orang lainnya seperti tidak kesakitan lagi. Cilia merasa beruntung karena hari ini ia memakai celana dan sepatu boots.

Dengan cepat ia menendang seorang preman tepat di bagian dadanya. Preman lain terkejut dan tidak menyadari serangan kepada satu preman di bagian kepalanya akibat terkena sikutan Cilia. Preman itu tersungkur tak sadarkan diri, diikuti preman lain yang mendapatkan serangan dari Cilia.

Cilia mendekat ke arah seorang preman yang sepertinya ketua kelompok tersebut yang telah terkapar. Di sekelilingnya, anak buahnya telah kalah telak dan pingsan, menyisakan dirinya yang masih setengah sadar. Kaki jenjang Cilia telah berada di bagian dadanya dan ia merasa tekanan dari Cilia menyesakkan napasnya.

"Hariku tidak berjalan dengan baik dan sebagai penutupnya, kalian mengganggu wanita yang lewat. Aku pastikan tidur kalian tidak nyenyak karena aku akan selalu menghantui kalian." Preman itu dapat mendengar suara Cilia yang terdengar tajam dengan sayup-sayup. Kelopak matanya terasa sangat berat dan hal terakhir yang ia lihat sebelum pingsan adalah seringaian wanita itu.

Tak jauh dari tempat Cilia, tiga orang pria telah menyaksikan peristiwa tersebut dalam sebuah mobil. Morgan tertawa pelan, membuat Leon dan Jason terkejut. Mereka menatap Morgan dengan bingung.

"Apakah itu tadi wanita manis di klubku waktu itu?" tanya Jason dengan terkejut. Leon mengerjapkan matanya, "Tidak salah lagi. Dia memang Cilia Louhan, Morgan. Kau masih menyukainya setelah ini?"

Morgan terkekeh, "Aku tidak menyukainya. Hanya ingin menjadikan dia sebagai mainanku." Jason menghela napas mendengar pernyataan sahabatnya, "Jangan berani bermain dengannya. Dia akan menendang asetmu." Jason melirik ke celana Morgan, namun Morgan tidak melihat lirikan itu. Sedangkan Leon memucat di belakang. Pikirannya tengah bergumul, bagaiman jika nanti Morgan tidak bisa menghasilkan keturunan?

"Seperti aku peduli," ucap Morgan asal. Leon menggelengkan kepalanya dan berkata dengan santai, "Kau harus peduli. Karena tanpa itu, dia tidak bisa kau tandai."

Pecahlah tawa di dalam mobil itu, hanya Jason dan Leon saja yang tertawa sedangkan Morgan menyerngit kesal. Pria itu segera melajukan mobilnya menjauh dari tempat itu.

"Untunglah preman-preman tadi hanya pingsan," kata Jason di tengah-tengah tawanya. Morgan menanggapi dengan biasa, "Aku sudah membayar mereka untuk itu."

Mata kedua sahabat Morgan melebar. Mereka terkejut dengan perbuatan Morgan yang sengaja membayar preman untuk mengusik Morgan.

"Hah?" teriak mereka berdua dan berhasil membuat telinga Morgan berdengung. Morgan mendecak lidahnya.

Jason membantah Morgan, "Kamu pasti bercanda." Morgan menjawab dengan nada dingin dan membuat mereka berdua seketika bungkam.

"Aku melakukannya."

###

Halo semua!

Maaf saya telat update. Liburan ini gak banyak ide yang masuk di kepala. Selain itu, saya juga dipaksa mempelajari sesuatu selama libur ini. Heh, so annoying!

Tapi tenang, mungkin besok atau lusa setelah update part ini, part selanjutnya akan diupdate. Mohon sabar, ya! Tetap baca Lucky Bastard.

Don't forget to click the star and give me your opinion about this story. I hope you can give me critique or suggestion. Maybe you can promote my story. Hahaha....

Finally, I want say 'Have fun!'

Lucky BastardTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang