14:08
"Baguskah buku itu?" tanyaku padanya yang terlihat asyik membaca buku. Dia memalingkan wajahnya dari buku dan terheran memandangku. Mungkin berpikir siapa orang asing ini yang tiba-tiba mengganggu kesenangannya. Tapi sedetik kemudian dia tersenyum.
"Ya, bagus. Aku baru baca separuhnya..." jawabnya sambil kembali menekuni bukunya.
"Seperti apa isinya?" aku memberanikan diri duduk di sampingnya.
"Tentang seorang wanita yang ditinggal mati neneknya kemudian hidup menumpang di rumah seorang pemuda dan ayahnya yang transeksual, kenalan neneknya. Dan wanita ini amat sangat menyukai dapur. Dia memilih tidur di dapur ketimbang di kamar yang disediakan." jelasnya panjang lebar, seolah mendongeng.
"Menarik..." aku menggumam, "Mungkin kapan-kapan kamu bisa meminjamkannya padaku. Tentu setelah kamu selesai membacanya."
"Tentu saja. Hei, apa aku mengenalmu?" tanyanya mengamatiku dari ujung kepala hingga ujung kaki.
"Oh, maaf aku telah lancang mengganggumu. Aku Shania..." aku mengulurkan tangan.
Dia menyambut uluran tanganku, "Beby. Kamu menunggu seseorang juga di sini?" tanyanya, menghentikan kegiatan membacanya sejenak.
"Bisa dibilang begitu." aku mencoba tersenyum.
"Menunggu memang membosankan." ujarnya kembali membaca.
"Tidak akan membosankan kalau ada yang menemani ngobrol." aku menjawab. Spontan.
Kembali dia tampak keheranan. Tapi tak mengucapkan sepatah katapun. Hanya memandangku. Obviously! Siapa juga yang tidak heran ada orang asing-meskipun sudah berkenalan-yang tiba-tiba datang dan minta ditemani ngobrol? Ah, apa aku tak bisa memikirkan kalimat yang lain?
"Ah, aku tidak bermaksud..." aku kikuk. Rasanya ingin menenggelamkan diri ke bawah tanah saja kalau bisa. Ketimbang ditatap seperti itu, apalagi olehnya.
"Tidak apa-apa. Lagipula aku bisa melanjutkan membaca nanti." dia menutup bukunya dan meletakannya di atas pangkuannya.
"Jadi, teman baru...hmm, Shania? Mulai ngobrol dari mana kita?"
"Cuaca hari ini cerah, ya...mungkin jemuranku di rumah sudah kering meski sekarang baru jam dua."
Aku merutuki kalimat yang terucap dari bibirku. Obrolan macam apa itu? Cuaca? Jemuran? Kenapa aku tidak bisa bersikap normal selayaknya manusia di hadapannya? Terus terang, berhadapan dengannya selalu membuatku gugup. Selalu.
"Ya, hari ini cerah...tapi panas. Untung ada pohon ini." sahutnya menengadah, ke arah pohon ketapang yang menaungi kami. Kembali hening menyelimuti. Semilir angin bertiup melalui cabang-cabang pohon, membawa kesejukan pada kami yang berada di bawahnya.
"Sejujurnya, saat melihatmu pertama kali, aku sudah tertarik padamu. Jangan salah sangka! Aku hanya ingin jadi temanmu, makanya aku memberanikan diri menyapamu."
Dia tertawa, "Oh, ya?" sahutnya pendek.
Aku mengangguk, "Selain itu...sepertinya kita seumuran dan punya minat yang sama dengan buku."
"Kita seumuran? Kukira usiamu sudah dua puluh tahunan." dia memicingkan mata.
"Selamat! Kamu bukan orang pertama yang berkata begitu!" aku memukul lengannya pelan. "Aku baru tujuh belas tahun, tahu! Baru lulus SMA dan besok aku akan ikut SNMPTN."
"Maaf..." dia tergelak, lalu melanjutkan, "Wah, besok kamu ikut ujian? Semangat, ya. Tapi H-1 ujian kamu malah kelayapan. Ck,ck,ck."
"Habis bosan...belajar terus..."
"Hmm...iya juga ya. Kalau kamu mau, kamu boleh pinjam buku ini. Untuk ganti mood." dia menyerahkan buku yang tadi dibacanya.
Aku menggeleng dan menepis pemberiannya, "Kamu kan belum selesai bacanya. Lagian aku nggak biasa baca novel terjemahan."
"Oh, oke kalau gitu. Memangnya siapa pengarang kesukaanmu?" tanyanya.
Aku menyebutkan beberapa nama pengarang yang aku ingat. Jujur, aku tidak terlalu banyak membaca novel akhir-akhir ini. Dia tampak serius mendengarkanku. Lalu aku menanyakan kesannya tentang buku yang tadi dibacanya dan dia menjelaskan panjang lebar, bercerita dengan menggebu-gebu dan berapi-api.
Aku hanya mengangguk, berpura-pura fokus pada ceritanya. Padahal aku hanya fokus pada wajahnya dan bibir yang meluncurkan kata demi kata itu. Cinta kadang-kadang sesederhana itu, cukup melihat dan mendengarkan orang yang kau sayangi bercerita sudah membuatmu bahagia, sekalipun kau hanya bisa meresponnya dengan anggukan.
14:48
Alarm ponselku berdering nyaring. Kulihat Beby memejamkan mata dan memegang kepalanya. Setelah mematikan ponsel, aku memeluk Beby erat.
"Kamu siapa?" ujar Beby saat membuka mata dan kebingungan melihatku mendekapnya.
Ingatannya tentangku pudar lagi. Lima puluh menit. Hanya sepanjang itulah dia bisa mengingatku dan kebersamaan kami. Sebuah kecelakaan mengganggu memorinya tentangku dan persahabatan kami. Aku mengatur nafas, berusaha menahan air mata yang mulai menggenang di pelupuk mataku agar tidak jatuh.
"Kenalkan, aku Shania, sahabatmu sejak kecil..."
(Terinspirasi dari Hakase no Aishita Suushiki-The House Keeper and The Professor-oleh Ogawa Yoko)

KAMU SEDANG MEMBACA
H-1
AcakKumpulan one shot (baca: cerita pendek-kadang sangat pendek) tentang segala hal yang terjadi sebelum hari H Tokoh utamanya kebanyakan BebNju