Reuni

821 35 0
                                    

Shania menimang-nimang amplop putih yang mulai kecoklatan itu sambil tiduran saat Beby, temannya masuk dan duduk di tepi ranjang. Beby sibuk berbicara di telepon genggamnya. Besok akan ada reuni kelas SMP mereka. Reuni kelas pertama sejak kelulusan mereka 10 tahun lalu.

Dan Beby yang dulu jadi ketua kelas, ditunjuk jadi ketua panitia. Alhasil Beby lumayan sibuk mempersiapkan sesuatunya. Shania juga masuk kepanitiaan sih, jadi bendahara. Tapi Beby yang lebih sibuk. Sore tadi mereka baru saja kembali dari mengecheck venue acara besok dan Shania memutuskan untuk menginap di tempat Beby malam ini.

"Haahh." Beby menghela nafas panjang lalu menjatuhkan tubuhnya di sebelah Shania.

"Aduh, kesian Bu Ketupat kecapekan~" Shania berucap tanpa menoleh.

"Ini gara-gara siapa, HAH?? Tambah lagi ide gila lo semalem!" Beby menjitak pelan kepala sahabatnya. Matanya lalu tertuju pada amplop di tangan Shania. Kilatan jahil tampak di matanya. Tangannya cepat menyambar amplop dari tangan Shania.

Shania terkaget, "Beby! Balikin!" Lalu merebut kembali amplop itu dari tangan Beby.

"Segitunya lo, Shan. Penasaran gue, lo nulis apaan sih di surat itu. Ampe nyuruh gue kaya kemarin. Bener-bener nyusahin lo. Untung sayang, eh...temenan maksudnya."

"Halah, temen apaan lo. Gak ikhlas nolongin. Gue mesti nyogok pake bayarin makan siang lo selama 3 bulan." Shania mencibir. Beby cuman nyengir.

"Kan setimpal sama kesulitannya, Caniyaaa..." Beby memencet hidung bangir Shania.

Mereka masih tidur-tiduran, sibuk dengan pikiran masing-masing. Shania kembali mengingat peristiwa kemarin. Saat ia mengiba kepada Beby agar membantunya.

Semua berawal dari rencana reuni kelas ini. Persiapan reuni ini dilakukan sejak 3 bulan lalu. Shania bertugas untuk mencari referensi dan memesan tempat untuk reuni dari budget yang ditentukan Beby, memperkirakan besarnya uang yang harus dipungut dari teman sekelas, membuka rekening bank, membuat laporan keuangan dan juga menghubungi beberapa teman yang lost contact lewat beberapa media sosial.

Tadinya semua berjalan lancar dan menyenangkan. Secara Shania juga bekerja di bagian akunting, jadi hitung-menghitung uang sudah jadi makanannya sehari-hari. Sampai kemudian tiga minggu yang lalu, Sonia, teman mereka, koordinator sie acara, mengirim fixed draft susunan acara reuni.

Disitu tertulis, setelah acara kangen-kangenan dan makan-makan, mereka akan ke sekolah mereka dulu untuk membuka time capsule yang dulu mereka kubur di bawah pohon cemara besar di dekat kelas mereka. Saat itulah seolah petir menyambar Shania. Kenangan masa silam yang dikubur dalam-dalam di ruang paling dasar di hatinya tiba-tiba menyeruak bangkit kembali. Menghantui tidur malam-malamnya. Akhirnya kemarin dia memberanikan diri untuk berterus terang pada Beby, sang Ketua Panitia dan berharap Beby bisa membantunya.

Beby tertawa mendengar penjelasan Shania. Mereka di rumah Beby sore itu.

"Hahaha, jadi lo nyimpen surat cinta buat dia di time capsule kelas kita? Gila lo Nju!"

"Yah, mana gue tahu kita bakal buka itu time capsule. Gue kan mikirnya DIKUBUR ya dikubur aja, kaga usah dibongkar lagi. Si Sonia aneh ih."

"Elo tuh, yang aneh. Kita disuruh nulis surat buat diri kita 10 tahun kemudian, lah elo malah nulis surat cinta! Lo lupa juga kalau kita udah janji bakal buka itu time capsule setelah 10 tahun?"

"Waktu itu otak gue korslet kayanya efek UN. Duh, mati gue, Beb. Dia bakal dateng ke reunian, udah transfer penuh. Mana dia baru nikah bulan lalu. Malulah gue ketauan pernah naksir."

"Ya ga papa, Nju. Udah masa lalu ini. Seru lagi, hahaha."

"Beb", tangan Shania menggenggam tangan Beby. Beby terkaget sambil balik memandang Shania dengan tatapan mau-apa-lo-kok-firasat-gue-gak-enak.

"Kita ke SMP kita sekarang, ya. Buka time capsulenya lebih dulu dari anak-anak. Gue cuman mau ambil surat cinta gue doang, kok."

"Ogah. Lagian kalaupun kita gali, gue gak pegang kuncinya. Kuncinya kan dipegang wali kelas kita, Bu Laksani. Lo lupa ya??"

"Lo kali yang lupa kalau Bu Laksani itu tante gue. Lo murid kesayangannya, bujuk sedikit pasti dikasi. Ayolah, Beb. Bantuin gue."

Melihat wajah memelas Shania, Beby yang semula ragu, jadi luluh juga. Akhirnya menjawab, "Ya udah. Gue mau ke rumah Bu Laksani dan bantuin elo ambil surat cinta itu, tapi lo mesti bayarin makan siang gue selama 3 bulan ya."

Shania menelan ludah. Si Beby tega ih, tapi demi menjaga nama baiknya di depan anak-anak, ia langsung mengiyakan, "Deal!"

Lalu yang terjadi selanjutnya berjalan sesuai rencana Shania. Lebih mudah, bahkan. Rupanya semesta pun mendukungku, begitu pikir Shania. Kembali menatap amplop di tangannya, Shania tersenyum. Gara-gara surat cinta monyet ini. Andai dulu ia tahu apa itu time capsule, tidak bakalan ia punya pikiran menaruh surat cinta tak tersampaikan ini di time capsule.

Hape Beby berdering kembali. Beby bangun dari tempat tidur dan mengambil hapenya.

"Walaikumsalam, Ibu. Oh, ya? Waduh, Beby minta maaf. Baik, Beby segera ke sana sama Nju eh Shania, Bu. Tidak apa-apa. Tidak merepotkan, kok."

Shania menoleh begitu mendengar namanya disebut. "Siapa, Beb?"

"Dari Bu Laksani. Nju, mana kunci time capsulenya? Gue kemarin lupa balikin ke beliau. Kan ga enak kalau ketauan anak-anak gue yang megang kuncinya."

Shania menepuk jidatnya. "Duh, Beb. Kuncinya masih nyantol di time capsulenya!"

Beby rasanya mau pingsan saja mendengarnya, "SHANIAAAAARRRRGGGGHHH!!!!"

*sumber gambar:
http://schooldaysinhenares.blogspot.jp/2015/03/time-capsule.html?m=1

H-1Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang