H-1 Pernikahan. Gugup, sedih, haru, gembira, bingung.
(Terinspirasi dari The Wedding Eve karya Hozumi)Musik terdengar dari radio mobil saat Boby membelah jalanan di sore hari yang tidak terlalu ramai. Saat berhenti di lampu merah, Boby menatap gadis di sebelahnya yang tertidur. "Dasar!" gumam Boby dalam hati. Ingatannya melayang beberapa jam sebelumnya. Boby baru beberapa jam tertidur saat telepon genggamnya mendadak berdering sepagi itu. Dirabanya nakas di samping tidur. Matanya mengerjap melihat nomor si penelpon. Saat tangannya menekan tombol hijau, suara penelpon di seberang sana nyaring terdengar di telinganya, dengan volume maksimal.
"Bangun, woy! Lo kira jam berapa ini?", terdengar suara seorang gadis.
"Apa sih lo, ganggu gue aja. Masih setengah 6 juga, lagian ini hari Sabtu, bisa ga sih sekali aja lo kasih gue ketenangan.", ujar Boby setengah menahan kantuk sambil melirik jam di nakas.
"Temenin gue jalan-jalan."
"Tapi, Shan...lo kan lagi dipingit, lagian..." belum sempat Boby menyelesaikan kalimatnya, gadis yang dipanggil Shan itu memotong. "Bob, please, please, pleaseeee, sekali ini aja. Gue ga mau mati bosen, Bob. Sekali-kali nyenengin calon pengantin napa? Cuma elo yang bisa gue andalin."
Lagi, Boby kalah. Selalu kalah oleh rengekan gadis itu. "Cuma elo...", cukup satu kalimat itu saja, membuat Boby melupakan kekesalannya. Shania selalu bisa membuat Boby merasa menjadi seorang pahlawan. Shania sadar betul dan terkadang memanfaatkan kelemahan Boby itu.
Boby menepikan mobilnya, mematikan mesin dan menghela nafas. 'Jangan pernah membangunkan macan dan Shania yang tertidur', itu sudah menjadi motto Boby selama ini. Tapi mau tidak mau dia harus melakukan salah satu hal yang dibencinya.
"Shan...bangun, Shan. Kita udah nyampe, nih." Boby menepuk pelan bahu Shania. Nihil. Jangankan bangun, Shania tetap bergeming.
"Dasar, kebo."
Boby lalu mendekatkan bibirnya ke telinga Shania, "Woy, Shaniaaa!!" teriaknya.
Berhasil. Shania terlonjak kaget, "Lo rese, ah!", lalu mengerjapkan matanya. Boby tergelak. Sudah lama tidak melihat Shania seperti itu. Lama?
"Lo kalo ga digituin ga bakalan bangun. Kebiasaan. Udah mau jadi istri juga. Kesian calon suami lo punya istri kebo. Untung lo ga tinggal bareng mertua." Boby nyerocos sambil terus tergelak sambil menyodorkan botol minum.
"Apasih, ga usah bahas pernikahan gue deh. Tambah stress gue" Shania berujar sambil menerima air dari Boby. Minum air setiap bangun tidur memang menjadi kebiasaan Shania. Boby masih ingat rupanya.
Boby keluar dari mobil disusul Shania. Dan di sinilah mereka berdua, di depan taman kanak-kanak tempat mereka bersekolah dua puluh tahun yang lalu. Boby menatap Shania yang tersenyum lebar di sebelahnya. Tidak bisa mengerti apa yang dipikirkan Shania mengajaknya kemari, setelah seharian mereka 'kencan terakhir'-istilah Shania dengan ke toko buku bekas, pasar burung dan nonton bioskop.
"Lo pengen nostalgia jadi anak TK ya?", ujar Boby sambil mengikuti Shania yang telah melangkah masuk ke halaman sekolah yang sepi. Shania hanya diam lalu menuju ayunan dan menaikinya.
"Ingat ga lo, kita selalu rebutan kalau mau main ayunan. Dorong gue dong, Bob."
Boby mendekat malas lalu perlahan mendorong tubuh Shania di ayunan. Ingatannya kembali memutar ke masa-masa kanak-kanak. Ingatan tentang dunia yang manis, penuh gula-gula, lumpur play doh, dan Shania.
"Lo ga pengen naik ayunan? Nih sebelah gue kosong." Shania mulai berbicara lagi. "Gue takut ayunannya roboh," Boby menjawab sekenanya sambil tetap mendorong ayunan Shania.
Shania tertawa terbahak "Lo kurus gitu, kan beratan gue. Ayolah, sesekali jadi anak kecil."
Boby memutar dan duduk di ayunan sebelah Shania, tapi hanya diam dan memandang gadis itu. Shania balas menatapnya dan nyerocos, "Sekalian lo fotoin gue, jangan dipandangin mulu...soalnya setelah hari ini belum tentu lo bisa mandang gue seintens ini. Mandang gue lebih dari 5 detik bisa bikin jatuh cinta, lho."
"Pede banget, lo. Gue cuman heran aja napa ada cowok yang mau jadiin elo istrinya.", ujar Boby sambil menjitak kepala Shania pelan. Boby sudah bersiap jika Shania akan balas menjitaknya, tapi dilihatnya Shania hanya menunduk.
"Gue bisa jadi istri yang baik ga, Bob? Gue senang bisa menikah, tapi gue juga takut..."
"Elo kesambet apa deh? Jangan-jangan ini TK ada penunggunya." Boby mencoba melucu. Shania tertawa hambar, "Paansih, lo. Garing. Gue udah serius begini juga."
"Lo petakilan, ga cocok serius-serius.", Boby ikut tertawa, "Eh tapi gue serius dan yakin lo bakal jadi istri dan ibu yang baik. Kan gue udah kenal elo dari lahir."
Shania kembali menatapnya sambil meraih tangan Boby. Boby terkejut dan berdebar.
"Makasih, ya Bob. Atas satu hari ini. Elo memang saudara kembar gue yang baik. Besok jangan ngecewain gue ya, pas nganterin gue jalan di altar. Ah, andai papa bisa lihat"
Boby tersenyum lalu bangkit sambil tetap menggenggam tangan Shania, "Ayo pulang, mama dan orang rumah udah pada nyariin. Ini malam midodareni elo."
The End
KAMU SEDANG MEMBACA
H-1
РазноеKumpulan one shot (baca: cerita pendek-kadang sangat pendek) tentang segala hal yang terjadi sebelum hari H Tokoh utamanya kebanyakan BebNju