[THREE]

2.2K 131 6
                                    

Beberapa orang berfikir jika menunggu adalah hal yang membosankan. Tapi, tidakkah kau berfikir terkadang dalam beberapa kondisi menunggu-lah hal yang harus dilalui.

Seperti halnya menunggu seseorang yang memang pantas untuk ditunggu. Waktu yang dilalui untuk menunggu tak akan terasa jika kau memanfaatkannya dengan baik. Kau gunakan waktu itu untuk berjuang dan berdoa. Berjuang memang tidaklah mudah. Berjuang juga tidak selalu dengan cara yang terlihat. Berjuanglah dalam diam, berjuanglah dengan tetap bertahan disisinya. Berjuanglah dengan memperhatikan segala tentangnya, ingatkan ia jika ia telah salah melangkah, tegur ia jika ia telah melewati batasnya.

Beberapa bulan ini, hal-hal itulah yang menjadi kegiatan Malla setiap harinya. Tetap bertahan disisi Bian, walau tak terlihat.

Malla tau semua kisah kasih Bian-Caca, ia mengetahui semua kebahagiaan mereka. Tapi seperti perjanjian dengan hatinya, ia tak bisa berbuat apa apa hanya diam di tempat tanpa berniat untuk mendekat.

JDD

Setiap harinya, Malla terus berusaha untuk menutupi perasaannya. Mengalahkan hatinya untuk berhenti. Mencoba menghentikan semuanya, sebelum terlalu jauh, sebelum terlalu dalam.

Ia hanya takut, jika hatinya tak kunjung sembuh dan kembali terluka, ia tak tau harus bagaimana.

"Gue tau gue udah salah dari awal Bi" batin Malla saat melihat raut bahagia Bian saat bercerita tentang Caca.

"Hey! Lo denger gue kan Lla?" dilambaikan tangannya di depan wajah Malla yang tampak kosong.

"Eh? Iya gue denger kali Bi" elak Malla sedikit gugup.

"Masa? Apa coba?" Bian condongan sedikit badannya agar lebih dekat dengan Malla.

"Lo sayang banget sama Caca kan? Lo bahagia banget tiap liat senyumnya kan?" jelas Malla menatap tepat di manik mata Bian.

"Iya" cengir khas Bian pun terpancar diwajahnya.

Namun entah mereka sadari atau tidak, setelah obrolan itu Bian dan Malla sama sama sibuk dengan pikirannya sendiri. Bian yang berusaha mencari dan memahami arti dari tatapan Malla tadi, berbeda dari biasanya saat Malla mengucapkannya, jelas tersirat luka di dalamnya.Dan Malla yang terus memperkuat hatinya, menutupi perasaannya dari Bian.

JDD

"Masih dengan objek yang sama Lla?" tanya gadis berparas ayu yang entah kapan duduk di sampingnya.

"Keliatan banget ya Nay?" disertai tawa hambarnya, dan tetap lurus memandang beberapa cowo yang asyik bermain basket di tengah lapangan.

"Berapa lama Lla?"

"Maksud lo?"

"Berapa lama lagi lo sia-siain hari lo buat bertahan demi dia?"

"Gue gak pernah nganggep semua ini sia-sia kok Nay. Gue cuma... belum bisa pergi"

"Hampir dua tahun Lla, lo juga tau sendiri gimana dia. Dari Bian Caca masih anget angetnya, sampai mereka yang diem-dieman sekarang. Dia yang nyatanya gak ngeliat lo Lla, dia yang terlalu buta untuk ngeliat orang yang tulus di deketnya, dia yang bodoh mencari orang lain di luar sana. Apa itu gak cukup buat lo pergi, Malla?" lirih Nayla ikut merasakan apa yang dirasanya.

"Sayangnya belum Nay, bahkan kabar mengejutkan 7 bulan lalu aja belum bisa bikin gue pergi dari dia" ucap Malla sambil menerawang moment yang sempat membuatnya sakit.

Pertengahan semester ganjil kelas XI membuat perasaan Malla menjadi tak tentu. Saat-saat untuknya berkomunikasi dengan Bian kini menipis. Bian yang sangat disibukkan dengan kegiatannya di luar sekolah, menyebabkannya jarang sekali untuk menampakkan dirinya di sekolah.

Waktu ini sangat Malla manfaatkan untuk sedikit menghilangkan perasaannya pada Bian. Satu minggu berlalu tanpa Bian di kelas, Malla mulai terbiasa tanpa sosok itu. Memasuki minggu ke dua nya Bian tak ada di kelas Malla merasa bahwa perasaan itu sedikit berkurang, ditambah lagi dengan lebih banyaknya tugas-tugas yang mengisi pikirannyan dibandingkan 'Bian' yang sudah lama tak terlihat. Tiap harinya, ia lalui bersama teman-temannya untuk mengobrol ini itu, tanpa sedikit pun ia mengungkit tentang Bian. Walau sebenarnya terbesit sedikit kekhawatirannya pada Bian, tapi ia hiraukan. Sampai diakhir minggu ketiganya, Bian masuk untuk pertama kalinya ke kelas membawa kabar yang sedikit membuat Malla sesak.

"Cieee yang minggat tiga minggu balik-balik dapet cewe" ledek beberapa teman cowonya saat Bian menceritakan sedikit kisahnya dengan Tasya, gadis manis beruntung yang bisa membuat Bian berpaling dari masa lalunya.

"Orang gak jadian juga"

"Cemen lo gak berani nembak"

"Gue gak minat buat pacaran saat ini"

"Terus?"

"Apanya?"

"Tasya?"

"Ya deket aja sih, apasih lo pada kepo amat. Udah siniin hp nya" jawab Bian sambil merebut handphonenya yang masih di otak-atik Gara, Dafa, dan lainnya.

"Lo cepet banget dapet yang baru di luar sana ya Bi. Bahagia sama yang ini ya" batin Malla yangnsedari tadi menguping pembicaraan para lelaki di dalam kelas.

Tanpa sadar, senyum tipis terukir di wajah Malla setelah ia membayangkan saat itu. Senyum yang terkesan getir dan menyiratkan sedikit lara itu kembali terlihat.

"Udah gak usah diinget lagi Lla. Yuk balik kelas" ajak Nayla sedikit mencairkan suasana.

"Yaudah, yuk" balas Malla menerima uluran tangan sahabatnya itu.

Kini, mereka sama sama sedang menjalani salah satu fase yang selalu ditemui saat kau memasuki masa putih abu-abu.

Fase galau. Dengan mengutamakan hati.

Tak selamanya masa putih abu-abu diisi dengan indahnya kisah cinta masa remaja. Bahkan ketidak indahan itu, yang terkadang membuat kita belajar untuk kedepannya. Mulai dari lelahnya menunggu, sedihnya terabaikan, hingga bimbangnya hati untuk berhenti atau tetap bertahan.

JDD

Senja mulai terlihat, jingga nya langit menambah kedamaian. Malla memandang langit sore dari teras rumahnya dengan seulas senyuman. Sedikit mengingatkannya dengan si pengagum senja. Sosok yang telah membuatnya ikut mengagumi indahnya langit sore.

"Gue kangen lo An"

JATUH DALAM DIAMTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang