Greeting✅

1.3K 136 14
                                    


Bip bip bip

Sebuah jam digital di nakas menunjukkan pukul 06:00. Sepasang mata wanita perlahan membuka, sesaat bola matanya terlihat begitu berbinar, namun sesaat kemudian bintang di matanya lenyap tergantikan sebuah kegelapan yang dapat menarikmu masuk ke dalamnya dan tak pernah kembali. 

Tangannya terulur menggapai alarm dan mematikannya. Sejenak ia menarik nafasnya kasar, sebelum benar-benar terbangun dari sandarannya dan menuju kamar mandi untuk sekadar mengguyur tubuhnya.

Guyuran air dingin menusuk kulitnya di pagi hari awal bulan Desember ini. Dalam hidupnya yang bahkan tak pernah dimimpikan siapa pun ini, setidaknya masih ada hal yang ia taruh padanya perasaan lebih, yaitu musik dan musim dingin. 

Seketika matanya yang memejam di bawah guyuran air itu terbuka perlahan. Sesuatu mengusik pikirannya.

Seorang pria. Menyapanya. Ia bilang, GBS TV, Senin sampai Kamis pukul 7 pagi.

"Like I care," bisiknya datar.

Tak ada hal apapun di dunia ini yang boleh menarik perhatiannya. Baginya semua manusia adalah sama, racun, begitu pula dirinya sendiri. Wendy menggigit bibir bagian bawahnya kuat hingga beberapa detik kemudian aliran darah segar itu hanyut bersama guyuran air dingin.  Itu bukan apa-apa. Sedikit peringatan untuk dirinya sendiri.

Fokus!

Wendy telah bersiap dengan atasan turtle neck lengan panjang berwarna magenta, celana bahan panjang berwarna hitam, dan ia membiarkan rambut panjangnya yang bergelombang terurai begitu saja. Sebelum meraih mantelnya, Wendy memoleskan lip matte berwarna senada dengan atasannya untuk menyamarkan bekas gigitannya tadi. 

"Sesuatu mengganggu pikiranmu?" Tanya Irene begitu Wendy memasuki mobil yang ia kemudikan. Irene adalah satu-satunya sahabat yang Wendy punya dan ia juga seorang manager bagi Wendy, atau bisa dibilang Irene dianggap Wendy sebagai satu-satunya manusia di bumi yang beruntung.

"Sedikit,"

Irene mengangguk di balik kemudinya.

"Apa yang ingin kau katakan padaku?" tanya Wendy to the point.

"Hari ini jadwalmu on air di GBS TV lagi, setelah itu wawancara untuk majalah Elle sekaligus pemotretan," sahut Irene panjang lebar sambil tetap fokus pada kemudinya.

"Bukan itu,"

"Tidak sekarang, Wen," jawab Irene sambil mengalihkan pandangannya pada Wendy ㅡyang segera membuang muka. Ia tahu Wendy tak suka untuk dipandang seperti itu.

Irene dan Wendy telah bersahabat sejak kecil. Jauh sebelum Wendy memutuskan untuk bertahan hidup seperti ini. Oleh karena itu, Irene begitu memahami Wendy. Namun, seiring berjalannya waktu dan mereka bertumbuh dewasa, banyak kekhawatiran muncul. Meskipun Irene tak pernah benar-benar berubah, Wendy tahu suatu saat Irene akan meninggalkannya. Sehingga benar-benar tak ada satu orang pun di dunia ini yang ia percayai.

"Berhenti melamun, cantik. Kita sudah sampai," Ujar Irene yang sedang melepas sabuk pengamannya. 

Wendy kembali menginjakkan kakinya di GBS Building. Untuk beberapa pekan ke depan, Wendy akan rutin mengunjungi berbagai gedung stasiun TV untuk melakukan promosi karena ia baru saja melakukan comeback dengan albumnya yang kedelapan. 

"Hi, Wendy! Senang bertemu denganmu lagi!" pemandangan yang sungguh aneh. Seorang pria yang berjalanan dengan arah berlawanan, menyapa Wendy. 

Wendy diam tanpa ekspresi. Hanya menghentikan langkahnya. Betapa terkejutnya Irene melihat pemandangan ini.

"Oh, Selamat pagi, Mark," Sapa Irene hormat atas nama Wendy, ia tahu Wendy tak akan menjawab dan tentu saja Irene tahu siapa itu Mark. Mark hanya tersenyum menanggapinya.

"Aku permisi dulu," pamit Mark yang dibalas anģgukan Irene, dan tanpa mempedulikan Mark, Wendy pun melanjutkan kembali perjalanannya.

"Kau bertemu dengan jurnalis tampan itu di belakangku? Bagaimana kau bisa berkenalan dengannya? Kenalkan dia padaku..." ujar Irene dengan nada memohon yang dibuat-buat, bermaksud menggodanya. Wendy pun hanya mengerling malas dan meninggalkan Irene.

"Kau selalu saja seperti itu," gumam Irene gemas. "Ya! Jangan tinggalkan aku sendiri. Kau berhutang cerita padaku," Irene mempercepat langkahnya mengejar Wendy.

**

"Dengar aku, bung," Mark tiba-tiba saja bersuara saat ia mendaratkan pantatnya pada kursi tepat di hadapan Jackson.

"Tolong lupakan tantanganmu, taruhan, ancaman atau apalah itu namanya, aku berubah pikiran, aku sudah tidak peduli lagi," Lanjut Mark dengan wajah santainya. Jackson mengangkat sebelah alisnya.

"Kau memang pengecut. Wajah tampanmu ini tidak akan menolongmu jika kau sama sekali tidak agresif pada wanita, Mark," ujar Jackson yang mulai kesal pada Mark. Namun Jackson tiba-tiba terdiam, "Atau maksudmu kau akan mendekatinya dengan serius?" tiba-tiba saja raut wajah Jackson berubah sangat antusias.

"Bukan begitu. Maksudku-"

"Ya, aku bisa memahami dari caramu memandangnya tempo hari. Sudah kukatakan, aku bisa membaca pikiran seseorang bahkan sebelum orang tersebut menyadarinya," sahut Jackson lagi dengan nada so tahunya.

"Terserahlah, memang susah untuk berbicara pada kentang berpenis,"

"Ini akan sedikit sulit pastinya," Jackson tidak peduli, ia hanya mulai berpidato dengan teorinya. "Tapi tenang saja, bung. Aku siap untuk jadi penasihat masalah percintaanmu,"

***

"Aku ada urusan. Apa kau mau aku mengantarmu pulang atau kau mau mengendarai mobil sendiri?" tanya Irene saat mereka tengah di dalam lift menuju basement.

"Berikan kunci mobilnya," sahut Wendy. Ia tak ingin tampak menyedihkan. Dengan logikanya, ia tahu Irene tengah berhubungan dengan seorang pria dan hendak berkencan saat ini. Ia tahu, Irene bukanlah miliknya, tapi... Ah sudahlah.

"Sampai kapan kau akan berada disana?" Tanya Irene yang ternyaya sudah meninggalkan boks bergerak itu. Wendy lagi-lagi tenggelam dalam lubang pikirannya yang tak berujung. 

"Hati-hati menyetirnya," pesan Irene setelah memberikan kunci mobil itu. 

***

Di luar sana salju sedang turun tipis-tipis. Momen yang pas untuk bergelung bersama pasangan dan menikmati coklat panas. Seorang pria mengeratkan rangkulannya pada bahu wanita yang sedang bersandar padanya. 

"Irene, orang tuaku semakin gencar menuntut agar kita segera melaksanakan pernikahan,"

Sedangkan wanita itu hanya mendesah dan menggeleng lemah, "Tidak. Itu tak mungkin terjadi dalam waktu dekat," 

"Kali ini apa yang mengganggu pikiranmu, hm?"

"Hm, A-aku hanya belum siap, kak,"

"Hah, aku sudah memprediksi ini. Akhirnya sahabatmu dengan gangguan kejiwaan itu akan menghambat semuanya,"

"Apa maksudmu?!"

Wanita itu langsung bangkit dari sandarannya dan menatap prianya dengan perasaan terluka. Tanpa mereka sadari percakapan mereka cukup jelas untuk didengar sepasang telinga yang hadir tanpa sepengetahuan mereka. 

***

So everyone, it seems like no one read it yet. Yeah I kno that this is nothing.. so then, if youuuu read this, pls leave something for me, so I can know that someone appriaciate me and I'll write this until finish. Annndddd happily I'll follow you guys!!!!!!!! Thank you.

Original: 22 Desember 2015

Revisi: 18 Maret 2020

Heartless //under constructionTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang