Deira vs Tukang Bubur Naik Haji

79.4K 2.3K 20
                                    

Penasaran kenapa cerita dari RahmiAmmi ini judulnya kayak begitu? hehehe, check this out!

****

Tika's POV

Cuaca sepertinya tidak terlalu cerah. Ya, kurang lebih sama dengan wajah Sean sekarang. Sejak pulang kantor wajahnya sudah seperti itu. Rambutnya yang sering di tata rapi ke belakang, sekarang acak-acakan, alis tebalnya saling bertautan, iris mata sedikit menggelap dan super tajam. Karena alasan itulah aku buru-buru masuk ke toilet dan tidak jadi menyambut kedatangannya.

Sean duduk diam di meja makan saat aku keluar toilet. Ada satu hal yang aneh, dia duduk sendirian di meja makan itu. Tumben sekali suamiku bersikap begini. Biasanya saat makan malam, dia akan berkoar-koaran dulu meneriaki Kelvin, Melvin dan Deira. Ya meraka, maksudku anak-anak kembarku itu sudah beranjak dewasa memang, jadi agak sulit untuk mengatur mereka sekarang.

"Tika!" Panggilannya membuat langkahku tercekat.

"Hmm....." lirih ku takut-takut soal wajahnya masih ditekuk.

"Sini! Temani aku makan malam," ucapnya mulai melembut.

"Ohh.... yang mau di temani hanya makanannya? Ku rasa tidak perlu." Aku berniat mencairkan suasana dengan mengajaknya bercanda. Namun entah sejak kapan dia ada di belakangku, dan langsung saja menarikku duduk di sampingnya. Ingat, wajahnya masih ditekuk masam!

"Kenapa kau tidak memanggil anak-anak?"

"Sudahlah. Mereka akan datang saat mereka lapar. Diam dan makanlah."

Kalimat terakhir dari Sean itu, sukses membuatku terbungkam dan memulai makan malamku.

****

Sean's POV

Hari makin menggelap dan bintang-bintang urung menampakkan sinarnya karena terhalang dengan langit mendung. Ya, ku akui memang semendung hatiku. Pasalnya hari ini para pegawaiku membuatku sangat kesal. Para ketua divisi yang kurang ajar dan tak tahu malu itu menuntut kenaikan gaji saat harga saham sedang asyik-asyiknya merosot.

Sekertarisku, si Lerry, malah membuat janji dengan direktur tetangga sebelah untuk minum teh. Entah apa maksudnya dengan acara minum teh itu. Marah ? Tentu saja. Seandainya aku tidak ber-prike-wolf-an, sudah pasti kuhisap habis darah mereka !

Hari ini aku harus menikmati malam mendung ku dengan Tika. Itu niatku malam ini. Hanya dengan melihat wajah istriku itu, aku sedikit merasa tenang. Sayangnya, dia kelihatan takut saat melihatku dengan tampilan yang seperti ini. Dia juga masih sibuk merapikan ruang tengah yang tadi menjadi tempat pelampiasanku saat pulang. Jas dan tas ku layangkan ke sofa, sementara sekarang aku masih memakai kemejaku yang ku gulung hingga sebatas siku dengan dua kancing yang tidak saling mengait.

"Tika!" teriakku. Entah kenapa, emosiku begitu labil malam ini.

"Ada apa Sean!? Sejak tadi kau selalu saja meneriakiku!" katanya protes, membuatnya terlihat semakin lucu di mataku.

"Sudahlah, jangan protes dan turuti saja aku. Kalau tidak, aku tidak bisa menjamin kau bisa selamat dari terkamanku malam ini."

Tanpa ba-bi-bu lagi, dia berlari ke arahku.

"Ayo, temani aku melihat bintang." kataku sambil merangkul pinggangnya dan membimbingnya ke taman belakang.

"Bintang ? Saat langit semendung ini ?" tanyanya heran.

"Langit sama saja di malam hari sayang, selalu gelap ! Sudah, ikut saja aku!"

Dengan satu tarikan nafas, dia akhirnya pasrah saat ku suruh duduk tenang di bangku taman belakang rumah kami.

One Shoot StoryTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang