MBK::13
Died
"Apa?!" pekik Ali sambil berdiri cepat dari duduknya. "Gak! Gak! Gak! Pokoknya enggak! Gue gak mau ngalah. Lagian, itu kan gak fair! Pokoknya enggak!"
Red mengembuskan napas panjang. "Li, please... ngalah kali ini aja. Kalau si Prilly di apa-apain gimana? Lo mau tanggung jawab kalau misalkan si Prilly di ajak berantem di kasur trus--"
"Lo kalau ngomong jangan asal deh! Kita sewa preman, slametin Prilly, masalah beres."
Ya, tidak perlu mengalah juga, bukan? Masih ada jalan lain untuk menyelamatkan Prilly. Ali tidak percaya. Ia pikir, dengan datang ke markas Ali dan teman-temannya, ia akan mendapatkan jalan yang lebih baik. Ternyata, temannya tidak memberi jalan keluar, malah jalan buntu.
Red tersenyum hambar. "Sekarang udah jam 10 malem, Li! Balapannya tinggal 2 jam lagi. Serius Li?"
"Iya Li, apa salahnya, sih, ngalah dan minta maaf sama adeknya? Cuman minta maaf kan? Gak akan dosa. Malahan, jadi amal saleh." kata Roy dengan bijaknya, dan diangguki oleh yang lain, kecuali Ali yang hanya memutar kedua bola matanya dengan kesal.
"Kalian sih enak tinggal ngomong. Harga diri coy! Harga diri gue mau di kemanain?"
"Harga diri lo tetep melekat. Karna apa? Lo ngelakuin itu demi seseorang. Demi nyelametin nyawa seseorang." kata Jo dengan cuek.
Red menyandarkan kepalanya ke sofa sambil bersidekap dada. "Sekarang terserah lo. Lo emangnya gak mikirin keselamatannya si Prilly?"
"Ini gue lagi mikirin. Tapi, gak dengan ngalah juga. Kita bisa selamatin dia dengan cara kita sendiri, kan?"
Jo tiba-tiba berdiri dari duduknya. Ekspersinya datar dan matanya menyorot mereka satu persatu. "Gue duluan ke tempat balapan ya. Gue tunggu," katanya, kemudian berlalu tanpa menoleh ke belakang lagi.
"Tuh! Jo aja peduli sama Prilly! Yaudah," jeda, Red ikut berdiri. "Gue juga duluan," katanya kemudian berlalu.
Roy ikutan berdiri. "Sekarang, lo pikirin semuanya. Gue tau itu salah satu sifat lo yang emang bikin gue kesel. Tapi ..., pikirin aja deh sama lo. Gue juga duluan," katanya kemudian berlalu pergi sambil menenteng jaketnya di salah satu bahu.
Ali duduk dari berdirinya dan mengacak rambutnya, frustasi. Bahunya merosot turun dengan lemas. "Argh! Gue harus gimana?"
Ali sangat frustasi. Disisi lain, ia tidak ingin mengalah tanpa tantangan. Tapi, jika ia berjuang terlalu keras, ia akan kehilangan seseorang yang sangat mempengaruhinya sampai ia se-frustasi ini.
Di lain tempat, Red-Jo-Roy sedang menahan tawa sambil berjalan beriringan.
"Jir Jo, akting lo bagus juga." kata Red dengan tangan yang menepuk bahu Jo pelan.
Jo hanya cengengesan sambil memutar kunci mobilnya di jari. "Gue pengen tau aja. Sampai mana Prilly mempengaruhi Ali. Apa dia bakal ngalah nantinya?"
Red mengedikan bahunya. "Gak tau, sih. Tapi, gue baru liat deh si Ali se-stress itu."
Roy mengangguk setuju. "Gak pernah gue liat si Ali sampe berpikir keras gitu."
Jo mengedikan bahu. "Semoga, si Prilly bisa bikin es di hati Ali mencair."
"Merobohkan dinding pertahanan yang selama ini ia bangun." timpal Roy.
"Mengalahkan ego yang sedari dulu berperang dengannya." tambah Red.
Mereka pun tertawa dan mulai membawa kendaraan mereka masing-masing.
***
"Makan! Nanti lo sakit."
KAMU SEDANG MEMBACA
FCS(1) - My [Bad] King✔[BADASS #1]
Fanfiction[BADASS Series] "Lo gak bisa lepas segampang itu." -Aliando Oktora Kingley- "Kenapa? Lo mau gue nurutin cara kampungan lo tadi?" -Prilly Queen Shae- ===My [Bad] King===