Chapter 2 - asshole

26 5 1
                                    




"Kak Rey gue turun di depan Family Mart aja, ada yang mau di beli" Ujar ku, seraya mengambil tas ransel berwarna hijau tua yang ku letakan di kursi belakang mobil.

"Oke, perlu gue tungguin ga?"

"Gausah



Kak Rey menghentikan mobil beberapa meter sebelum Family Mart itu berada.

"Lah ko disini berentinya? majuan lagi lah"

Ia melirik dirinya di kaca mobil, dan membenarkan tatanan ramburnya "Ogah ah, tuh liat ada tukang parkirnya. Masa Cuma ngedrop lu doang gua jadi miskin dua rebu"

'dasar ga modal' umpat ku, bergegas keluar mobil.

Aku pun membuka pintu mobil, dan menutupnya kembali lalu membenarkan rok abu – abu SMA ku yang sedikit kusut.

Kak Rey menurunkan sedikit kaca mobil, "Ndre, gue duluan ke sekolah ya, Oiya nanti gue parkir di belakang sekolah jadi kalo pulang langsung ketemu di sana aja". Aku mengangguk paham, dan melirik jam alorgi ku.

Ternyata gue berangkat kepagian.

Aku berdiri di tempat, sampai Mobil hitam metalik Kak Rey belok ke dalam gang sekolah, dan hilang dari pandangan jalan utama. Lalu aku mulai berjalan menuju family mart yang terletak berhimpitan dengan bengkel rumahan dan sebuah kedai roti bakar.

Selagi berjalan aku tak berhenti menekan perut ku yang terasa mulas, dan tak habis – habisnya bergemuruh.

i don't think i had enough breakfast this morning, because i'm seriously still starving as fuck.

kayanya harus di kasih ganjelan deh biar ini cacing – cacing di perut gue gak terus kosidahan begini, setidaknya sampai jam makan siang.

Sesampainya di dalam, aku berjalan ke bagian frozen foods, lalu mengmbil sebungkus sandwich tuna

Dont get me wrong, i know these things taste like shits but what i right now i'd prefer quantity, not quality. Yang penting perut kenyang, urusan selesai kan?

Aku menaruh tas ku di atas standing chair berwarna putih, dan mengambil dompet ku untuk membayar sandwich yang sudah ku lahap habis dan sekarang tersisa hanya seperempat dari potongan awalnya. Setelah membayarnya, aku duduk di meja yang terletak di pojok ruangan, menghindari tatapan orang – orang yang melintas di depan jalan,  dari kaca jendela Toko.

Sedang ada perbaikan jalan di luar sana, alhasil tidak perlu di tanya lagi alasan mengapa jalan menjadi luar biasa macet dan berantakan.

Perlahan aku mengalihkan pandangan ku pada suasana di dalam mini mart yang masih terbilang sepi. Hanya ada mas mas kasir dan mas mas yang sedang asik menyapu lantai sembari menjanggal headset di kedua telinganya.

Selagi aku menguyah gigitan terakhir, aku baru menyadari tiga hal (1) Kampret, disini dingin banget (2) kenapa gue bego, pake segala ga bawa jaket (3) gue perlu kopi.

Dengan malas, aku menggerakan kaki ku untuk berjalan ke coffee machine. Mengambil cup berukuran medium, lalu meletakan cup tersebut tepat di bawahnya. Terdapat sekiranya 4 macam kopi, namun aku menekan tombol ke dua untuk Black Coffee. Menaruh sebuah tutupan berwarna putih diatasnya, dan menyelipkan karton sebagai cup holder agar tidak terasa panas saat di pegang. And if you ask; do i put any sugar or even cream in my coffee? Well the answer is no, i don't. Aku lebih menyukai kopi yang terasa sangat pahit, karena memang pada dasarnya kopi di minum seharusnya pahit kan? I mean that's the thing about coffee, isn't it?


Uap kecil yang berasal dari kopi tersebut, masuk ke dalam indera penciuman ku. Memberikan efek menenangkan hingga sampai ke kepala. Aku menyeruput sedikit,

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Dec 26, 2015 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

(my real) FANTASYTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang